Tiga puluh menit Renata duduk di sofa ruang tamu diapartemen Niko. Sedangkan Niko masih belum keluar dari kamar.
Apartemen Niko tidak ada foto dirinya satu pun. Tidak ada hiasan dinding kecuali 1 bingkai lukisan yang cukup besar. Lukisan abstrak yang hanya terdiri dari tiga warna primer.
Niko keluar kamar dengan polo shirt warna merah dan celana pendek army dengan kets warna merah. Niko terlihat lebih segar.
"Sori, gue tadi mandi." Niko berjalan menuju pantry disudut ruangan. Dia membuka lemari es dan mengambil dua kotak jus buah kemasan.
Dia langsung ambil posisi duduk di sebelah Renata yang membuat gadis itu sedikit menggeserkan posisi agar tidak terlalu dekat dengan Niko.
"Gue pamit, ya!" Renata langsung berdiri dengan masih menggenggam kemasan jus yang tadi diberikan Niko.
"Nggak mau jalan-jalan dulu?"
"Gue nggak mau ada nama gue di infotainment besok, cuma karena gue jalan sama lo."
Niko berdiri. Dia mengambil kunci mobil Renata yang ada diatas meja. Dia berjalan di depan Renata dengan santainya.
Sampai di dalam mobil, Niko masih bersikap diam tanpa suara. Awkward moment bagi Renata.
"Niko, lo kenapa diam?"
"Nggak papa."
"Lo marah sama gue? Lo lagi latihan akting? Atau lo emang nggak mau nganterin gue? Lagian juga gue nggak minta buat lo anterin. Lo bisa turun di sini dan naik taksi balik ke apartemen lo."
"Gue lagi mikirin kerjaan gue aja. Dari tadi menejer gue ngasih tau kalau gue harus ke Bali sampai seminggu kedepan."
"Apa yang lo pikirin? Lo mau nolak kerjaan itu? Emang kerjaan apa? Sinetron atau apa?"
Niko melihat Renata dan tersenyum. "Lo peduli sama kerjaan gue atau sama gue?"
Renata hanya terdiam.
Niko terkekeh mendapati Renata yang langsung diam seribu kata. "Nanti, kalau gue pulang dari Bali, gue mau ke Bandung."
"Ngapain?"
"Gue mau mulai usaha gue buat deketin lo."
Dahi gue mengerut dengan otomatis. "Gue? Buat apa?"
"Lo maunya buat apa? Istri atau pacar?"
Kerutan di dahi Renata semakin bertambah banyak. Kali ini ditambah bola mata Renata yang semakin membesar dan jantung yang berdetak sangat cepat.
Niko tertawa lagi. "Lo lucu kalau kaya gini."
"Ih, apaan sih, Nik!" Renata memukul lengan kiri Niko. Pukulan lembut tentunya.
Renata tersadar arah mobil Niko berlawanan dengan arah ke Bandung. Seakan bisa membaca kebingungan Renata, si sopir pun akhirnya bersuara. Tujuan mereka pertama harus ke kantor menejemen Niko yang memang terletak di pusat Ibu Kota Jakarta. Tanpa protes dan bantahan Renata mengiyakan ucapan Niko.
Beruntung pagi ini jalan Jakarta tidak terlalu macet. Niko memberhentikan mobil Pajero putih yang membawa Renata dari Bandung itu tepat di parkiran sebuah rumah yang cukup besar karena jelas memiliki 3 lantai dan parkiran yang luas.
Tanpa perlu bertanya, Renata tau ini kantor menejemen yang dimaksud Niko. Saat keluar dari mobil, Niko menyambut tangan Renata untuk dia gandeng. Secara tidak sadar, karena masih tertegun dengan kantor menejemen yang besar itu, Renata menyambut tangan Niko.
Masuk dari pintu utama, Renata bisa melihat ruang pertama yang ia dapati adalah ruang tamu tempat sofa-sofa diletakan. Tidak terlalu luas, tapi cukup nyaman. Kemudian ada 2 ruang yang disekat dengan kaca transparan dan dipintunya jelas tertulis itu ruang meeting. Mata Renata terpusat pada tulisan 'toilet' disudut ruangan lantai 1.
KAMU SEDANG MEMBACA
you had me at hello...
RomanceRenata Anindya, perempuan yang masih kuliah semester 6 disalah satu Universitas Negeri di Depok ini harus menghadapi pernikahan disaat usianya 20 tahun. Bukan karena hamil diluar nikah, bukan karena orang tuanya berhutang pada renternir dan menggada...