Lesson 13: Perspective

321 20 0
                                    


-Dimataku dulu, kaulah segalanya. Tapi dirimu yang sekarang, apakah mungkin sama berartinya bagiku?-

Sabtu siang, saat Samantha sedang mengajak Belinda, Sally dan Cecille ke rumah kakek neneknya untuk belajar jelang seleksi OSN bulan depan, tiba-tiba saja Ian datang berkunjung. Opa Jacob dan Oma Renata masih menyapa Ian dengan ramah, sedang Samantha sedikit ragu juga sungkan , sebab teringat betapa keras ayahnya melarang mereka bertemu.


Samantha berusaha bersikap biasa saja, ketika Ian menunjukkan kedekatannya pada teman-teman juga Kak Ciara dan Lillian yang sangat senang lantaran Ian membelikan aksesori kesukaannya.

Tetapi, melihat sisi kebaikan cowok itu juga caranya membangun keakraban dengan Opa Jacob, sambil melihat koleksi perangkonya. Atau, tak keberatan membantu Oma Renata memasak sup krim jagung, membuat ia tersentuh.

Pandangan buruknya terhadap Ian yang egois, posesif, emosional, dan tidak romantis, gugur sudah. Terlebih lagi, mantan pacarnya itu membiarkan Samantha pulang bersama teman-temannya tanpa memaksa ikut dengannya seperti waktu mereka berpacaran.

Sungguh sangat berbeda, bahkan cowok itu pun tak membahas rasa sakit hatinya karena pernah diusir oleh ayah Samantha saat akan menemuinya.

Di perjalanan pulang menaiki bus Transjakarta dari arah Bintaro ke Juanda, Samantha menuturkan rasa bimbang dan gelisahnya pada ketiga temannya, untuk menghadapi sikap Ian yang 180 derajat berbeda.

“Menurut kalian, gue harus balikan sama Ian, atau enggak?  Gue beneran bingung, karena Ian sempat mohon-mohon sampai datangin gue ke tempat les balet dan datang ke rumah. Bokap marah besar, tapi bertolak belakang sama perasaan gue lihat sikapnya Ian tadi. Kayaknya, Ian beneran tulus mau berubah. Cuma, gue enggak ngerti kenapa bokap kelihatan… benci sama Ian.”

“Bokap lo pasti cemas Ver, Pergaulan anak SMA dimata orangtua, bikin ketar-ketir. Beliau larang lo pacaran, mungkin biar fokus belajar dulu saat ini dan juga, remaja kayak kita sifatnya masih labil, belum punya pemikiran yang bijaksana. Contohnya, lo putus sama Ian dan bisa jadi udah nolak buat balikan, tapi sekarang lo berubah pikiran terus bimbang.”

Sally mengancingkan resleting jaketnya, menahan keseimbangan berpegangan di tiang bus. Cewek itu juga tahu, seberapa keras Freddy terhadap Samantha, bahkan sejak SMP.

Cecille menggeser posisi duduknya ketika seorang penumpang turun, jadi Sally bisa mengistirahatkan kakinya yang pegal. Sebagai sahabat dan mak comblang Samantha-Ian, ia penasaran mengapa hubungan mereka berakhir begitu cepat.

“Kalau gitu gue tanya sama lo Ver, kenapa lo putusin Kak Ian? Padahal, yang gue lihat kalian berdua baik-baik aja, enggak pernah berantem.”

“Justru itu, yang bikin hubungan gue sama Kak Ian jadi hambar. Kita udah jarang ceritain isi hati masing-masing, sampai akhirnya gue tahu kalau dia lelah pacaran backstreet dan cemburu karena gue selalu curhat soal Samuel."

"Sementara, gue enggak pernah keberatan semisal Kak Ian cerita tentang Kak Ina, atau ngeluh bosan nemenin dia  nonton Friday Jazz. Sifatnya yang agak pemarah, buat gue takut gara-gara sempat cemburu sekali sama sepupunya.”

Samantha meletakkan tas ransel di pangkuannya, mengingat lika-liku kisah cintanya dengan Ian yang lebih banyak asam daripada manisnya. Malahan, nyaris tidak berujung bahagia.

Sally mengernyit, langsung mengerti bahwa Samantha dan Ian sama-sama lelah menjalin hubungan tanpa rasa sayang. Di sisi lain, ia merasa Samantha belum mampu menegaskan keputusannya.

SAMUEL AND SAMANTHA  : TROUBLE COUPLE SERIES 0.1 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang