A for -one-

2.1K 180 39
                                    

"Bedanya aku mengagumimu diluar batas mampuku dan melampai batas normalku. Dan itu kusebut jatuh hati"

the second chance•1

FARAH hendak berlari menyusul Pak Edi, guru matematika yang sudah keluar beberapa detik lalu. Hari ini ulangan dadakan matematika, tidak open book, jadi kalian tahu sulitnya gimana.

Teman-teman yang lainnya hanya bisa menyemangati Farah yang lagi ngebut kerja soal di detik-detik terakhir pergantian jam pelajaran. Tadi waktu pertengahan ulangan, Farah ijin pergi ke ruang UKS untuk mengambil minyak kayu putih, katanya perutnya sakit. Tapi sayang setelah sampai di ruang UKS, minyak kayu putihnya malah hilang. Jadi waktu Farah juga hilang hanya untuk mencari benda mungil tapi mujarab itu.

"Radit, minggir dulu!" Farah begitu terkejut saat tiba-tiba Radit berdiri di depannya.

"Katanya lo sakit, kok lari-lari?" Tapi badan Radit tetap menghalangi Farah yang masih berusaha melewatinya.

"Udah enggak. Minggir dulu, ih!" Farah akhirnya bisa lolos dari halangan Radit.

Ia berlari menuruni tangga dengan cepat dan menyebrang lapangan untuk masuk ke dalam ruang guru menyusul Pak Edi.
Radit dari lantai atas cuma memerhatikan setiap langkah kaki Farah, dia pikir tadi Farah buru-buru mau ke toilet karena sakit perut, eh ternyata Farah pergi ke kantor guru.

"Maaf, saya tidak terima ulangan kamu. Saya sudah sampai kantor kan," Pak Edi sudah duduk manis sambil menata kertas ulangan milik teman-teman sekelas Farah.

"Loh Pak, saya kan udah ngerjain. Gak nyontek, kok gak di terima sih," protes Farah.

Pak Edi guru baru, udah tua tapi tegasnya minta ampun.

"Bukan masalah tidak menyontek. Tapi ini masalah disiplin, disiplin waktu," kata Pak Edi.

Kalau tahu begini Farah lebih baik pergi dan mengalah daripada harus berdebat dengan Pak Edi dan di lihatin guru-guru lainnya.
Setelah mengucap salam, Farah keluar. Ia menatap kertas ulangannya dengan tidak terima, padahal yang tidak Farah isi hanya dua nomor. Kan lumayan juga kalau nilainya dapat sembilan puluh.

Saat mau menaiki tangga, waktu itu juga ia melihat Radit sedang turun dan mau menghampirinya. Farah masih kesal, gara-gara Radit ulangannya ditolak Pak Edi, jadi Farah berniat berputar biar Radit tidak mengganggunya lagi.

"Far, Farah!" Radit berteriak di koridor.

Tapi Farah malah mempercepat langkahnya dan berdoa agar Radit tidak mengejarnya.
Kalau iya Radit mengejarnya, nanti Farah akan bilang terang-terangan kalau dirinya tidak suka dengan sikap Radit yang barusan.

"Apa?" tanya Farah saat Radit sudah menyamai langkahnya.

"Kok sewot banget mbak?" Radit bertanya balik. Farah memutar bola matanya dan mempercepat langkahnya karena risih dengan tatapan adik kelas yang terkagum-kagum melihat Radit.

"Gara-gara lo ulangan matematika gue gak di terima sama Pak Edi! Kalau di rapot gue kosong gimana?"

"Oh, gitu." Radit meresponnya. Farah berhenti, tak percaya mendengar reaksi Radit barusan.

Daripada lebih emosi, ia lebih memilih pergi meninggalkan Radit. Farah masuk ke dalam kelas dengan muka yang super bete level akut.

Rachel langsung bertanya apa yang terjadi dan Farah menceritakan semuanya dari awal. Belum sempat ia habis bercerita, tiba-tiba Radit sudah ada di depan kelasnya, Farah tahu karena kepala Radit mengintip lewat jendela.

"Farah di cari calon pacar," Abdul si ketua kelas gak bisa santai banget kasih taunya. Teman-teman sekelas jadi ramai dan bersiul ria saat melihat Radit masuk dan berjalan menuju bangku Farah.

Ini pertama kali Radit masuk ke dalam kelas Farah, ternyata Farah baru tahu ada beberapa temannya yang diam-diam suka sama Radit. Buktinya perempuan di belakang pada ramai dan histeris saat Radit datang.

"Maaf ya," kata Radit sambik berjongkok menyamai Farah yang sedang duduk.

Rachel melongo melihat apa yang dilakukan Radit barusan.

"Pak Edi itu guru baru ya? Mana kertas ulangan lo biar gue sampaiin," kata Radit.

Mendengar itu Farah langsung menggeleng. Bisa-bisa nanti Radit sama Pak Edi bertengkar, Pak Edi orangnya tegas terus Radit gak gampang mengalah. Daripada ada apa-apa mending Farah menyimpan kertas ulangan itu saja, ikut remidial juga tidak apa, asal Radit jangan kesana menemui Pak Edi.

"Gak usah di lipet, Far. Nanti pulang sekolah tungguin gue dulu," Radit dengan cepat merebut kertas ulangan itu. Lalu belum sempar Farah menjawab Radit sudah pergi dari kelasnya.

"Udahlah, Far. Dia kan juga akrab sama guru-guru. Semua kan tahu Radit," Rachel menenangkan Farah yang sudah gugup duluan.

Farah takut insiden Radit yang di scors tiga hari karena melawan guru olahraga bulan lalu terulang lagi. Sebabnya adalah Radit yang membela mati-matian Farah, lalu akhirnya tangan Radit tidak tahan lagi untuk tidak memukul Mas Haris.

"Tapi Radit itu udah terkenal nakal, ngawur, pecicilan, Rachel..."

Rachel terdiam dan melihat teman sebangkunya itu sebentar, "Far, asal lo tau aja ya, anak nakal gak selamanya jelek di mata orang lain,"

Lalu Farah ikut terdiam.

•••

Radit langsung tersenyum puas saat melihat Farah yang benar menunggunya di depan kantor guru. Ia menepuk bahu perempuan itu pelan dan memamerkan hasil kerjanya yang mungkin membuat Farah akan takjub.

"Kertasnya udah gue selipin di tumpukan kertas temen-temen lo yang lainnya," kata Radit.

Farah kaget dan tidak percaya.

"Kalau Pak Edi tau gimana, Dit!" Farah sedikit ketakutan.

Takutnya Pak Edi sudah menghitung kertas seluruhnya dan menandai nama Karenina Farah, absen 17, kelas sebelas IPA tiga dengan lingkaran merah. Bisa-bisa murid pertama yang kurang ajar saat Pak Edi baru saja mengajar itu Farah, bukan Satrio teman sekelas Farah yang nakalnya gak bisa di upgrade lagi alias mentok.

"Salah juga Pak Edi lebay, baru ngajar juga udah sok kasih ulangan," kata Radit enteng.

"Percaya sama gue. Dia emang guru matematika, tapi gak mungkin bisa hafal nama anak satu sekolahan dalam waktu singkat," Radit sebenarnya ingin menenangkan Farah. Tidak secepat itu juga Pak Edi bisa hafal dengan Farah.

"Tapi kok dia tahu Raditya Bastian ya?" Farah menatap Radit dengan penuh selidik.

Jangan-jangan Radit iseng ngerjain Pak Edi, kan Radit anaknya gak punya nyali takut sama siapapun kecuali dengan yang tidak kasat mata.

"Iya tadi pagi gue bantuin Pak Edi dorong motor sampai sekolah," Radit akhirnya mengaku.

"Ngapain?"

"Bannya bocor. Kasihan udah tua, nanti kena encok dia," Farah tertawa keras mendengar ucapan Radit, "Makanya motor gue di titipin ke parkiran rumah makan deket situ," jelas Radit lagi.

Oh berarti Radit hari ini gak bawa motornya. Pulang naik angkot sama gue dong? Farah tersenyum sedikit saat mengingat kejadian di angkot saat pertama kali kenal dengan Radit.

"Gak mau bareng gue katanya. Takut naik ninja, takut jatoh," kata Radit.

Kali ini Farah benar-benar tertawa sambil memegangi perutnya yang mulai sakit karena saking kerasnya tertawa. Radit di sampingnya cuma senyum-senyum liat wajah Farah yang sudah merah banget karena lawakannya barusan.

"Far, jangan langsung pulang yuk," ajak Radit.

"Mau kemana? Udah mau sore nanti ayah nyariin," tolak Farah secara halus.

Akhirnya Radit mengangguk mengikuti kemauan Farah.
Demi apapun juga yang tersulit, sekalipun rumus fisika yang rumit, masih tidak ada yang menandingi sulitnya Radit untuk mengajak jalan Farah berdua.

Kurang beruntung lagi. Gue coba nanti malem aja. Radit tersenyum saat melihat Farah yang sedang sibuk mengedarkan pandangannya mencari angkutan.

The Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang