Yeodeolb

1.3K 179 3
                                        

[y/n POV]

"y/n, aku ingin menanyakan sesuatu." aku mencoba untuk menatap Renjun ge yang tampak serius. Aku menutup tempat makanku dan menyimpannya di tas.

"Gege ingin menanyakan apa?" tanyaku, mencoba untuk menetralkan perasaanku dan berusaha untuk tidak terlihat gugup. Walaupun yah...aku sedang mendengarkan lagu itu dan di hadapanku ada seorang Huang Renjun yang juga ikut mendengarkan lagu itu dengan satu earphone yang sama denganku.

Bagi seorang fangirl yang bahkan belum pernah menonton satu pun konser idolanya, bukankah moment seperti ini terasa menakjubkan? Benar-benar tidak disangka. Walaupun sebenarnya, moment seperti ini sudah pernah aku khayalkan.

'Seandainya aku seorang trainee. Mungkin aku bisa berkenalan dengan dia, lalu dia menemaniku duduk di sebuah taman sambil mendengarkan lagu itu...'

Aku tahu itu konyol. Tapi ternyata jauh lebih konyol mengingat khayalan itu telah menjadi kenyataan. Bahkan aku masih ingat kapan aku berkhayal seperti itu, satu hari sebelum aku direkrut menjadi song writer.

Ya Tuhan...apakah Engkau tengah mengabulkan satu persatu doaku?

"Mmm...kenapa kau selalu terlihat sedang memikirkan sesuatu?"

"Eh?"

"Aku baru mengenalmu beberapa hari ini. Aku tidak tahu itu memang kebiasaanmu atau memang sedang ada yang kau pikirkan?"

Mau tidak mau aku tersenyum mendengar pertanyaannya. Apakah Renjun ge memperhatikanku?

Aish. Jangan terlalu percaya diri. Ia hanya melihat sekilas dan mungkin merasa empati.

Jaga pikiran dan perasaanmu y/n...

"Ah iya. Aku memang sedang memikirkan sesuatu akhir-akhir ini." jawabku.

"Mmm...boleh kutahu apa itu?" tanyanya lagi. Aku kembali tersenyum. "Eh, jika itu rahasia, tidak apa-apa kok."

Sepertinya Renjun ge merasa tidak enak. Padahal bagiku tidak masalah menceritakan soal 'project best seller' yang sedang kukejar sehingga memenuhi pikiranku itu.

"Tidak, tiga hari yang lalu novel pertamaku terbit. Itu adalah naskah terbaru dari beberapa naskah yang belum kukirimkan ke penerbit. Dan...aku mempunyai ambisi agar bukuku mendapat predikat best seller. Jadi, aku selalu kepikiran apakah penjualan bukuku bagus, apakah bukuku dapat diterima di kalangan masyarakat, maka dari itu aku sering menghubungi pihak penerbit dan juga melakukan promosi sendiri."

Yeah. Aku selalu bersemangat setiap kali membicarakan soal buku. Apalagi ini tentang bukuku sendiri.

"Woah. Jadi kau benar-benar penulis?" Renjun ge berbinar-binar. Seolah memberiku kesempatan untuk menatap wajah tampannya yang kini semakin terlihat tampan.

Haduh. Kau mulai lagi y/n.

"Iya. Tapi sebelumnya aku hanya mengirimkan cerpen ke majalah dan koran. Aku terlalu penakut untuk mengirimkan naskah-naskah novelku ke penerbit." perasaan itu muncul lagi. Perasaan menyesal karena aku menyia-nyiakan kesempatan untuk mengirimkan naskah ke penerbit sejak dulu. Rasanya seperti pecundang. Hampir saja aku dikalahkan oleh rasa takut.

"Daebak! Aku selalu mengagumi seorang penulis karena menurutku mereka hebat." kali ini aku tidak bisa menahan senyumku menjadi lebih lebar lagi. Ekspresi yang sekarang aku lihat ada pada wajah Renjun ge benar-benar membuatku bahagia.

"Dan sekarang aku memiliki teman seorang penulis? Itu menakjubkan. Mungkin suatu saat kau bisa membuat cerita tentang diriku? Kkk."

"Ye. Tentu saja aku bisa. Hahaha."

Aigoo. Debaran itu datang lagi. Bahkan kali ini terasa lebih nyata. Aku harus bagaimana?? Situasi seperti ini benar-benar tidak baik untuk jantungku.

'Daebak! Aku selalu mengagumi seorang penulis karena menurutku mereka hebat.'

Lalu...itu artinya Renjun ge juga mengagumiku?

Ya, sepertinya. Mengagumimu sebagai seorang penulis.

Ya Tuhan...perasaanku tidak karuan.
.
.
.
[Author POV]

Sudah pukul tiga sore. Waktunya NCT Dream untuk memulai latihan. Tetapi ketika sang leader menyadari hanya ada 5 member di dalam ruang latihan, latihan pun ditunda untuk beberapa menit.

"Renjun dan Haechan kemana?" tanya Mark pada member lainnya.

"Haechan pergi sebentar ke ruang staff. Kalau Renjun...sejak jam satu tadi ia pergi entah kemana." jawab Jeno yang sedang asyik dengan game di ponselnya.

"Tidak ada yang tahu dia pergi kemana?"

"Dia tidak bilang hyung. Tiba-tiba dia keluar begitu saja."

Mark mengerutkan dahinya. Sebagai seorang leader, hal seperti ini mudah sekali membuatnya khawatir. Pasalnya Renjun juga tidak bilang ingin kemana padanya. Bahkan ketika waktu latihan tiba, anak itu belum kembali juga.

'Sejak jam satu?'

'Tak ada yang tahu dia pergi kemana?'

'Lebih baik aku mencarinya saja.'

"Ya sudah. Aku akan mencari Renjun. Kalian jangan kemana-mana okay?" ujar Mark sebelum keluar dari ruang latihan dan berlari menuju lift.

Di dalam lift Mark mengutak-atik ponselnya, berniat untuk menelepon Renjun. Semoga saja anak penyuka moomin itu tidak meninggalkan ponselnya di tas.

Eh, sebentar.

Apa jangan-jangan, Renjun pergi bersama y/n? Jujur, Mark merasakan perubahan sikap Renjun sejak y/n menjadi trainee dan menjadi teman satu lantai mereka. Dari gelagat Renjun yang dilihat oleh Mark, sepertinya anak itu tertarik oleh y/n.

'Aish. Tidak mungkin.'

"Renjun-a! Kau ada di ma-"

Mark sontak memutuskan sambungan telepon ketika melihat Renjun. Namun ia tidak segera berlari menuju temannya tersebut melainkan justru terpaku di tempat.

Renjun bersama y/n.

'Haduuh.'

Mereka berdua seperti tengah membicarakan sesuatu yang sangat lucu sehingga keduanya tertawa terbahak-bahak. Entah kenapa Mark tertegun dan terdapat letupan kecil dengan berbagai perasaan di dadanya.

Sakit? Mungkin.

Senang? Iya.

Lega? Jelas.

Tetapi kenapa ia harus merasakan sakit? Memangnya apa yang kini tengah menyakitinya?

*
*
*

Tebeceh kawan :v
Eak eakk Renjun sama y/n :v
Btw itu Mark kenapa? Kok sakit? Sakit apa? Bisul? :v *plak*

Vomment ya sist :*
Salam imoet :v
*diiiba88

Stay;Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang