Part 25

39.2K 3K 132
                                    

"Lisensi"

"Check."

"Sertifikat kesehatan."

"Check."

"Pasport."

"Check."

"Kaca mata."

"Check."

"Lampu senter."

"Check."

"Pulpen."

"Check."

"Navlog."

"Check."

"Tablet elektronik."

"Check."

"Formulir kosong."

"Check."

"Logbook."

"Che,___. Oh no no, aku udah pasang aplikasi logbook dalam tablet kerja. Jadi logbook keluarin aja dalam daftar."

Sreeet.

Naya mencoret tulisan Logbook dalam catatan kecil suaminya perihal apa saja yang akan suaminya itu masukkan ke dalam Nav bag /navigation bag milik suaminya untuk dibawa selama suaminya terbang nanti.

"Peta."

"Check."

"Headset."

"Check."

"Udah. Berarti semuanya udah disiapin. Tinggal dimasukin aja dalam koper." Naya menutup buku catatan kecil lalu ia simpan di laci nakas.

"Navbag sayang. Bukan koper." Alif meralat.

"Sama aja deh kayaknya. Kan koper juga." Naya masih menentang. Katakanlah dirinya kampungan dan dia tidak tahu menahu tentang apa saja yang tertulis dalam daftar barang-barang penting suaminya untuk dibawa tersebut. Tapi memang benar kan, jika bentuk Navigation bag yang biasa Pilot seperti suami kerennya itu bawa saat terbang, kurang lebih sama dengan koper yang biasa orang-orang bawa untuk membawa pakaian saat akan berpergian. Hanya saja navbag atau navigation bag ini lebih banyak menyediakan kantong-kantong kecil di dalamnya sehingga sangat pas untuk menyimpan barang-barang kepentingan terbang suaminya. Selain itu, navbag bentuknya juga lebih minim dari koper biasanya, sehingga navbag bisa diselipkan diantara kursi pilot yang ruangnya sangat minim.

"Semua barang-barang ini fungsinya apa sih? Kakak kan cuman terbang ke Batam, tapi kok pake pasport? Itu kan cuma digunakan untuk pergi ke luar negeri?"

"Bukan cuma ke Batam aja sayang, liat jadwalku. Banyak tempat yang akan ku lewati nanti. Jadi, pasport itu dibawa untuk persiapan aja. Pasport Pilot dalam negeri juga penting untuk kemungkinan pesawat mengalami divertion."

"Apaan tu?" Naya bertanya bingung.

"Apanya?" Alif malah balik bertanya.

"Itu divertation."

"Divertion bukan divertation." Alif meralat lagi.

Naya menggaruk kepalanya gatal. Dia sangat bingung dengan semua benda-benda itu dan kepentingannya untuk apa? Tapi ketika Alif menyebutkan nama benda-benda tersebut, Naya malah pusing sendiri. Apalagi suaminya itu suka sekali menjelaskan dengan menyelipkan bahasa Inggris. Kan Naya tidak mengerti?

"Pokoknya itulah." Sahut Naya akhirnya. Menyerah dengan hal itu.

Alif duduk di pinggiran ranjang, berdempetan dengan Naya. Sempat-sempatnya lagi dia menjahili Naya dengan menarik rambut tergerai dan basah milik istrinya. Sehingga mampu membuat Naya memekik kesakitan. Jika Alif menariknya pelan sih Naya tidak mempermasalahkannya, tapi Alif ini tidak pernah bercanda dengan lembut, kasar adalah bagian dari diri suaminya.

Menjaganya  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang