Chapter 41

653 39 29
                                    

Hari terus berlalu tanpa disadari oleh Akane yang terus saja berbaring diatas tempat tidurnya. Sejak kepergian Arata, Akane tidak keluar dari kamarnya selama hampir seminggu. Dia tidak masuk sekolah, tidak berhubungan dengan orang lain selain pengurus rumahnya. Dia bahkan tidak mau dijenguk oleh teman-temannya. Hanya berbicara seperlunya dan tidak mau mengangkat ponselnya yang terus berdering.

Setiap hari Akane menghabiskan waktu dikamarnya, dia tidak memberikan alasan apapun sampai pengurusnya mau tidak mau harus mengantarkan makanan kekamarnya. Itupun hanya disentuh sedikit oleh Akane yang tidak memiliki nafsu makan. Satu hal yang diinginkan setiap harinya berada di kamar yaitu kehadiran Arata. Akane selalu mengingat setiap sudut ruangannya tempat mereka selalu saja berdebat. Setiap kali mengingatnya, selalu membuat Akane semakin merindukannya.

'Bagaimana bisa aku tertawa kalau kau tidak ada disini.'
Keluh Akane dalam hatinya.

'Bagaimana bisa aku baik-baik saja. Kalau kau melihatku dari atas sana... seharusnya kau kembali padaku.' Akane sudah tidak bisa menangis lagi. Kesedihannya kini berubah menjadi rasa kesal dan menyesal pada cowok itu dan dirinya sendiri. Semua penyesalan dalam dirinya karena tidak bersikap jujur dihadapannya dan kekesalannya pada Arata yang meninggalkannya tanpa sempat mengatakan apapun. Dan setiap kali Akane berpikir kalau Arata melihatnya dari atas bersama dengan Ichigo, dia merasa cemburu dan terus mengeluh didalam hatinya.

Pada awalnya Akane memang terus bersedih dan merasa sangat kesepian, itu sebabnya dia mengurung diri di kamar. Tapi seiring berlalunya waktu, Akane mulai sengaja mengurung diri supaya Arata melihat dirinya yang terpuruk dan kembali berada disisinya. Sedihnya hal itu tidak terjadi dan hanya membuat Akane terus menggerutu menyalahkan Arata.

Disaat Akane mulai menyerah dan kembali merasa sepi di minggu pagi, tiba-tiba Itaru datang dan langsung menghampiri Akane yang sedang duduk di kasurnya memandangi jendela luar. Dengan sopan Itaru menyapa nonanya itu, meletakkan sarapan. Akane tidak menyadari kalau ada orang lain yang berdiri di belakang Itaru sampai ketika Itaru beranjak pergi dari ruangannya, Akane menoleh ke arah suara yang memanggilnya dan terkejut. Ibunya sudah berdiri dihadapannya dengan wajah khawatir.

"Akane... Kau kenapa? Ibu dengar dari Itaru kau tidak masuk ke sekolah minggu ini. Kau juga tidak keluar kamar. Kau sakit? Katakan pada ibu kenapa kau tidak pernah mengangkat teleponmu seminggu ini. Ibu takut terjadi apa-apa padamu makanya ibu pulang." Terlihat sekali wajah khawatir ibunya yang sangat mencemaskan kondisi Akane.

Kedatangan ibunya saat itu membuat Akane sedikit kaget dan merasa kesal. Kemana saja dia selama Akane membutuhkannya. Bagaimana bisa dia mengerti kondisinya sekarang? Dia bahkan tidak berniat untuk mengurus Akane sekarang. Ingin sekali Akane mengeluarkan kekesalannya itu, tapi jelas dia tidak akan bisa melakukannya.

"Aku tidak apa-apa." Jawab Akane sedikit membuang muka tidak ingin melihat wajah orang tuanya.

"Tidak mungkin kau tidak apa-apa. Kau tidak keluar kamar selama seminggu. Bagaimana ibu tidak khawatir?"

Bagi Akane semua omongan ibunya itu hanyalah omong kosong belaka. Sebentar lagi dia juga akan mulai membicarakan pekerjaannya. Dimata Akane, ibunya yang baik hati dan sangat menyayanginya itu sudah berubah sejak perusahaan ayahnya maju pesat. Sama seperti hati Akane yang dulu berubah dan sekarangpun dia tidak bisa lagi mempercayai kasih sayang orang tuanya itu.

"Ibu tidak seharusnya pulang. Aku tidak apa-apa.. Aku hanya ingin sendiri." Akane sudah tidak bisa memaksakan diri untuk tersenyum kali ini. Berbeda dengan dirinya yang dulu, dia tidak punya alasan untuk tersenyum dihadapan semua orang. Dia sudah lelah dengan senyuman palsu dan sikap baik-baik sajanya itu.

"Akane..."

Ibunya hanya bisa memandangi wajah pucat anaknya sampai akhirnya memberanikan diri untuk memeluk Akane, membuat Akane terkejut.

I Only See YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang