M for -thirteen-

1.6K 114 10
                                    

"Aku benci kata seandainya jika itu bersangkutan tentangmu.
Selalu angan dan terasa jauh,"


the second chance•13

RADIT menstater motor ninja
kesayangannya. Malam ini ia memakai baju yang tergolong rapi, padahal cuma pakai kemeja putih lalu di tutupi dengan sweater biru dongker, sengaja biar cuma kerahnya yang kelihatan. Radit juga pakai celana jeans, dan selalu pakai yang robek di bagian lutut.

Ia juga sudah minta ijin pada Alex, bilang kalau malam ini terpaksa dia harus tidak bekerja karena ada sesuatu. Untung Alex sahabat dekat dengan Radit, mana ada karyawan baru masuk sehari macam Radit besoknya berani minta ijin.

Lima belas menit berkutat di jalanan padat, akhirnya Radit berhenti di depan pagar rumah Farah. Sepi, sepertinya Farah masih ada di dalam. Sebenarnya ia sudah membaca pesan dari Farah yang menyuruhnya untuk menunggu di belokan seperti biasa. Tapi Radit tidak mau, lama-lama kelamaan ia juga risih harus sembunyi-sembunyi dari Om Farhan.

"Malam Om," Radit langsung turun dari sepeda saat melihat Om Farhan bersama teman-temannya baru pulang dari Masjid. Radit menyalami Om Farhan dan berdiri sambil menyilangkan kedua tangannya.

Di depan calon mertua, harus sopan gue. Batin Radit meyakinkan apa yang ia lakukan barusan benar.

"Oiya, kamu. Dulu yang bawain saya gorengan kan? Masuk sini, masuk.." Om Farhan membukakan pintu pagar. Radit menggaruk-garuk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. Ia lupa tidak membelikan Om Farhan gorengan gara-gara saking semangatnya mau jemput Farah sih.

Saat Radit duduk di ruang tamu, kebetulan Farah sedang keluar dari pintu gudang belakang. Mata mereka bertemu, dan keduanya juga sama-sama diam. Om Farhan yang menyadari itu langsung sengaja batuk sambil melepas topi pecinya.

"Anak Ayah, cantik. Mau kemana?" tanya ayahnya. Farah cuma senyam-senyum dan tiba-tiba saja bingung mau menjawab apa, "Pergi sama kamu?" tanya ayahnya lagi, tapi kali ini sedang bertanya dengan Radit.

"Iya. Ada pesta ulang tahun, om. Farah biar pergi sama saya, nanti pulangnya saya yang antar. Boleh om?" ijin Radit.

Farah melongo. Rasanya kakinya tiba-tiba lemas. Ia tidak pernah menyangka kalau Radit seberani ini.

"Eh, itu, apa yah, an—anu kalau pulang Farah bisa sama Rachel sama Ovia kok," sela Farah cepat. Ia tahu pasti Ayahnya tidak membolehkannya pergi sampai malam, apalagi pulangnya di antar laki-laki. Katanya gak baik kalau di lihat tetangga.

Knalpot Radit itu suaranya bisa bikin anak tetangga bangun.

"Sama dia aja. Dia laki-laki lebih bisa jaga kamu. Ingat kata Ayah---" Farah lalu mengangguk dan berjalan mengambil tas selempang warna pinknya di kursi ruang tamu, "Nggak boleh pulang lebih dari jam setengah sepuluh," lanjut Farah lalu bersalaman dengan Ayahnya di ikuti juga dengan Radit di belakangnya.

Radit mendengarnya dan melihat jam di pergelangan tangannya, langsung memperkirakan jam berapa nanti ia harus pulang agar Farah tidak terlambat sampai di rumah.

Setelah berpamitan, Farah segera keluar dan menutup pagarnya.

Agak kaget saat melihat Radit membawa motor ninjanya.

Waras nih bocah bawa ini motor? Gue naiknya gimana. Rasanya Farah ingin menjerit , di lain sisi ingin meminta bantuan dari Radit tapi dia gengsi.

"Lo nggak ada niatan buat ganti sandal swallow kan?"tanya Radit yang sudah duduk di atas motor, sedikit meledek ke arah Farah.

"Ya udah pegangan sini. Naiknya pelan-pelan," kata Radit sambil menepuk bahunya. Farah terdiam sebentar, lalu detik kemudian ia sudah duduk di belakang Radit.

The Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang