C for -three-

1.9K 160 19
                                    

"Mencintai tidak membutuhkan alasan. Tapi mengapa untuk meninggalkan terlalu banyak alasan basi yang tercipta?"

the second chance•3

FARAH nyeri sendiri saat melihat Radit yang terus-terusan memegang sudut bibirnya. Padahal tadi Farah sudah membersihkannya tapi tangan Radit tidak berhenti berulang kali memegangnya. Farah jadi jengkel lihat Radit yang bandelnya mulai kumat.

"Radit," kata Farah sambil menjauhkan tangan laki-laki itu dari lukanya.

Radit tertawa kecil walaupun akhirnya harus meringis menahan perih di sudut bibirnya.

"Ternyata lo bisa perhatian ya?" kata Radit sambil melihat Farah yang membersihkan kotak P3K.

"Lo gak boleh bertengkar kayak tadi lagi, Dit. Gue gak suka," kata Farah. Radit hanya mengangguk dan tersenyum kecil.

"Gue gak bakal begitu kalau dia gak kelewat batas, Far," ucap Radit lirih.

"Tapi nanti lo di keluarin sekolah," kata Farah walaupun Radit sudah mulai memalingkan wajahnya. Farah tahu dia masih emosi, "Lo gak mau kan kecewain orang tua lo? Temen-temen lo?" tambahnya.

Radit cuma diam.

"Dan gue?" mungkin dengan cara ini Radit bisa berhenti berulah di sekolah. Mungkin Farah harus berkata demikian agar Radit tau bahwa dirinya kecewa.

"Gue gak bisa diem kalau harga diri gue di injek-injek, Far. Sorry," kata Radit sambil berdiri dan mengambil tas sekolahnya.

Leo yang berpapasan dengan Radit segera bertanya kemana Radit mau pergi, tapi dia cuma diam dan berjalan terus ke arah pintu depan.

"Gue balik dulu. Thanks ya," kata Radit sambil memundurkan motornya.

Ovia, Rachel, Angga dan Leo hanya mengangguk dan melambaikan tangannya saat motor itu mulai menjauhi rumah Ovia.
Di dalam Farah tetap diam, tatapan dingin yang pertama kali di berikan oleh Radit mampu membuat Farah merasa bersalah dengan semua ucapannya barusan.

Tapi bagian mana yang salah? Benar kan jika kelakuan Radit seperti itu, ia perlahan akan mengecewakan orang tuanya, teman-temannya dan pastinya juga Farah. Atau jangan-jangan Radit tipe orang yang tidak suka di nasehati kalau sedang kalut seperti itu.

"Farah, Radit kenapa?" Rachel masuk dan segera menghampiri Farah yang sedang duduk melamun.

Farah menggeleng tidak tahu. Ovia dan Rachel mulai bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. Lalu tidak lama kemudian Angga dan Leo juga pamit pulang. Sebelum pergi, mereka sempat bilang sama Farah kalau masalah Radit gak usah terlalu di pikir, nanti-nantinya juga Radit emosi bakalan balik dengan sendirinya.

•••

Pagi ini Farah dengan perasaan hampa. Tidak ada satupun pesan dari Radit sejak kemarin. Farah takut sekali kalau Radit marah dan malah menjauh darinya. Pokoknya pagi ini Farah harus bertemu Radit dan meminta maaf.

"Ayah, aku berangkat dulu ya!" di teras rumah Farah berteriak pamit pada Ayahnya yang ada di dalam.

Tapi Ayah malah keluar dan menanyakan sesuatu yang membuat degup jantung Farah udah kayak orang sehabis lari pagi.

"Dek, temen kamu yang kapan hari kesini siapa namanya?" kata Ayah.

"Radit?" jawab Farah setengah yakin. Takut Ayahnya bertanya yang macam-macam.

"Ayah pernah ketemu dia. Tapi ayah lupa dimana ya," kata Ayah sambil mencoba mengingat.

Farah tidak begitu memikirkan apa yang di bilang Ayahnya barusan. Ia akhirnya pamit dan mulai berjalan ke arah gang depan. Betapa kecewanya saat ia tidak melihat motor Radit ada disana.

Biasanya Radit sudah nunggu sambil megangin helm favorit Farah. Pagi-pagi begini biasanya Farah sudah senyum-senyum sendiri denger cerita dari Radit yang membuatnya ketawa sepanjang jalan.

Akhirnya Farah nunggu angkutan untuk berangkat sekolah, walaupun ia tahu jamnya udah mepet banget. Tapi Farah mending terlambat daripada tidak masuk sekolah sama sekali alias absen.

"Far, lagi ngapain?" tiba-tiba ada mobil jazz berwarna putih yabg berhenti di depan Farah.

"Nunggu angkot, kak!" teriak Farah takut gak kedengeran.

Niko akhirnya membuka pintu mobil dan menyuruh Farah masuk. Sebelumnya Farah memang menolak, tapi bagaimana lagi, angkutan dari tadi penuh, sedangkan sepuluh menit lagi bel masuk sekolah bunyi.

"Ini gak ada yang marah kan kalau gue barengin lo?" tanya Niko.

Farah cuma tersenyum dan menggeleng. Toh Radit juga tidak ada, mana mungkin dia bisa tahu.

"Bukannya lo ceweknya Raditya?" Farah menangkap tatapan ragu dari mata Niko.

"Bukan kak," jawab Farah jujur. Niko hanya ber-oh ria mendengar jawabannya.

Jalanan cukup macet, di dalam mobil Niko dan Farah sama-sama was-was jika terlambat datang di sekolah. Baik Farah maupun Niko tidak ada yang mau menyinggung masalah kemaren waktu Radit dan Niko berkelahi.

"Kak, turunin di sebrang aja ya. Jalan kaki aja ke dalemnya," kata Farah. Saat mendengar hal itu dahi Niko sempat berkerut, dan saat Farah tersenyum kepadanya dia jadi tahu apa maksud dari perempuan itu.

Niko mengangguk dan meminggirkan mobilnya. Farah turun sambil bilang terimakasih. Sebelumnya Niko menahan Farah untuk turun, tapi saat di pikirnya dua kali, lebih baik nanti dia membuat janji bertemu dengan Farah saja daripada harus bicara sekarang.

"Ih, enggak Mel. Kayaknya Radit juga gak masuk," kata Farah.

Sesampainya di dalam kelas, Farah rasa gak perlu buat bilang ke Rachel kalau tadi Farah berangkat sekolah bareng sama Niko. Bisa-bisa Rachel salah tangkap dan masalah lebih rumit. Hari ini jam pertama adalah pelajaran matematika. Pak Edi sudah masuk kelas, tinggal menunggu ketua kelas untuk member aba-aba untuk salam.

Pak Edi bilang kalau nilai ulangannya sudah lumayan. Katanya Cuma Satrio yang perlu remidial, karena semua soal di jawab dengan tulisan 'Ini susah' , makanya Pak Edi cuma kasih nilai 15 buat ongkos nulis.

"Karena Sarah," kata Pak Edi saat membagikan dan memanggil nama murid satu per satu. Beliau membenarkan letak kacamatanya lalu membaca ulang lagi siapa nama pemilik kertas itu, "Aduh, masih muda saya. Karenina Farah," katanya sambil tertawa.

Farah maju dengan hati yang berdebar, takut kalau Pak Edi masih inget dengan kejadian di kantor guru. Tapi Farah salah, saat ia maju Pak Edi malah menatapnya lekat-lekat dan tidak percaya.

"Bilangin pacarmu, Bapak di suap, di ajak ngopi cuma demi nilai ulangan kamu," katanya sambil menggeleng-geleng, sedangkan situasi kelas sudah ramai dengan tertawaan karena ucapan Pak Edi tadi, "Saya udah tau kamu pinter. Ikut tidak ikut test, nilai di rapot tidak mungkin kosong," katanya lagi.

Farah tersenyum saat melihat kertas ulangannya dengan nilai yang memuaskan, setidaknya tertinggi satu kelas. Tapi tak lama senyum mengembang itu bertahan saat Farah menyadari sikap Radit yang berubah sejak kejadian kemarin.

•••

Saat bel istirahat Farah pergi ke kelas Radit untuk minta maaf. Tapi sebelum ia sampai di kelas itu, Angga lebih dulu menyapanya.

"Farah!" kata Angga sambil melambaikan tangan.

Sebenarnya Farah agak ngeri kalau berjalan di koridor anak IPS. Soalnya laki-lakinya pada suka gangguin perempuan yang lagi lewat. Tapi karena semua tahu kalau Farah deket sama Radit, jadi gak mungkin mereka semua pada berani godain Farah.

"Ga, Radit ada nggak?" saat Farah bertanya, detik kemudia ia melihat Radit yang baru saja keluar dari dalam kelas. Ia hendak berjalan ke arah Radit tapi Angga menghalanginya dulu.

"Ada apa?" kata Radit yang tepat di belakang Angga.

Farah terdiam mendengar suara Radit yang begitu dingin.

"Dit, gue minta maaf,"

The Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang