Hari Minggu ...
Sudah dua hari ini Ayu galau dan menghabiskan waktu dengan melamun di kamar seorang diri seperti saat ini. Matanya bengkak karena kebanyakan menangis. Dua hari ini, Bumi sama sekali tak mengajaknya bicara. Rupanya Bumi masih marah atas tindakannya waktu itu. Padahal ia sudah minta maaf. Tapi, permintaan maafnya sama sekali tidak digubris. Ia bingung, apa yang harus dilakukannya agar hubungannya dengan Bumi kembali baik?
Ayu menatap layar HPnya. Nihil. Tak ada SMS dari Bumi seperti yang diharapkan.
Ia peluk boneka Hello Kitty yang tergeletak pasrah di samping bantal. Sepasang matanya kembali meneteskan air. Baru kali ini ia merasa galau gara-gara cowok. Baru kali ini juga ia merasakan rindu yang hebat. Memang benar kata-kata pujangga yang sering muncul di novel-novel remaja. Kita akan merasakan rindu yang teramat dalam kepada seseorang jika orang itu berada jauh dari kita. Tapi kan Bumi nggak sedang pergi jauh. Bangkunya masih tetap berada di belakang bangku Ayu. Rumah Bumi juga nggak jauh-jauh amat. Hanya saja sikap Bumi yang mendadak cuek yang membuat Ayu jadi merasa jauh dengan Bumi.
Mendadak HP Ayu berdering nyaring disertai getaran yang bunyinya hampir mirip dengan bunyi mesin kapal laut. Alunan dering SMS di HPnya yang tanpa permisi itu mengejutkannya seketika hingga terlonjak kaget.
Ayu menatap nanar HPnya. SMS dari Bumi kah?
Dengan perasaan was-was, Ayu mengambil HPnya dan membuka pesan masuk. Ada sebuah pesan yang ternyata memang dari Bumi.
Yu, aku sekarang di depan rumah kamu ...
Senyum Ayu seketika mengembang. Ia sibak tirai yang menghiasi jendela kamarnya. Dari situ ia bisa melihat Bumi berdiri di depan pagar dengan membawa seikat bunga. Ayu mengucek-ucek matanya sendiri karena tidak yakin dengan penglihatannya. Itu benar-benar Bumi. Tubuh tinggi tegap dengan rambut yang disisir ke belakang. Ia memakai celana jeans dan jaket hitam yang membuatnya tampak cool.
Ayu langsung melompat dari atas ranjang. Ia buru-buru keluar dari kamar untuk menghampiri Bumi. Benar, tampak Bumi menunggu di depan pagar rumah dengan wajah harap-harap cemas. Seikat bunga mawar merah tampak bergetar mengikuti irama detak jantung Bumi yang tak beraturan. Bibir Bumi juga bergetar berusaha untuk menorehkan senyum yang paling manis. Namun sulit. Rasanya badan Bumi kaku seperti magnet.
"Aku nggak bisa tidur, Yu ... Aku mikirin kamu ..." kata Bumi begitu melihat sosok Ayu. Suaranya bergetar dan terdengar seperti tercekat.
Ayu hanya bisa melongo. Ia bingung harus berkata apa.
Bumi raih tangan Ayu, "Yu, maafin aku karena udah kasar. Tapi itu semua di luar kendaliku. Aku ..."
"Bumi ..." Ayu memotong kalimat pacarnya itu, "Aku sudah maafin kamu, kok. Ada hal yang lebih penting yang harus kamu tahu, Bum. Aku kangen sama kamu," ujar Ayu lancar. Ia tersenyum.
Senyum sumringah Bumi mengembang. Ia serahkan seikat bunga mawar yang kemudian diterima dengan hati yang berbunga-bunga oleh Ayu. Padahal biasanya Ayu tak menyukai bunga. Namun, karena bunga ini pemberian dari Bumi, Ayu jadi langsung menyukai bunga mawar yang telah dirangkai dengan cantik itu. Ia hirup aroma bunga itu. Semerbak harum masuk ke dalam hidung mancungnya dan langsung direspon baik oleh hatinya yang sedang dirundung asmara.
"Terima kasih ..." ucap Ayu tulus.
"Syukurlah kalau kamu suka," ucap Bumi dengan nada lega. Ia tatap wajah Ayu lekat-lekat. Ia merasa heran dengan sepasang mata Ayu yang tampak bengkak dan sekujur wajahnya yang merona merah. Tampak jauh lebih bengkak dari waktu pertama kali Bumi membuatnya menangis.
"Kamu habis nangis, Yu? Kamu nangis karena aku?" tanya Bumi memastikan.
Ayu menggeleng.
"Aku menangis karena aku pikir kamu bakal ninggalin aku ..." jawab Ayu pelan sambil menyembunyikan wajahnya yang merona merah dengan cara menunduk dalam-dalam.
Bumi tersenyum tipis.
"Aku nggak akan ninggalin kamu, Yu. Nggak akan pernah karena aku sayang sama kamu," ucap Bumi pelan.
Sunyi ....
Tiada dialogpun yang terucap antara Bumi dan Ayu. Keduanya juga tak saling menatap. Namun, rona merah di pipi keduanya cukup mengisyaratkan jika mereka sama-sama malu seolah baru bertemu pertama kali. Bumi merutuk dalam hati. Harusnya di saat-saat seperti ini ia keluarkan jurus-jurus gombalan ala Bumi. Bukan malah diam membisu. Otak Bumi bekerja mencari inspirasi pembicaraan yang pas untuk Ayu. Sementara Ayu bingung mau berkata apa lagi saking gembiranya dengan moment saat ini. Ia hanya bisa tersipu-sipu sambil sesekali menciumi seikat bunga mawar pemberian Bumi.
"Yu, besok ada PR apa?" tanya Bumi. Daripada nggak ada yang ditanyain. Mending tanya PR saja meskipun sebenarnya Bumi paling malas jika harus berurusan dengan PR.
"Bahasa Jepang sama Sastra. Yang di buku paket itu," jawab Ayu tanpa menatap mata Bumi. Ia masih malu.
"Oh iya, baru ingat ..." Bumi nyengir. "Kalau begitu aku pulang dulu, Yu. Sebelum itu, aku mau memastikan sesuatu. Kita jadi baikan, kan?"
Ayu mengangguk sambil tersenyum.
"Ya udah, kalau begitu aku pulang dulu. Terima kasih, Yu," pamit Bumi. Senyumnya terkembang lebar. Setelah menatap wajah Ayu sebentar, ia balik badan dan berjalan menuju motor merahnya yang terparkir manis di luar rumah Ayu.
Ayu menatap langkah Bumi yang semakin menjauh. Ia merasa lega. Akhirnya ia bisa baikan juga dengan Bumi. Lagi-lagi ia cium seikat bunga mawar merah yang digenggamnya dari tadi. Ada kedamaian di sana. Kedamaian yang tercipta dari cinta dan kasih sayang yang mengalir di hatinya untuk Bumi. Ayu mengakui, cowoknya itu memang penuh dengan kejutan. Siapa yang sangka Bumi akan datang dan mengukir moment manis seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit & Bumi (REVISI)
RomanceLangit: Andai setiap manusia dapat memilih takdir hidup sebelum dilahirkan, pasti aku akan memilih menjadi manusia yang sehat seperti Bumi. Namun, takdirku telah tergaris menyedihkan. Aku selalu terbayang oleh kematian setiap waktu. Bumi : Apa salah...