*ps: Sorry buat late update! Di lanjut nanti malem apa besok nih? xoxo❤
•••
"Karena apa yang telah kamu lepaskan belum tentu sepenuhnya kehilangan, setidaknya masih ada kenangan yang setia menjadi bayangan."
the second chance•12
SEHARUSNYA Radit tidak usah berharap tinggi seperti itu.
Farah cuek, selalu akan begitu. Mana mau ia peduli dengan hidup Radit yang sebenarnya sudah berantakan.
Hidup Farah lebih beraturan, punya target dan tujuan. Berbanding dengan Radit yang hidupnya tidak punya tujuan, Radit bingung, memang ia tidak tahu arah.
Ini semua sejak kedua orang tuanya pergi. Sejujurnya Radit belum siap, Radit masih butuh mereka.
Farah juga ikutan diam, setelah perempuan yang namanya Hillary tadi pergi. Radit jadi aneh, ia juga kelihatan diam, malas bicara. Sebenarnya Farah mau bertanya siapa Hillary, dan siapa juga Sarah?
Dulu juga Radit pernah nyebut nama Sarah, tapi dimana?
"Eh," ucap mereka bersamaan, telunjuk Farah menunjuk Radit, begitu pula sebaliknya. Radit terkekeh lalu menopang dagunya dengan kedua tangannya, Farah juga ikut tertawa sambil menutup mulutnya,
"Biar gue gentle, jadi ladies first aja," ucap Radit dan siap mendengarkan Farah berbicara.
"Gue cuma mau bilang, nanti kalau lo mau pulang, pulang duluan aja. Gue ada latihan drama, mungkin sampai jam lima sore," kata Farah dengan melihat ke jam tangan warna putihnya.
Radit diam sebentar, "Gue ada latihan basket, jadi sekalian aja nggak papa kok," jawab Radit mantap.
Farah mengerutkan dahinya dan diam sebentar untuk mencerna jawaban laki-laki yang sedang duduk berdua dengannya saat ini.
Radit? Baket? Pasti Cuma bercandaan. Batin Farah menolak fakta yang di katakan Radit barusan, "Lo ikut ekstra basket? Sejak kapan, Dit?" tanya Farah dengan antusias.
"Sejak sepuluh detik yang lalu, waktu gue bilang ke lo barusan," jawab Radit dengan enteng. Farah membulatkan kedua bola matanya, terlalu kaget dengan keputusan Radit barusan.
Ekstra Basket itu adalah ekstra yang paling di hindari Radit, walaupun Radit cinta mati dengan bola basket. Radit dulu pernah cerita kalau ia selalu menjadi center di dalam tim basket SMA lamanya karena badannya yang paling tinggi di antara teman-temannya. Coach Dani juga menyuruh Radit bergabung ke dalam tim basket, tapi Radit juga selalu menolaknya dengan seribu satu alasan.
Walaupun Farah tau, alasan utamanya adalah Radit sangat malas berurusan dengan Niko.
"Lo udah baikan sama Niko? Akhirnya...," ucap Farah dengan lega.
"Nggak, itu cuma biar gue pulangnya barengan sama lo aja," jawab Radit
Bukan, Radit gak salah ngomong. Ia juga udah geregetan sama lemot dan kurang pekanya Farah yang udah sampai level akut. Sebenarnya Radit suka ngerjain Farah dengan kata-kata yang bermakna ganda yang bisa bikin pipi Farah merah kayak kepiting rebus.
Kalau sudah seperti itu Farah lucunya bukan main, apalagi kalau di tambah Radit menatap bola mata Farah agak lama. Mungkin Farah sudah menutup wajahnya sambil teriak-teriak malu nggak jelas.
Ini masih gue baperin, belum gue tembak. Kesal Radit dalam hatinya.
"Maksudnya biar gue bisa bantu tim basket sekolah lebih maju lagi," jawab Radit seperti pembetulan. Sebenarnya tidak, memang tujuan utama Radit ikut basket adalah jawaban pertama yang ia berikan pada Farah tadi.
Farah sudah mau pergi, karena sedari tadi Rachel dan Ovia menelponya untuk segera menyusulnya ke lapangan, katanya ada anak basket ganteng dari sekolah tetangga yang barusan main.
Mereka itu udah kayak alarm otomatis, kalau ada cogan pasti langsung ribut nggak karuan.
"Lo mau ikut ke lapangan atau tetep disini aja?" tanya Farah sambil bangkit dari duduknya. Rasanya ia ingin cepat-cepat lari dari situ, dekat dengan Radit selalu membuat dirinya salah tingkah.
Kalau Radit ikut ke lapangan, ia malas jika bertemu Hillary lagi, "Gue di sini aja. Lo mau balik?" tanya Radit gantian. Farah hanya mengangguk dan tersenyum tipis untuk Radit.
Saat Farah sudah berjalan beberapa langkah, tiba-tiba Radit memanggilnya kembali, sebenarnya Radit sudah mau bicara ini daritadi, tapi entah mengapa nyalinya jadi ciut, sama seperti setiap ia di suruh maju ke depan ngerjain soal limit matematika yang sulit di pahami.
"Buat dateng ke sweetseventeennya Erika, nanti malem gue jemput lo nggak papa?" tanya Radit.
Farah diam.
Radit menyalahkan dirinya sendiri, emangnya dia siapa mau mengajak Farah pergi ke pesta ulang tahunnya Erika. Dia bukan siapa-siapanya Farah, paling mentok ya cuma teman. Pasti Farah juga malu dateng sama anak begajulan kayak Radit.
"Kalo lo ada janji sama yang lain juga nggak papa, gue berangkat sendiri aja," jawab Radit dengan cepat saat ia terlalu takut menerima penolakan dari Farah. Saat itu juga Farah masih tetap diam dan raut wajahnya terlihat seperti menimbang-nimbang.
"Oke, jam setengah tujuh nanti ya," jawab Farah dengan tersenyum lebar lalu pergi berjalan ke lapangan untuk menyusul teman-temannya.
YESSSSSSSSSHHHHHHHHHHHH!!!!!! Teriak Radit dalam hatinya.
•••
Saat berjalan ke arah lapangan ada sesuatu yang membuat Farah begitu senang hari ini. Rasanya ia ingin berteriak tapi ia juga masih bingung kenapa.
Apa karena tadi Radit mengajaknya untuk pergi ke pesta Erika berdua? Atau yang mana, jelasnya Farah sendiri tidak tahu, yang ia tahu sekarang adalah ia senang, senang, dan senang.
Farah berbelok keluar menuju lapangan sekolah, tapi langkahnya terhenti saat ia merasakan baju seragamnya basah dan dingin.
"Ups, sorry," suara perempuan itu. Farah mendongak, ternyata ia menabrak Alenka. Sebenarnya ia juga tidak tahu yang menabrak dirinya atau malah Alenka sendiri.
"Iya kak, nggak papa" Alenka itu kakak kelas Farah, ia juga tidak mungkin mau marah-marah ke Alenka, "Aku duluan ya kak," kata Farah berbalik hendak ke arah toilet, bajunya lengket dan basah, itu tadi yang tumpah bukan air putih, tapi es jeruk.
"Nggak jadi ngelitain Niko nih ceritanya?" ucap Alenka agak keras yang membuat Farah berbalik dan menatapnya dengan tanda tanya, "Gue kasih tau ya sama lo, nggak usah genit ke Niko, nggak usah sok deket sama dia," suara Alenka terlalu lantang membuat Farah sedikit takut untuk menjawabnya.
"Ini peringatan pertama buat lo. Tunggu peringatan berikutnya kalo sikap lo masih nggak berubah!" Alenka mendekat dan berbisik pada Farah.
Ketika Alenka pergi, Farah masih terdiam di tempat. Baru sekali ia seperti ini, tanpa sadar ada setetes air mata jatuh dari kelopak matanya. Ia segera berlari ke kamar mandi dan mengurungkan niatnya untuk menyusul Rachel dan Ovia ke lapangan.
•••
HAI!!!!!
Untuk next chapter aku lagi nyiapin Radit nih buat.....Kira-kira ngapain ya? Still wait, okay!
Jangan lupa vote sama coment ya!❤
![](https://img.wattpad.com/cover/94712409-288-k734053.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Second Chance
Novela Juvenil[BELUM DI EDIT] Ini tentang masa di Putih Abu-Abu, juga tentang perasaan abu-abu yang berganti menjadi satu warna terang. Tentang perempuan yang bertemu dengan dua laki-laki yang jauh berbeda. Belajar mengetahui arti detak jantung yang tak beraturan...