-Tidak, aku tak pernah bermaksud melukaimu. Sesungguhnya, yang kulakukan adalah melindungimu, agar senyummu terus terukir-“Samuel, saya suka semangat kamu untuk bisa pulih. Tetapi, meski kaki kamu sudah lepas dari gips, tetap saja harus berhati-hati dan jangan terburu-buru melangkah saat berjalan. Saya yakin, cepat atau lambat, kaki kamu akan dapat digerakkan dengan normal, jika terus dilatih untuk berjalan dengan perlahan.”
“Jadi, itu artinya saya bisa main basket lagi kan, Dok? Saya enggak sabar, mau kembali lagi ke lapangan dan mencetak skor dalam turnamen bersama teman-teman.”
“Tentu Samuel, tapi kamu harus bersabar sampai luka patah kakinya sembuh dan membantu kamu bermain basket. Lalu, bagaimana dengan trauma yang kamu rasakan? Apa, kejadian itu masih menghantui kamu hingga sekarang?”
“Sedikit, Dok. Sampai sekarang, saya belum berani mengendarai mobil atau motor sendirian, karena saya selalu terbayang hari dimana saya membuat seseorang celaka. Dan, itu juga memicu serangan panik saya yang kadang muncul beberapa hari jelang pertandingan basket.”
“Kalau begitu, kamu harus segera menemui dokter Sarah lagi. Dan kamu boleh menceritakan tentang hal ini pada teman-teman kamu, Samuel. Berbagi keluh kesah dengan mereka, akan membuat kamu merasa lebih baik. Oh ya, jangan lupa jaga pola makan kamu. Perbanyak konsumsi makanan yang mengandung kalsium dan vitamin D, untuk menjaga kesehatan tulang.”
Samuel keluar dari ruangan dokter Gerry ditemani Allena yang mendorong kursi rodanya ke koridor rumah sakit sambil menikmati cokelat hangat dari vending machine.
Hasil pemeriksaan tadi membuat cowok itu merasa sedikit was-was, apakah ia akan mampu bermain basket dengan baik seperti semula? Atau justru, menggagalkan mimpinya dan teman-teman agar lolos dalam seleksi DBL?
“Leo? Are you okay? Kamu bosan ya, hampir tiap hari selalu istirahat di rumah dan cuma keluar buat check up aja? Om Raymond itu cemas sama kamu, karena kemarin kamu nekat pergi ke sekolah gara-gara mau nonton pensi. Mestinya sebelum pergi, kamu titip pesan dulu atau minta aku buat temenin.”
Allena mengelap mulut Samuel yang belepotan cokelat hangat, cowok itu tak menyadarinya karena terlalu larut dalam lamunan. Sepertinya, Samuel resah dan jenuh sebab ia harus rutin beristirahat juga mengunjungi dokter.
Samuel menyesap cokelat hangatnya, merespons Allena sambil tertawa sumir.
Tak semestinya ia terlalu dicemaskan secara berlebihan oleh ayahnya, lagipula ia datang ke pensi sekolah ditemani oleh Pak Dodi, supir pribadinya dan ada pula teman-teman yang akan menjaganya bila terjadi sesuatu.
“Gue bukan anak kecil lagi, Len. Masa iya, pergi aja mesti izin melulu sama Papa. Gue itu nonton pensi, buat dukung Vero. Kebetulan, gue waketos di sekolah dan dia ketuanya. Gue merasa enggak enak, karena dia udah kerja keras . Sementara, gue enggak bisa bantu banyak selain kasih ide.”
“Typical Leo, selalu keras kepala. Kamu tahu enggak, berapa kali Om Raymond telepon ke rumah dan marah-marah sama Bik Tumi sampai harus menunda jadwal operasi? Belum lagi, Tante Grace langsung buru-buru pulang dari kantor dan jemput kamu. Waktu tahu kabar kamu kecelakaan, Tante Grace juga khawatir banget, sampai enggak bisa fokus meeting dan nangis terus-terusan selama nunggu kamu di rumah sakit.”
Allena mencubit pinggang Samuel dengan kesal, sebab cowok itu tak mau mendengarkannya dan tak tahu seberapa panik orangtuanya kemarin saat kecelakaan mobil itu terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMUEL AND SAMANTHA : TROUBLE COUPLE SERIES 0.1
Teen Fiction"Perasaan suka itu berasal dari dua orang yang sama-sama akrab. Mana bisa dimulai dari rasa benci? Mustahil banget, kan?" Bagi cewek-cewek di SMA Purnama, Samuel Leonard adalah sosok kapten tim basket White Eagles yang nggak hanya ganteng, tapi jug...