Chapter 5 - Training 02.2

5.3K 93 11
                                    

Dan, seperti kebanyakan scene di situs favoritku, adegannya berganti ke ruang bermain Mistress, dengan kondisi tubuhku yang dimumifikasi pake sejenis kain atau perban gitu, elastis, erat, tapi gak lengket. Tubuhku dimumifikasi dari ujung kaki sampai leher, semuanya menyatu jadi satu, kecuali testis dan penisku yang dibiarkan bebas. Plus dipantatku terpasang double head dildo yang salah satu ujungnya dipantatku, dan ujung satunya terurai bebas dibawah testisku.

Aku hanya terbaring pasrah di ranjang dalam playroom Mistress. Mistress masih berkutat dengan Mr. P ku, yang semakin gagah seiring dengan kocokan Mistress.

"Since, you doing sooo good in worshipping me. I'll appreciate you and I decide to fuck you. I'll let you feel how warm my pussy is. My tight pussy will slice it up, eat it up. That make you horny, isn't it?" aku mengangguk, dengan muka masih merem-melek menikmati kocokan mistress.

"So, make your cock as hard as rock, make it bigger, so it can please me well." Aku menjawab kata-kata mistress dengan lenguhan seksi.

"is it your actual size slave?" aku mengangguk, batangku sudah sangat keras sekarang, edisi siap tempur, oh, gak pernah sekeras ini malah selama aku coli. Mistress bener-bener bisa expand my boundary. Ooh aku udah gak sabar.

Mistress lalu menggesek-gesekkan vaginanya di batangku. It feels sooo... aaahhh... I'm speechless. Terlalu enak, sampe gak ada kata-kata yang bisa menggambarkan perasaan ku. Aku serasa naik roller coaster, perasaan gembira dan berdebar-debar, terombang-ambing dalam lautan kenikmatan.

Namun, seperti roller coaster yang ada saat naik dan turunnya, perasaan ku yang melambung tinggi tiba-tiba meluncur dengan sadisnya mengikuti lajur roller coaster yang menukik turun. Mistress memegang dildo dengan tangan kanannya dan batangku di tangan kirinya. Membandingkan ukuran dan kekerasannya. Shit, dildonya lebih panjang dari punyaku. Kerasnya aku gak tau, karena aku gak bisa pegang dildo itu dengan tanganku.

"do you really can please me slave?"

"I do, Mistress, I do."

"but, it seems like this big black cock can do better than shitty little dick of yours." Sialan, umpatku. Double sialan karena aku bukannya marah, tapi malah tambah sange denger ucapan ngerendahin dari Mistress. Jiwa submissive penghianat. Beraninya kamu mengabaikan harga diri dan horny gara-gara itu.

Mistress menaiki tubuhku, mengesek-gesekan vaginanya ke batangku lalu ke dildo itu. Mistress terus membandingkan dan merendahkan kejantananku. Sialan, kayaknya mistress tau muka ku makin mupeng pas dia ngerendahin aku.

Dan akhirnya mistress memilih dildo sial berkepala dua – yang ujung satunya ada di pantatku – itu. Mistress bergoyang, menaik – turunkan dildo itu, memompanya hingga desahan erotis mistress keluar. Aku dapat melihat dengan jelas, bagaimana dildo itu memporak porandakan dinding sensitive dalam vagina mistress.

Aku ingin berontak, tapi aku juga terangsang melihat mistressku digagahi oleh makhluk, oh itu bahkan bukan makhluk. Dildo kan buat tante kesepian, aduh mistress didepanmu ada penis gagah yang siap memuaskanmu, dan mistress mengabaikan semua itu hanya demi dildo yang panjangnya gak seberapa itu, I mean, emang dildo itu lebih gede dan panjang. Tapi kan ada aku, yang bisa ikut mengerang bersama Mistress, merasakan surga dunia bersama-sama. Aku frustasi.

Mistress udah hampir di puncaknya. Ia mengambil vibrator dan menempelkannya di dekat klitorisnya. Desahannya makin tak terkendali, badannya bergetar hebat. Ceracaunya semakin terdengar abstrak. Ooh, Mistressku sudah cum. Keringat mengalir dari keningnya. Soo sexy. Dia mengecup bibirku lembut. Dan terbaring disampingku, nafasnya masih menderu. Kulihat jam dinding, 20 menit, mistress memompa dildo itu, jelas aja capek.

Selama itu aku cuma terdiam bak mumi, sibuk dengan pikiranku sendiri. Menonton mistress fuck up sama dildo di pantatku, yang buat aku sange, batangku masih keras. Aku merasa gak berguna, aku kasihan sama diriku sendiri. Aku menahan diri untuk gak larut sama situasi ini. Aku menghapus perasaan menye-menye ini dan menguatkan diriku.

'Ini hanya training, aku bisa melalui training ini dan setelah semua ini berakhir, aku akan pacaran dengan normal sama mistress.' Kata-kata itu aku ulang terus untuk menghibur diriku.

Setelah beberapa menit beristirahat, Mistress melepaskan lilitan mumifikasi yang ada ditubuhku.

"you did a great job, slave. You make me cum"

"I'm not mistress, that dildo did." Sahutku dengan ekspresi kecewa yang tidak dibuat-buat sambil melepaskan dildo itu dari pantatku.

"siapa bilang boleh dilepas?" mistress menahan tanganku yang mau melepas dildo, lalu mendorong dildo itu masuk ke pantatku lebih dalam. Aku mendengus kecewa.

Mistress mengusap kepalaku, "kok cemberut gitu slave? Kecewa yaa.. kecewa gara-gara gak bisa cum atau gara-gara mistress cumnya gak pake jagoanmu?"

"both," sahutku lirih.

Mistress tersenyum.. "sini, keel down on the floor" sahut mistress.

Tubuhku lunglai, aku gak tau apa yang mau mistress lakukan, dan gak mau berekspektasi besar. Mistress mengambil lubrikan, dan mulai mengocok batangku. Penisku yang mulai lemas kembali bangkit karena sensasi yang Mistress berikan.

"ask my permission before cum." Perintahnya.

"yes, mistress." Sahutku, seems like a new hope come to me.

Mistress mengocok batangku sambil mencium manja leherku, memberikan sensasi yang dapat menerbangkan kupu-kupu di perutku. Mistress berputar-putar dileherku, kecupannya turun – ke another titik sensitifku – ke putingku.

Mistress lalu memutar tubuhnya, ikut berlutut di belakang tubuhku. Mengocok batangku dari belakang, sambil bibirnya aktif membuat hickey di sekitar leherku. Aku hanya bisa ber-aakh-aaah-ria sampai akhirnya gak bisa lagi ku bendung luapan amarah sperma ku yang ingin berlomba keluar.

"Rio mau cum Mistress."

"Can I please cum, Mistress. Say it!!"

"Ooh, can I please cum Mistress. Dikit lagi mistress.." rengek ku.

"nope, I'm not done yet. Don't you dare to cum."

"ooh please can I cum mistress. Pleaseee..."

"I said no." entah bagaimana mistress udah berada didepanku. Masih mengocok batangku dengan antusias, sedangkan aku sudah gak kuat membendung lava yang mau keluar. Aku ingat training pertama minggu lalu, aku gak boleh cum, harus bisa nahan.. hingga akhirnya,

"aaah, please Rio gak tahan Mistress.. udah di ujung.. aaahhh" ceracau ku.

Tiba-tiba mistress menepuk batangku, cukup keras hingga aku menjerit tertahan.

"you are not deserve to cum." Sahutnya galak. Mistress lalu bangun, dan mengambil casity dari laci-laci penyimpanan. Aku menatapnya dalam diam, gak berani menyentuh tititku yang mau banjir lava, rasanya udah hampir keluar dan malah ditabok sama mistress, gak ditabok sih, cuma ditepuk tapi sakit banget. Mistress lalu memasangkan casity itu pada batangku yang masih keras. Gak masuk. Iyalah tititku kan gini-gini kalo growing gede juga. Gak cukuplah dimasukin casity gitu. kalo lagi bobok mah masuk.

"buat lemes, cepet!" eh buset, gimana caranya buat lemes, yg lagi on fire gini..

"if you cant do it, I'll help you." Kata mistress, lalu dia menepuk-nepuk batangku. Aku sampai merengek-rengek bilang 'mercy' sama mistress.

"Rio gak akan ngocokin, gak akan buat keluar, tapi please jangan dipukulin Mistress. Biar kecil sendiri yaa Mistress. Please," kataku sememelas mungkin. Beberapa menit kemudian jagoanku mengecil, 'maaf yaa aku harus nahan kamu cum,' kataku sambil mengelus-elus penisku sayang.

"what are you doing hey!!" aku mengangkat tangan tanda aku-tak-melakukan-apapun-dengan-tititku. Aku memasang muka memelas yang ku punya, apa itu istilahnya, 'puppy eyes??' meskipun tampangku gak seimut puppy yang merajuk. Namun mistress luluh, ia gak mempermasalahkan hal itu dan memasangkan casity ku dengan damai.

Casity inilah yang akan menemaniku hingga training minggu depan.

***

Yosh, apakah ini sudah cukup hot buat kalian??? yawlaa hati nuraniku tak mampu menulis yang lebih dari ini.. :/

anyway, enjoy... :*

Immersed in ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang