"Setelah semuanya begini, apa masih tetap aku alasanmu untuk setiap saat tersenyum dan obat setiap saat kamu rapuh?"
the second chance•7
PAGI-PAGI benar Ovia sudah seperti orang yang kebingungan, ia mondar-mandir di depan kelas Rachel dan Farah yang masih belum ada satupun penghuninya. Biasanya Rachel datang paling pagi, tapi buktinya sekarang batang hidung Rachel belum muncul juga. Atau jangan-jangan Rachel tidak masuk lagi seperti kemarin.
Aduh, mampus gue. Mampus gue mampus....
Ovia mengeluh di dalam hatinya dan menepuk jidatnya berulang kali.
"Ovia, ngapain?" kata Rachel sambil menepuk bahu perempuan berambut panjang itu. Ovia tersentak lalu menepuk dadanya berulang kali karena saking kagetnya, "Lo kenapa sih kesetanan gitu," tanya Rachel lagi.
"Lo tadi berangkat ketemu motornya Radit gak?" tanya Ovia
"Ini masih pagi banget. Anak model kayak Radit ya datenglah ngepres bangetlah sama bel bunyi. Kalau engga ya pasti barengan sama Farah kan?" jawab Rachel panjang lebar lalu mulai masuk ke dalam kelasnya. Ovia membuntutinya di belakang sambil meremas-remas roknya sendiri.
"Vi, lo kenapa sih? Lo liat hantu di kelas gue?" Rachel mulai sebal melihat Ovia yang pagi-pagi sudah kelihatan kayak orang aneh.
"Kata Mbak Asih kemarin Radit ke rumah gue, tanyain ada Farah apa enggak di rumah gue," kata Ovia.
Rachel memutar ingatannya kembali. Oh ya, kemarin siang grup multichatnya ramai dengan masalah Niko yang ngajak Farah pulang bareng tanpa sepengetahuan Radit.
"Dan Mbak Asih bilang kalau Farah ga ke rumah dan bilang gue masih ada di sekolahan. Shit!" kata Ovia.
Rachel akhirnya belum bisa menebak kelanjutan ceritanya. Ia harap pagi ini tidak ada lagi pertengkaran antara Niko dan Radit apalagi kini nama sahabatnya di ikut-ikutkan.
"Gue belom pulang soalnya gue panik, hp gue ilang!" kata Ovia sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Kok bisa? Lo taruh dimana sih, Vi?" kini Rachel mulai ikut panik.
"Ketinggalan di westafel kamar mandi, habis itu gue balik udah nggak ada," jelas Ovia, "Hpnya ilang gue gak kenapa-kenapa, tapi gue Cuma takut yang ngambil hp gue tangan-tangan yang gak bener," tambah Ovia lagi. Akhirnya Rachel paham kenapa Ovia begitu panik saat ponselnya hilang.
Ovia bukan tipe anak yang selalu update kata sandi setiap aplikasi, jadi sudah pasti yang di takuti Ovia adalah ada anak yang membaca chatnya saat membahas Radit. Sudah pasti ini, apa lagi?
"Gue takut, Cel. Gue takut kalau mereka berdua bertengkar terus bawa-bawa nama gue," kata Ovia, "Gue juga takut kalau nanti Farah kenapa-kenapa, Cel..."
•••
Setelah memarkirkan motornya, Farah segera turun dan memberikan helmnya pada Radit. Tiba-tiba saja tangan Radit menahan Farah untuk berjalan terlebih dahulu.
"Gimana kemarin enak bikin kuenya?" tanya Radit.
Entah kenapa jantung Farah jadi berdegup kencang, dan tiba-tiba aja ia salah tingkah saat Radit bertanya padanya, "Eum-- enak aja sih," Farah menjawab sambil tersenyum menatap Radit.
"Kemarin pulangnya di aterin Ovia? Gue telpon lo ga jawab terus," kata Radit.
"Iya," jawab Farah karena tidak ada pilihan lagi.
Rasanya Farah ingin cepat berlari saja daripada mendapat puluhan pertanyaan dari Radit yang terpakasa harus ia jawab bohong.
Ia mempercepat langkahnya berharap Radit juga mengimbangi langkah kakinya. Lama-lama sandiwara Farah bisa terbongkar kalau Radit bertanyanya semakin dalam.Tapi langkah cepat itu mendadak berhenti saat ada perempuan dengan rambut sebahu berwarna kecoklatan berdiri tepat di depan Farah. Perempuan itu mengerutkan alisnya dan memandang Farah dari ujung kaki sampai ujung rambut.
Farah tau, namanya Alenka, kakak seniornya yang cantiknya bukan main. Dulu teman Ovia juga, tapi karena mereka berdua suka orang yang sama, pertemanan yang jadi korbannya. Alenka jadian sama Niko, dan Ovia akhirnya memilih memutuskan pertemanan mereka berdua.
"Lo yang kemarin jalan sama Niko kan?" ucap perempuan itu.
Farah terdiam, bingung. Radit yang mendengarnya langsung berdiri lebih dekat dengan Alenka.
"Sorry, kenapa?" tanya Radit lagi.
"Temen lo kemarin jalan sama Niko. Gue bener atau salah orang sih?" tanya Alenka pada dirinya sendiri.
Farah langsung menarik tangan Radit untuk segera pergi. Tapi laki-laki itu tetap diam dan lebih tertarik pada ucapan Alenka tadi.
"Kalau gue pergi sama Farah kenapa? Masalahnya ada di kalian?" tiba-tiba Niko datang dari belakang Alenka. Radit langsung melepaskan tangannya dari Farah.
Farah masih tak habis pikir dengan Niko yang bertanya dengan santainya seperti itu.
"Lo gak usah ngarang. Kemarin gue sama Farah mana ada ketemu sama lo?" Niko berkata pada Alenka dan terlihat sama sekali tidak suka dengan perempuan di sampingnya itu.
"Aku lihat kamu dari jauh, sayang" kata Alenka lalu terlihat tangan Niko yang menepis gandengan tangan Alenka.
"Jangan pernah panggil gue sayang," kata Niko dingin.
"Kalian pergi berdua?" tanya Radit. Niko hanya mengangguk santai tidak dengan Farah yang sejak tadi memilin-milin ujung dasinya.
Merasa tak dianggap akhirnya Alenka pergi dan menyisakan mereka bertiga dengan diam, "Ya udah gue kantin dulu. Duluan," kata Radit lalu berjalan berbalik arah menuju kantin.
Farah menggigit bibir bawahnya dan tiba-tiba merasa bersalah pada Radit, pasti semalaman Radit nunggu kabar dari Farah. Setelah mata Niko mengikuti arah Radit berjalan dan hilang di belokan, ia berjalan mendekati Farah.
"Udah gue bilang, kalau masalahnya sama lo Radit gak bakal marah. Kalau ada apa-apa paling dia nonjoknya ke gue," kata Niko lalu berbalik menuju ke arah ruangan kelasnya.
Sambil menunggu bel sekolah berbunyi Farah tetap menunggu duduk di bawah bangku mading sekolah, kalau nantinya Radit mau masuk ke dalam kelas dia dan teman-temannya pasti lewat tempat itu. Dan benar, tidak ada sepuluh menit ternyata yang di tunggu akhirnya muncul.
"Dit," kata Farah lalu berdiri, "Gu—gue minta maaf," kata Farah lagi.
Radit hanya melihat Farah sepintas lalu ujung bibirnya naik sedikit, "Iya, lain kali jangan bohong-bohong lagi," Radit gemas dan mengacak-acak rambut Farah.
Setelah kata-kata itu terucap Farah menghembuskan nafasnya lega. Yang ada di bayangannya tadi adalah Radit pasti marah besar dan memaki Farah, setidaknya menjurus ke perempuan murahan. Tapi nyatanya tidak, Radit masih dengan tatapan hangatnya saat menyambut Farah.
"Lo pulang sekolah gak ada acara?" tanya Radit dan kedua temannya di belakang mulai batuk-batuk sambil berdehem gak jelas, "Atau lo kalo ada acara gue tunggu sampai selesai gak papa," melihat Farah yang lama menjawab akhirnya Radit bersuara lagi.
"Gak ada kok. Emang mau kemana?" tanya Farah tapi Radit cuma senyum-senyum sendiri.
Kan jailnya kumat lagi. Batin Farah dalam hatinya.
"Ya udah lo masuk sana, nanti ketemu pulang sekolah ya!" kata Radit lalu Farah berjalan masuk ke dalam ruang kelasnya.
Ovia langsung berteriak juga di ikuti dengan Rachel yang berdiri saat melihat Farah masuk ke dalam kelas.
"Farah! Gue mau ngomong sama lo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Second Chance
Teen Fiction[BELUM DI EDIT] Ini tentang masa di Putih Abu-Abu, juga tentang perasaan abu-abu yang berganti menjadi satu warna terang. Tentang perempuan yang bertemu dengan dua laki-laki yang jauh berbeda. Belajar mengetahui arti detak jantung yang tak beraturan...