"Dengannya aku belajar untuk bertahan, bukan untuk merelakan. Nyatanya, sekarang merelakan yang harus aku pelajari,
memang sulit."
the second chance•8
FARAH menatap senang es krim cone yang tingginya satu jengkal jari yang baru saja di belikan oleh Radit.
Tadi awalnya Farah mau minta kembang gula kapas, tapi ia akhirnya miris sendiri lihat Radit yang ngantri selalu di serobot sama anak lima tahunan.
"Kenapa suka banget sama Vanilla? Padahal polos gitu," tanya Radit.
"Kenapa suka banget sama matcha? Padahal--" kata Farah mencoba menirukan tapi keburu di potong oleh laki-laki yang sedari tadi tersenyum duduk di depannya.
"Kayak tai?" kata Radit menebak.
"Radit!" sela Farah cepat.
Saat melihat Radit tertawa lepas, kadang ia merasa menemukan hidup barunya saat di dekat Radit.
Perlahan ia mulai meninggalkan Farah yang dulu, dan ia tahu itu pasti akan berhasil selama dia benar-benar di dekat Radit.Aneh, tapi Farah suka.
"Dit, lo udah lama kenal sama Niko?" tanya Farah.
Radit jadi diam sebentar dan mencerna lagi pertanyaan Farah.
"Gak, baru aja," jawab Radit singkat tapi bermakna lebih dari ganda.
"Oh," respon Farah tak kalah cuek dengan jawaban Radit tadi.
Mereka berdua duduk di taman saat sore mulai datang. Sebenarnya Farah tidak tahu mengapa Radit mengajaknya kesini, disini banyak sekali anak kecil yang berlarian mencoba mainan-mainan di taman, namanya juga taman bermain untuk anak. Rasanya aneh saat orang melihat ada dua orang terselip di antaranya memakai seragam putih abu-abu.
"Lo sejak kapan kenal Niko?" tanya Radit gantian. Tapi terdengar jelas ada nada tidak suka dari pertanyaannya.
"Taunya sejak SMP, kenalnya waktu di ekstra theater," jawab Farah jujur.
Radit hanya mengangguk saat mendengar jawaban Farah, "Kok gue minat jadi anak theater ya?"
"Hah?!" Farah tidak jadi menggigit es krimnya lagi, "Jadi apa?" ulang Farah mengetes barangkali tadi telinganya sedang turun pendengaran.
"Kemarin ma'am bilang, di rapot harus ada nilai buat ekstra. Gue masih bingung mau ikut apaan,"
"Basket? Kan lo jago basket?" jawab Farah sedetik kemudian.
Bukannya menolak. Tapi di pikir-pikir terlalu berbahaya mempertemukan Radit dengan Niko dalam satu ekstra.
"You know me so well, ada Niko," alasan Radit masuk logika.
"Not yet," jawab Farah spontan. Radit mengerutkan alisnya saat mendengar jawaban Farah yang barusan.
Tidak adil jika Farah mengenal Radit dengan baik tapi tidak pernah tahu dengan kehidupan Radit yang masih buram baginya. Hal terakhir yang di ceritakannya adalah kedua orang tuanya meninggal.
Sebabnya saja Farah tidak tahu. Rasanya Radit enggan untuk membagi lebih tentangnya pada Farah.
"Kenapa belum?" tanya Radit akhirnya.
Detik selanjutnya Farah jadi tidak berani mengungkapkan apa isi hatinya. Ia hanya menggeleng dan terus menghabiskan es krimnya sebelum meleleh.
"Mau pulang sekarang? Sorenya udah mau abis," kata Radit.
Jadi kesini cuma buat lihat langit warna orange?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Second Chance
Novela Juvenil[BELUM DI EDIT] Ini tentang masa di Putih Abu-Abu, juga tentang perasaan abu-abu yang berganti menjadi satu warna terang. Tentang perempuan yang bertemu dengan dua laki-laki yang jauh berbeda. Belajar mengetahui arti detak jantung yang tak beraturan...