-Andai aku bisa memutar waktu, ingin kukatakan padamu bahwa aku tak ingin berpisah. Bila saja ada cara agar kita tetap bersama, aku akan korbankan segalanya-
Meja belajar yang berantakan dengan setumpuk buku kedokteran tebal warisan Raymond, berlembar-lembar brosur universitas ternama Australia yang menawarkan program sarjana jurusan kedokteran serta spesialis menjadi pemandangan rutin di kamar Samuel.
Grandpa Kent juga menyarankan supaya Samuel memilih program spesialis untuk lanjut ke magister. Pilihannya antara ilmu penyakit jantung, paru-paru, atau bedah orthopaedi, Samuel sendiri tertarik dengan ilmu penyakit paru-paru, karena teringat Jason dan Allena.
Tetapi, cowok itu paling lemah melihat organ dalam tubuh sekaligus darah yang membuatnya bergidik ngeri bahkan lemas. Sementara bedah orthopaedi, sepertinya tidak begitu berat.
LLelah duduk terlalu lama, Samuel berdiri dan membereskan barang-barang yang akan ia bawa ke Melbourne. Pakaian, termasuk jaket tebal untuk musim dingin juga tak boleh ketinggalan.
Samuel lalu mengambil pigura berisi foto pertandingan pertama White Eagles dari meja nakas sebagai penyemangat, namun karena tidak hati-hati, cowok itu malah menjatuhkan buku tahunan SMA.
Ia tersenyum melihat potret dirinya yang memakai jas dokter, juga Jason dan teman-temannya dengan jersey basket mereka. Cowok bermata gelap itu menyisipkan buku tersebut di sebelah sebuah kotak berwarna merah, yang sedikit terbuka.
Kalung berbandul mahkota itu, tersimpan di sana. Samuel ingat, saat Samantha mengembalikannya usai pemotretan buku tahunan di taman sekolah, sebab cewek berambut sebahu itu tak ingin menyimpan harapan tersirat akan cinta yang telah layu, luluh lantah tak tersisa.
“I should’ve choose you anyway, My Tweety girl.”
Gumam Samuel seraya menggenggam benda berkilau itu disertai senyuman pahit. Embusan napasnya terasa sesak, lantaran ada perasaan yang masih tertinggal di hatinya untuj seorang perempuan bernama Samantha Veronica.
Ia buru-buru menyembunyikan kotak kalung tersebut, saat terdengar decitan pintu dan suara teman-temannya. Jason membuntuti, sambil menggendong Dylan yang sudah asyik menikmati es krim.
“Eciyeee ….yang mau kuliah di Australia, sombong bener bapaknya, kita panggil-panggil daritadi enggak keluar.”
Dean meledek, seraya meletakkan dua kantung plastik di piring lalu duduk mengistirahatkan kakinya di sofa.
Samuel tertawa, air liurnya menetes ketika mencium aroma lezat makanan yang dibawa Dean. Kebetulan, Mbok Tumi sedang pulang kampung jadi tidak ada makanan di rumah.
“Tinggal masuk aja apa susahnya, sih? Kayak kalian baru sekali datang ke rumah gue. Lo bawa apa tuh De, ayam sama roti bakar ya?”
“Iya nih Sam, ayam bakar madu sama roti bakar cokelat keju favorit lo. Kebetulan, Mang Wiwin lewat waktu kami sampai. Jadi ingat enggak sih, sama Samantha? Dia kan, juga sering minta dibeliin roti bakar cokelat keju kalau ngumpul bareng di taman Anggrek.”
Kevin menyahut seperti juru bicara Dean, ucapannya salah-salah justru menyerempet soal Samantha.
Bima pun menjewer Kevin yang lancang membahas pacar Samuel, khawatir jika teman mereka itu jadi dilemma saat hendak berangkat ke Melbourne.
“Yee, si kampret …malah ngajak Samuel flashback soal mantan. Udah tahu dia mau kuliah, pengen move on, jangan dibikin galau dong …”
“Sammy, mantan itu apa? Mainan, atau nama permen? Belinya di mana?”
Dylan mengerjapkan mata seraya bertanya pada Samuel dengan lugu, terpengaruh oleh kata-kata Bima barusan yang membuat ia ingin tahu.
Samuel menggaruk kepalanya, keki karena tidak berani memberi jawaban untuk pertanyaan adiknya yang masih polos.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMUEL AND SAMANTHA : TROUBLE COUPLE SERIES 0.1
Ficção Adolescente"Perasaan suka itu berasal dari dua orang yang sama-sama akrab. Mana bisa dimulai dari rasa benci? Mustahil banget, kan?" Bagi cewek-cewek di SMA Purnama, Samuel Leonard adalah sosok kapten tim basket White Eagles yang nggak hanya ganteng, tapi jug...