Part 9

3.9K 319 41
                                    


Sementara itu di kelas XI Bahasa, Bumi masuk kelas dengan langkah terseok-seok. Kakinya sakit bukan main akibat menendang kaki meja kantin untuk meluapkan emosi. Menyesal rasanya ia melakukan itu. Susah payah ia berusaha duduk di bangku. Hal itu membuat Mersa menatap Bumi keheranan.

"Kenapa pincang gitu, Bum?" tanya Mersa.

"Tadi nggak sengaja nendang kaki meja kantin," jawab Bumi. Ia meringis menahan sakit.

"Eh, gila! Kaki meja kantin kan dari besi, Bum. Mau jadi Gatotkaca kamu?"

"Hm, udah tahu!" tampik Bumi.

Tak lama kemudian, tampak Ayu dan Novi datang membawa kantong plastik yang isinya aneka makanan ringan.

"Ya elah, abis dari supermarket mana, Non?" tanya Mersa sambil melirik kantong plastik yang dibawa Ayu dan Novi.

"Nih, kita beli banyak camilan. Kita makan bareng-bareng, yuk? Biar asyik!" tawar Ayu. Ia memang sering membeli banyak makanan ringan seperti ini agar bisa dinikmati bersama teman-teman. Menurutnya, itu bisa menjaga kerukunan dan kekompakkan sekalipun uang jajan yang menjadi korban.

"Wah, pucuk dicinta ulam tiba, nih!" Mersa nyengir. Ia ambil sebungkus kripik kentang dan membukanya lebar.

Diam-diam mata Bumi mengamati Ayu. Ayu memang cantik dan manis. Seumur hidup, baru kali ini ia lihat bidadari yang ... ah, kenapa jadi lebay begini? Ia masih belum bisa mengartikan desir apa yang ada di hatinya. Tapi, ia sangat yakin kalau menyukai sosok seorang Ayu. Cewek dengan wajah yang sangat manis meski sederhana.Tak ada polesan apapun di wajahnya.

Lama-lama Ayu menyadari kalau dirinya sedang diperhatikan Bumi.

"Halo? Bum?" Ayu melambai-lambaikan tangannya tepat di depan wajah Bumi.

"Oh," Bumi gelagapan.

"Cie ... si Bumi ketahuan curi-curi pandang ke Ayu, nih! Naksir, ya?" goda Novi yang tengah tersenyum lebar.

"Eh, nggak kok," Bumi berusaha mengelak. Tapi justru ia jadi salah tingkah atas sikapnya ini.

"Alah, mengaku sajalah, Bumi. Aku tadi juga lihat kamu ngeliatin Ayu terus," Mersa nimbrung. Lalu ia melanjutkan, "Tapi awas, Bum. Ayu ini sudah ada yang punya. Cowok Ayu ketua OSIS di sekolah ini lho. Kak Langit Bastian. Ah, kamu pasti belum tahu dia, Bum. Cakep orangnya," kata Mersa panjang lebar sambil cekikikan.

Ayu memajukan bibirnya, "Eh, siapa bilang aku pacaran sama Kak Langit? Aku nggak pacaran tahu. Kak Langitnya aja yang ngedeketin aku terus!" bantah Ayu.

Bumi membelalakkan matanya. Langit? Langit ngedeketin Ayu?

"Iya, Yu. Iya," Novi menepuk-nepuk pundak Ayu. "Lagian dia kaya suka banget sama kamu, Yu. Udah dari pas kita masih kelas satu dulu lho. Kenapa nggak kamu pacarin aja. Kurang apa dia juga? Cakep, pinter, tapi emang orangnya agak aneh sih."

Ayu mengangkat bahunya, "Seperti biasa, aku masih belum mau pacaran. Lagian aku nggak ada rasa sama Kak Langit" jawab Ayu.

Bumi mendengarkan dengan seksama. Jadi begitu ceritanya? Ternyata sejak dulu Langit mendekati Ayu, namun Ayu tidak memiliki perasaan yang sama seperti Langit. Yah, bisa dibilang cinta Langit bertepuk sebelah tangan.

"Aku pasti bisa membuat Ayu jatuh cinta padaku. Pasti," kata Bumi dalam hati. Sesungging senyum terukir di wajahnya. Ia tak peduli dengan kata-kata Ayu tadi di mana gadis itu belum mau pacaran.

Kalau Bumi berhasil menjadikan Ayu sebagai pacarnya, pasti bakal ada kejadian super seru. Selain itu juga bisa jadi pelajaran yang manis buat Langit. Biar Langit tahu bagaimana rasanya kehilangan orang yang sangat dicintai. Biar Langit juga tahu rasa sakit yang juga ia rasakan meskipun rasa sakit itu dinilai belum cukup.

Langit & Bumi (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang