N for -fourteen-

1.6K 121 6
                                    

*ps: Dan ini dia chapter fourteen(14) ! Gatau kenapa suka banget bikin yang ini! Semoga suka❤ (kalau ceritanya belum lengkap logout dulu ya)

•••

"Teruntuk Kamu; orang yang selalu aku ceritakan pada bulan dan nama yang selalu aku ukir dengan bintang"


the second chance•14

"Sorry, tadi liriknya ada yang keloncatan," kata Radit saat Farah mengembalikan helmnya. Masih jam sembilan lebih lima, setidaknya masih ada dua puluh lima menit untuk bertemu dengan Farah.

Sebelum besok, Hari Minggu yang sangat menyibukkan bagi Radit.

"Nggak papa. Tapi, thanks ya. Udah jemput sama anter gue pulang," kata Farah sambil menyelipkan rambutnya dibalik telinga, "Balik gih, udah ma—" ucapan Farah terpotong saat melihat Radit malah melepas helmnya.

"Gue mau ngomong," kata Radit lalu ia turun dari sepeda motor dan tepat berdiri di depan Farah.

Farah agak canggung, ia sebenarnya takut kalau ayahnya mengintip dari dalam. Jadi Farah bersikap sesantai mungkin padahal jantungnya udah kayak konser drumband dari tadi.

"Gue suka sama lo," kata Radit. Farah diam, ia terlalu takut untuk melihat Radit saat ini. Walaupun daritadi Radit berharap perempuan di hadapannya ini menatap bola matanya dan berkata Aku.Juga.Suka.Kamu

Ketahuilah mengungkapkan rasa itu susah banget.

"Sejak pertama kali ketemu, gue udah suka sama lo. Tapi gue takut bilang ini, nanti kesannya lo malah ngejauh dari gue. Jadi gue bilangnya baru sekarang,"

Farah memilin-milin jarinya. Mungkin telapak tangannya sudah basah, mirip sama orang yang punya penyakit jantung lemah. Dia bingung hampir mati, bukan lagi setengah mati untuk menjawab pernyataan dari Radit barusan.

"Kenapa itu harus gue?" tanya Farah akhirnya.

Radit cuma diam. Ia duduk kembali di atas motornya, tapi duduknya ke samping sambil ngelihatin Farah yang mirip orang demam panggung.

"Lo beda sama yang lain, Far. Lo bisa bikin gue nyaman—" kata-kata Radit menggantung dan terlihat seperti ia sedang berfikir untuk melanjutkan kata-katanya yang tertunda tadi, "Lo satunya-satunya orang yang selalu nasehatin gue kalau gue salah, dan entah kenapa setelah itu gue jadi berniat buat berubah dan nggak ngelakuin kesalahan itu lagi," jawab Radit setelah sekian lama diam.

Farah memutar ingatannya. Dari mulai Radit membolos, berkelahi dengan Niko dan lain-lainnya. Dia memang selalu jadi orang nomor satu yang protes besar-besaran kalau yang Radit lakukan benar-benar salah.

Farah tersenyum lalu menepuk bahu Radit dua kali, "Gue juga seneng kalau ternyata gue alasan lo berubah untuk jadi lebih baik, Dit," kata Farah.

"Gue maunya lo jadi selamanya alasan gue berubah jadi yang lebih baik lagi. Tapi gue nggak tau caranya buat nembak lo," kata Radit dan sengaja menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali.

Malah yang di rasakan Radit adalah panas di seluruh wajahnya, apalagi jantungnya yang sudah berdetak tidak normal. Melihat ekspresi kaget dari Farah saja sudah membuat rasa optimis Radit turun lima puluh persen.

Mana ada orang baik-baik mau pacaran sama anak yang nggak baik kayak, Radit.

"Hah?" tanya Farah dan dahinya berkerut, dengan jelas Radit bisa melihat Farah kebingungan seperti ini.

The Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang