Lesson 16 : Karma

375 24 2
                                    


-Apa yang kamu perbuat, baik buruknya akan kembali padamu-

Posisi Samuel sebagai kapten basket pun dikembalikan, karena masa pencabutannya sudah berakhir. Dan ia pun diberi amanat oleh Coach Danny, untuk membantunya menyeleksi pemain baru White Eagles bersama Dean dan Kevin. Nantinya, mereka yang terpilih akan ikut bermain dalam pertandingan antar provinsi.

Selain Bima dan Dewa, ada belasan siswa SMA Purnama lainnya yang mengikuti seleksi. Semuanya di nilai dari ketangkasan dan prestasi serta komitmen untuk menjadi bagian dari tim White Eagles. Ada lima orang yang akan dipilih, untuk masuk ke dalam tim inti atau cadangan.

Hasilnya sendiri baru diumumkan jelang pertandingan, karena itulah seleksi tahun ini membuat sebagian siswa sedikit gugup. Terlebih, White Eagles memiliki track record yang gemilang sejak tiga tahun terakhir berkat Samuel dan teman-temannya.

Usai berkutat di meja seleksi selama satu setengah jam, Coach Danny memberi kabar mengenai seleksi DBL yang diadakan setelah pertandingan antar provinsi. Bila White Eagles menang, maka potensi Samuel, Kevin dan Dean untuk lolos dalam seleksi DBL semakin besar.

“Saya dan Kevin enggak berminat Coach, buat apa kita bersaing sama orang yang udah pasti lolos tanpa kerja keras. Saya juga mau bertanding di Sea Games, jadi kemungkinan saya enggak akan ikut dalam pertandingan antar provinsi nanti.”

Dean dengan tegas menolak, meski ia tak mampu memungkiri keinginan dirinya untuk berlaga dalam DBL bila lolos seleksi.

Jawaban Kevin pun senada dengan Dean, hanya saja ia masih memiliki sedikit harapan untuk mengikuti seleksi dan bertanding basket bersama Samuel juga teman-temannya yang lain.

“Saya akan tetap bermain di pertandingan nanti Coach, asalkan Ricky dan Jason bisa kembali ke White Eagles.”

“Sejak kapan kalian jadi tidak solid seperti ini?! Saya tidak tahu ada masalah apa diantara kalian dengan Samuel, tapi saya tidak ingin ada permusuhan antar pemain. Ditambah lagi, sekarang Jason sedang dalam kondisi kritis  karena penyakit asma kronisnya semakin parah.”

Coach Danny membentak Dean dan Kevin sambil memelototi mereka, beliau memang sangat tak suka jika ada pemain yang saling bermusuhan dan mengaitkannya pada persiapan pertandingan.

Beliau pun memperingatkan ketiganya untuk mempertahankan solidaritas dalam tim, meski belum ada kemungkinan jika Jason atau Ricky akan kembali bermain.

“Dan soal Ricky, saya tidak yakin akan memasukkan dia kembali ke tim. Tetapi yang paling utama, saya ingin kalian bertiga bertanding dan mengikuti seleksi DBL untuk memotivasi Jason supaya dia bisa sembuh.”

“Kenapa elo enggak cerita sama kita soal Jason, Sam? Lo mengira kita enggak bakaln peduli, makanya lo simpan semuanya sendiri?! Atau lo sengaja, bikin kita merasa bersalah?”

Dean mengamuk pada Samuel tak lama setelah Coach Danny meninggalkan GOR. Ia merasa terlupakan sebagai teman, sekaligus bersalah karena tak tahu menahu mengenai kabar Jason.

Samuel membalikkan kalimat Dean yang membuatnya bungkam dan meredakan amarahnya sesaat. Ia tak mengharap apapun dari kepedulian Dean maupun Kevin terhadap Jason, yang terpenting kembarannya bisa pulih seperti sedia kala.

“Kalau lo peduli sama Jason, kita main di pertandingan antar provinsi dan ikut seleksi DBL bareng-bareng. Gue enggak meminta ini supaya lo atau Kevin maafin gue, tapi demi Jason.

" Seandainya Jason berhenti main basket, gue pengin persembahkan kemenangan White Eagles buat dia. Sebuah kemenangan yang jauh lebih berarti dari sekadar piala, melainkan persahabatan yang utuh.”

“Gue peduli, Sam. Karena, kita akan penuhi janji lo untuk Jason. Lo berdua masih ingat kan, bola basket pertama yang kita beli patungan waktu masih jadi junior White Eagles? Bolanya memang udah kempis dan rusak, hanya kenangannya bakal tetap ada. Bola basket itu, jadi saksi keteguhan kita buat berlatih hari demi hari.”

Kevin terketuk hatinya untuk memaafkan Samuel, ia ingat betapa eratnya pertemanan mereka juga besarnya ambisi untuk mewujudkan mimpi bersama-sama.

Dean pun menurunkan nada bicaranya, hatinya melembut sebab ia tahu kekesalannya pada Samuel sudah meracuni dirinya. Sekarang, saatnya ia membayar semua itu dengan membantu Samuel.

“Kalau kemenangan White Eagles bisa jadi cara gue dan Kevin buat menebus kesalahan, gue akan ikut berjuang buat mimpi kita bersama juga Jason.”

Ketiganya pun, kembali berbagi tawa dan senyum yang telah lama mereka kubur dalam pertikaian. Dahan persahabatan itu, tumbuh lagi menjadi pohon persaudaraan yang berdiri kokoh meski diterpa badai permusuhan.

“Boleh, gue gabung sama kalian? Gue masih jadi bagian dari White Eagles, kan?”

Sosok Wildan dengan canggung mendatangi ketiga seniornya itu, setelah ‘menonton’ momen persahabatan tersebut dari pojok tribun lapangan basket. Langkahnya terlihat ragu dan gemetar, senyumnya pun dipaksakan.

Samuel langsung menoleh dan memanggil Wildan, menyapanya ramah seperti biasa. Lagi, ia merasa adik kelasnya itu menyembunyikan sesuatu dibalik gelagatnya.

“Wil! Kemana aja, lo? Ya jelas dong, lo boleh gabung. Siapa yang larang, coba? Sampai kapanpun, lo akan selalu jadi bagian dari White Eagles juga teman kita.”

“Benar tuh, enggak usah canggung sama kita bertiga. Kayak baru kenal aja, sampai kelihatan gugup gitu.”

Kevin menimpali sambil menjitak Wildan dan merangkul lehernya, meledek adiknya yang sudah jarang berkumpul bersama mereka.

Dean tak mau ketinggalan menertawakan Wildan seraya mengajaknya mengobrol. Cowok itu juga merasakan firasat yang sama seperti Samuel, seolah Wildan memang sengaja menghindar dari mereka setelah insiden classmeeting hingga mereka berselisih paham.

“Tahu nih, lama enggak kelihatan kayaknya jadi grogi dekat sama kita. Sibuk ngapain lo, Wil? Eskul fotografi lagi adain event?”

“Ng… iya, gue beberapa hari ini sibuk hunting foto buat kompetisi. Makanya, jadi jarang latihan dan ketemu kalian. Gue juga pengin jenguk Kak Jason, cuma belum sempat.”

Wildan menggigit bibir, menggaruk tengkuknya pelan. Ia harus menahan diri untuk mengakui semuanya, paling tidak sampai Jason sembuh atau pertandingan antar provinsi berakhir.

Samuel jadi teringat dengan kembarannya yang terbaring lemah di rumah sakit. Hanya selang infus dan mesin EKG yang menyangga hidup Jason selagi menanti donor paru-paru. Ia bahkan sampai kurang tidur, karena menjaga Jason di rumah sakit.

“Pulang sekolah nanti, kita jenguk Jason sama-sama. Sekalian, gue mau bantu bokap cari donor paru-paru buat dia. Dari beberapa calon pendonor, kebanyakan kondisi paru-paru mereka enggak sehat dan kurang cocok.”

“Kita jarkom aja ke grup angkatan dan grup kelas, siapa tahu ada yang mau berbaik hati. Sisanya, kita tetap berdoa supaya Jason bisa sembuh dan main basket bareng lagi.”

Dean mengeluarkan ponselnya untuk menyebar informasi tentang donor paru-paru untuk Jason pada teman-teman sekelasnya, ia ingin Jason tetap bisa meraih mimpinya bersama mereka.

Kevin berdecak dan menggelengkan kepalanya, tak bisa membayangkan seberapa lama Jason menahan sakit dibalik senyumnya.

“Berat bener ya penyakitnya Jason, tapi kagak pernah kelihatan menderita sama sekali. Selalu kelihatan ceria, dan orang-orang mungkin enggak akan sangka kalau dia sebenarnya lagi sakit.”

“Jason memang begitu, dia enggak pernah mau kelihatan sakit di depan siapapun. Dia tangguh banget dari kecil, makanya gue iri. Gue pengin tiru kegigihan dan kesabarannya, tapi rasanya sulit.”

Samuel tersenyum sumir, membayangkan ketegaran saudara kembarnya menerima penyakit asma kronis yang diidapnya sejak masih balita.

Wildan seketika memuji Samuel, ia lalu tersenyum kecil untuk menutupi rasa kikuknya karena sedikit kelepasan dan tak bermaksud mencari muka.

“Kak Sam juga gigih kok, buktinya bisa bawa White Eagles menang dalam pertandingan. Dipercaya  sama Coach Danny jadi kapten tim, terus dinobatkan jadi MVP.”

Keempatnya pun, saling berangkulan erat dan berbagi tawa sambil keluar dari GOR lalu menikmati minuman dingin bersama ditemani angin serta pepohonan rindang taman sekolah.

SAMUEL AND SAMANTHA  : TROUBLE COUPLE SERIES 0.1 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang