Seumul

349 36 1
                                    

[Author POV]

Renjun berkelakuan aneh.

Benar, ia benar-benar aneh meskipun hanya saat bersama y/n. Menatap gadis itu dengan tatapan tidak biasa, berulang kali menanyakan kegiatannya di Indonesia, memastikan ada atau tidaknya sesuatu yang mengejutkan, dan apakah ada orang asing yang menghubunginya di telepon.

Y/n tidak bisa tidak bengong setiap Renjun memulai kelakuan anehnya. Pasalnya ini sudah terjadi beberapa kali dalam seharian ini. Mungkin awalnya terasa biasa saja dan y/n menjawab setiap pertanyaan Renjun tanpa berpikir banyak. Memang apa? Semuanya normal dan tidak masalah jika ia menceritakannya pada Renjun. Tapi lama-kelamaan y/n tersadar jika Renjun sedang khawatir.

"Wajahmu bisa biasa saja tidak?" tanya y/n yang lagi-lagi bertemu dengan Renjun, kali ini di dekat kamar mandi lantai 2.

Renjun bergeming. Ia tidak tahu harus menanyakan apalagi pada gadis di depannya karena ia sudah menanyakan semuanya. Tetapi ia masih belum tenang juga.

"Wajahku kenapa memangnya?" Renjun berusaha untuk biasa saja dan menepis rasa tidak tenang dalam hatinya.

Y/n mendengus. "Kau kelihatan panik sekali tahu. Kau mencemaskan sesuatu? Apa? Ada yang tidak beres?"

'Iya, iya! Ada yang tidak beres tapi aku tidak tahu apa! Bagaimana aku bisa memberitahumu?'  Renjun menggigit pelan bibir bawahnya.

Renjun benar-benar buntu sekarang.

"Sebenarnya aku baik-baik saja. Tetapi ada suatu hal yang membuatku...." kata-kata Renjun terhenti. Ia mendadak bingung akan memberitahu y/n jika ia sedang tidak tenang atau tidak.

"Lupakan saja dulu. Nanti kutemui lagi."

Dan berakhir dengan Renjun yang beranjak begitu saja dengan langkah yang tergesa-gesa.

'Itu orang kenapa?'  Y/n menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena begitu heran dengan tingkah Renjun hari ini.
.
.
.
Seorang laki-laki dengan pakaian serba tertutup tengah berjalan santai menuju kafe di pinggir kota. Sedikit merepotkan sebenarnya mencari kafe di daerah pinggiran. Lokasinya jauh dari tempat tinggalnya. Yah, lagipula kenapa ia harus repot-repot berada di pinggir kota jika sebenarnya ia tinggal di pusat kota?

Kafe itu lengang namun bukan berarti tanpa pengunjung. Ia melesat cepat menuju tempat paling belakang di kafe itu dan menghempaskan tubuhnya di kursi.

"Espresso." ujarnya singkat pada pelayan yang menghampirinya.

Setelah pelayan itu pergi, ia memilih untuk membuka masker hitam yang dipakainya sebelum mengeluarkan sebuah notes dari kantong dalam mantelnya. Notes itu sudah terisi setengah, sebagian besar terisi oleh berbagai coretan yang ia buat ketika ia sedang sibuk memikirkan sesuatu.

Sama seperti kali ini.

Tangannya mulai sibuk menggoreskan bolpoin pada kertas bahkan ketika pesanannya datang, ia hanya mengucapkan terima kasih dengan suara pelan tanpa menoleh pada pelayan yang mengantarkan minumannya. Ia sedang fokus. Apa yang akan terjadi di hidupnya seolah bergantung dengan apa yang ia coretkan di notesnya.

1. Aku dijodohkan.
2. Aku beranggapan itu tidak masuk akal di zaman sekarang dan memilih untuk kabur dari rumah dan membeli rumah di daerah ini.
3. Aku debut menjadi idol.
4. Aku sibuk, sibuk, dan sibuk.
5. Aku kembali ingat dengan perjodohan itu.
6. Aku mulai berpikir jika itu tidak buruk. Meskipun tetap saja tidak masuk akal.
7. Aku akan menerima perjodohan itu.

"Selesai." ujarnya lirih. Tangannya meraih cangkir espresso dan menyesapnya sekali.

Perjodohan itu kata orangtuaku didasarkan oleh keturunan. Gadis itu keturunan Korea dengan darah kerajaan seperti aku. Aku dan dia adalah pasangan yang sudah diatur sejak zaman dahulu kala.

Stay;Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang