29

3.6K 194 1
                                    

Adi putra Yusuf

"suf diandra yang lagi digosipin itu orang yang sama yang sering kamu ceritain ya?" tanya mama saat aku hendak sarapan. Aku hanya menganguk dan asik mengoles selai di rotiku. Aku enggan membicarakan tentang diandra, bukannya apa-apa, hanya saja aku merasa jahat karna tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa membicarakan penderitaannya. Masih jelas saat malam itu dia berusaha untuk mengakhiri hidupnya, tetapi saat ia sadar ia hanya bilang tidak sengaja tertidur, ia bersikap biasa, tetapi sorot mata itu tidak bisa berbohong, aku kadang berfikir kenapa dia terus-terusan bersikap bahwa semua baik- baik saja.

Kemarin aku sempat bertemu dengannya setelah mengajukan surat pengunduran diri, dan dia masih bisa tersenyum dengan semua masalah yang ada.Padahal aku tau dia begitu bangga dengan posisinya saat ini, dia bangga dengan karir yang memang telah dia rintis dari nol, tiga tahun lalu saat aku bertemu dengannya jujur aku meragukan kemampuannya,bagiku pada saat itu dia hanya unggul dalam hal kecerdasan dan aku meragukan keterampilannya dalam menghadapi dunia kerja karna usianya yang masih 22 tahun dan harus berbaur dengan para senior yang berusia jauh diatas dia, tapi aku salah, dia mampu beradaptasi. Dan dengan segala yang telah dia capai saat ini ia harus dihadapkan oleh keputusan untuk melepas semua hanya karna kondisi yang aku sendiri yakin tidak dia inginkan.

Belum lagi fakta yang menyatakan bahwa diandra ternyata memiliki hubungan dengan sabrina, ah kalau saja kejadian itu menimpaku, aku sudah pasti akan menangis dan marah karna seperti dipermainkan oleh takdir.

"mama kasihan sama diandra, entahlah mama merasa diandra bukan wanita yang bersedia untuk menjadi pihak ketiga"

Aku tidak menanggapi ucapan mama barusan. Tentu saja bagiku tuduhan tersebut juga tidak benar. Mengingat bagaimana posisi diandra saat harus menikah oleh deo, bukan diandra yang menyebabkan perpisahan mereka, tapi mereka sendiri.

"hari ini sebelum jenguk anty kamu ziarah dulu ke makam tante dian, mama juga ikut" lanjut mama, dan aku hanya mengangguk.

****

Author

Diandra duduk ditepi makam sang bunda, dia mengenakan kaca mata hitam untuk menutupi mata bengkaknya karna terlalu banyak menangis. Dan bahkan air mata itu masih saja keluar saat dia melepas rindu pada bundanya.Pada makam bundanya diandra bercerita kelelahannya dia, bercerita tentang pertemuannya dengan orang yang sangat bundanya sayangi,bercerita tentang karir nya yang hancur, bercerita tentang rasa luka yang saat ini dia rasakan, bercerita tentang kekecewaan yang diarasakan pada orang-orang disekitarnya. Diandra terlalu asik untuk melepas rindu dengan sang bunda hingga tidak menyadari bahwa seorang pria dan wanita paruh baya telah berdiri tidak jauh dari tempatnya duduk.

"diandra"panggil yusuf lirih, diandra menoleh dan terkejut menemukan yusuf berdiri disampingnya. "kamu ngapain disini?" tanya yusuf saat mendapati diandra tidak merespon sapaannya.

"ini makam bundaku, aku ziarah" jawab diandra dengan suara serak dan sengau karna kebanyakan menangis sejak semalam. Setelah diandra selesai mengucapkan kalimat tersebut, wanita paruh baya yang sejak tadi hanya diam mengamati diandra mendekati diandra dan memeluk diandra denga erat sambil menangis.

"kamu pasti ara kan, anak kedua dari diana" ucap wanita tersebut sambil memegang kedua pipi ara dan mencium penuh sayang.

"ma,diandranya bingung, lagian belum tentu dia ara yang kita maksud"ucap yusuf sambil berusaha melepas dan menjauhkan bundanya dari diandra, diandra meletakkan kaca mata diatas kepalanya dan menatap kearah yusuf juga sang mama.

"kalian mengenal bundaku?"

"kamu benar anaknya tante dian adiknya anty?" tanya yusuf berusaha untuk memastikan, diandra hanya mengangguk dan masih bingung ada apa sebenarnya. Begitu diandra mengangguk mama yusuf kembali mendekati diandra dan memeluknya penuh kerinduan.

The Third PersonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang