4

4.4K 233 1
                                    

AlinaTama Putra

Aku menatap ponsel berharap tiba-tiba nama diandra terpajang dilayar ponselku entah hanya sekedar mengirim pesan atau menelfon. Sudah hari ke empat dan dia masih tidak ada kabar. Apakah aku khawatir, tentu saja dengan tambahan kata sangat jika diperlukan. Selama empat tahun aku mengenalnya baru kali ini dia tiba-tiba menghilang. Pasti ada sesuatu yang terjadi, tapi apa, aku dan mbk karin serta mas jaya berusaha untuk mencari keberadaannya tetapi hasilnya nihil. Aku juga sudah berusaha menghubungi rs tempat kak dea dirawat tapi pihak rs menjelaskan bahwa diandra tidak berkunjung kesana dan sudah hampir enam minggu dia tidak mengunjungi kak dea.

Berdasar dari keterangan pihak hotel diandra sudah meninggalkan hotel pagi sebelum acara pertemuan itu dimulai. Jika sampai besok diandra tidak juga memberikan kabar, maka aku akan melapor kepolisi. Dari cerita para peserta pertemuan memang pagi tersebut mereka melihat wanita mirip diandra hanya saja dia terburu-buru pergi begitu menyadari bahwa banyak mata yang memandangnya. Ada apa sebenarnya dengan mahluk cantik satu itu. Huff aku menghembuskan nafas kasar dan bersandar pada kursi kerjaku. Syndrom panik mulai menyerangku, segala macam fikiran buruk berada diotakku yang manis ini.


****

WijayaSaputra Yusman

"tumben mukanya kusut" ucap deo sambil duduk diujung meja kerjaku. Aku mengalihkan pandanganku dari layar komputer. Aku baru saja mengirim email ke diandra. Semoga saja dia membaca pesanku ini. Sudah empat hari dan dia benar-benar seperti ditelan bumi.

"adik aku udah empat hari ini gak ada kabar, keberadaannya juga gak diketahui, aku khawatir takut terjadi apa-apa"

"kamu punya adik? Kok aku gak tau" ah ya aku memang tidak pernah menceritakan tentang diandra ke deo, karna ada alasan tertentu akutidak menceritakannya. Kepada alin pun aku dan karin sepakat bilang bahwa dulu orang tua kami bersahabat sehingga diandra sudah aku anggap seperti adikku. Ada perasaan yang harus kami jaga sehingga kami sepakat seperti itu, dan diandrapun tidak terlalu peduli.

"dulu orang tua aku ma dia sahabatan, tapi karna aku anak tunggal aku udah anggep dia kayak adik aku sendiri"

"tumben kesini, restoran kamu udah bisa ditinggal?"

"aku udah angkat manager operational baru, buat ngehandle kalau aku gak ada di resto" aku hanya mengangguk "udah coba lapor polisi"

"aku juga rencana gitu, tapi tunggu sampai besok, kalau dia gak ada kabar aku bakal lakuin itu" ucapku sambil menutup mukaku dengan dua tangan dan mengusap kasar kepalaku. Aku mengamati wajah deo sesaat, ada sesuatu yang beda dia terlihat lebih semangat dan ceria "kayaknya ada yang seneng nih" sindirku. Dia hanya tersenyum dan berjalan kearah kursi yang ada didepan mejaku.

"emm kemarin pas dibandung aku ketemu sama wanita yang kalau aku inget dia bisa senyum-senyum sendiri gitu" aku hanya menggelengkan kepala mendengar curhatannya. Deo memang belum berubah, dia selalu beralasan karna sabrina jauh entah nanti jika dia sudah tinggal berdampingan dengan istrinya yang model itu apakah sikapnya akan berubah. Aku hanya mengerutkan dahi.

"dia elegan, cantik dan ngelihat dia tuh aku jadi inget sama sabrina"ucap deo sambil senyum dan menyandarkan kepalanya.

Aku mengangkat bahu menandakan tidak tau akan merespon apa dari ucapannya barusan, aku dan karin sudah berulang kali mengingatkan bahwa kebiasaan tersebut bukanlah kebiasaan yang baik, terlebih dengan statusnya saat ini. Lama tinggal di luar membuat pola fikir dia juga berubah. Karin akan langsung mengingatkan aku jika aku bercerita tentang cerita deo dengan pasangan-pasangannya. Karin takut aku tertular kebiasaan buruk deo dan aku akan menimpalinya hanya dengan senyum karna melihat istri mungilku tersebut cemburu benar-benar menyenangkan bagiku.

The Third PersonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang