13

3.5K 199 2
                                    

Wijaya Saputra Yusman

Mengatur pernafasan agar bisa terlihat biasa saja dihadapan diandra, berkali-kali aku ingin masuk kamar diandra, tapi saat tanganku hendak menekan gagang pintu, kembali ku urungkan, aku belum siap bertemu dengan dia lagi setelah mengetahui semuanya. Sejak pertemuan di cafe dan aku memaksanya menikah serta tinggal dirumahku, dia terus saja menghindariku. Dan kemarin saat aku menjenguknya, dia tidak berbicara sepatah katapun, aku berharap dia tidak marah. Karna dari sorot matanya aku melihat dia seperti ingin menyampaikan sesuatu tapi dia tak mampu. Ah apa aku berfikir seperti ini karna sudah mengetahui kenyataannya, sementara kemarin aku hanya kebingungan mengartikan tatap mata diandra. Lihatlah betapa tidak pekanya aku. Ingatkan aku untuk mulai belajar ke karin tentang gerak tubuh dan sorot mata manusia. Siapa tau berguna, saat ada pelangganku yang mengatakan bahwa maskanku tidak enak, tapi justru sebaliknya dan itu terlihat jelas dari sorot matanya.. haduh kenapa aku justru ngawur seperti ini. Baiklah lupakan.

Aku merasakan pundakku ditepuk saat aku menoleh aku mendapati karin tersenyum kepadaku. "aku belum siap" karin tidak bersuara hanya langsung menggeser tanganku dari gagang pintu dan membuka pintunya. Dan menunjukkan padaku bahwa diandra sedang tidur disofa seperti kebiasaannya beberapa minggu ini. Aku menghela nafas lega. Dari tadi aku mempersiapkan diri bertemu dengannya, aku tidak sanggup melihat sorot matanya, tapi syukurlah dia sedang tertidur.

"jam segini dia pasti udah tidur mas, obat dari dokter ngebuat dia gak bisa keras kepala seperti biasanya" bisik karin padaku takut diandra terbangun, karin menurunkan tangan diandra, menaikkan kaki diandra ke meja, kemudian menyelimutinya. Aku tau ini dilakukan untuk menghindari bengkak pada kaki diandra. Aku dulu juga melakukan itu saat karin hamil, dulu aku melihat karin hamil dan berada disampingnya saja sudah merasa kasihan dan betapa susahnya menjadi wanita hamil, bagaimana diandra nanti. Apa lagi deo si brengsek itu masih saja bersikeras tidak ingin melepas sabrina.

Aku merasa gagal mengemban amanah dari tante dian, sebelum beliau meninggal, tante berpesan agar aku menjaga deanty dan diandra, pada saat itu fokusku hanya ke diandra karna usianya masih muda, aku berfikir deanty sudah bisa menerima kenyataan tapi ternyata aku salah, justru deanty yang merasa tertekan dengan semua hal yang sudah terjadi dikehidupan keluarganya, aku tidak memperhatikan pergaulan deanty, sampai akhirnya deanty diperkosa oleh seseorang yang diakui deanty sebagai kekasihnya. Aku berusaha mencari tau siapa pria brengsek itu, tapi aku tidak menemukan jejaknya hingga detik ini, pernah dulu ditahun pertama deanty dirawat di rs seorang pria rutin berkunjung dan menjenguk, tapi saat aku menunggu kedatangan pria tersebut, dia tidak pernah datang lagi, hingga detik ini. Dan sejak saat itulah kondisi deanty semakin buruk.

Tentu saja penyebab deanty menjadi seperti sekarang ini tidak diketahui oleh diandra. Aku berusaha menutupinya agar diandra tidak semakin terpuruk, sudah cukup dia harus kehilangan ibu, dan kehadirannya tidak diharapkan oleh ayahnya. Awal dia selalu menangis menghadapi kenyataan bahwa ayah yang selama ini sangat dirindukan tidak mengharapkan kehadirannya. Sampai akhirnya diandra menjadi pribadi seperti saat ini, dingin dan tertutup. Dan bagaimana bisa diandra harus mengalami nasip yang sama seperti deanty, apakah ini karma, karna kelakuan om farhan. Ah aku tidak ingin terlalu larut dengan masa lalu. Fokusku saat ini adalah membuat diandra jangan sampai berakhir seperti deanty.

"aku takut diandra bernasip seperti deanty" curhatku pada karin. Aku memilih menunggu diluar kamar sambil mengobrol bersama karin. Karin hanya tersenyum.

"kita akan bantu diandra melewati ini semua" ucap karin sambil mengelus pundakku. "yang harus kita lakukan adalah membangun rasa percaya diri diandra kembali, terlalu banyak perasaan yang disembunyikan oleh anak itu, sehingga sulit buat kita untuk masuk dan mendekatinya" aku hanya mengangguk mendengar ucapan karin. Dia membangun benteng yang tinggi untuk dirinya sendiri.

The Third PersonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang