Mistress's POV
Akhirnya, beres juga masang CCTV di kamar Rio. Deg-degan parah takut ketauan. Aku sudah beberapa kali datang ke warung ibunya Rio. Ibunya baik, ramah, dan mudah akrab dengan pelangaannya.
Dari beberapa kali kunjunganku, aku tau kapan rumahnya kosong dan kapan lagi ramenya. Aku juga memperhatikan dengan seksama kalo Rio cerita tentang keadaan rumahnya, jadi aku tau letak kamarnya dimana. Dengan alasan mau ke toilet, aku menyusup kekamar Rio. Memasang CCTV di tempat yang aman, niatnya sih mau dipasang dilangit-langit kamarnya. Tapi gak jadi, gak nyampe. Intinya, Mission Complete.
Aku mengecek tablet ku, memastikan CCTVnya berfungsi dengan baik.
'now, its time to check what is he doing now.'
Kamarnya masih kosong. Aku memperhatikan dengan seksama, seluruh sudut kamarnya terpampang jelas di layar tabletku.
'Aman sekarang', pikirku lega. Kecuali kalo dia tau dan jerking off di kamar mandi, bakal lain cerita. Tampak Rio masuk ke kamarnya, mengganti isi tasnya dengan beberapa pakaian, sesuatu yang tidak diperlukan sebenarnya. Dia kan tidak akan memakai apapun selama di apartment ku.
Lalu Rio melepas kemeja yang dipakainya... Oke mending gak usah ngintipin orang ganti baju, pervert banget kayaknya. Plaaak!!! Gak mau ngintipin orang tapi kok masang CCTV.
Trrrrttt Ttttrrrrrrrt... ada telepon masuk dari nomor tanpa nama. Siapa?
"halo?"
"hay baby, or should I call u Mistress?"
Aku kenal suara ini, seseorang yang mendiami hatiku begitu lama.
"Hey are u there?" kata-katanya membuyarkan lamunanku. Aku tak bergeming.
"Aku baru landing nih, ketemuan yuk? I missed u so much. Kamu tiba-tiba meninggalkanku, gak ngasih kabar. Aku pulang untukmu sayang.. baby, kok diem aja?"
'bajingan ini, kenapa dia kembali saat aku sudah bahagia tanpa dia?' kataku dalam hati, aku tetap diam, gak tau harus berkata apa.
"Arin?"
Tuuut tuuut tuut... aku gak sanggup berbicara padanya. Air mata mulai menetes dipipiku.
"BAJINGAN" umpatku. He ruin my mood. Damn!
***
20 menit dari situ, Rio menghampiri mobilku, yang sengaja kuparkir agak jauh dari rumahnya. Sudah tak ada tanda-tanda jejak tangisku. Tapi moodku gak lebih baik dari yang tadi.
"Lama amat?!" ucapku ketus saat Rio masuk ke mobil.
"Maaf Mistress. Tadi bantuin ibu dulu, baru dikasih izin."
"Boleh nginep kan?" kataku sambil melirik tas yang dibawa Rio.
"Boleh kok Mistress. Makanya bawa baju, bawa laptop dll."
"Banyak amat bawaannya, ntar kan gak pake baju juga disana." Pipi Rio memerah.
"Pake seatbelt nya." Kataku lalu menjalankan mobil.
Hari ini training terakhirnya Rio, tapi moodku kacau. Udah cukup buruk gara-gara ada bajingan tengik nelpon, ditambah harus nunggu 20 menit. 5 menit masih masuk toleransi, lah ini 20 menit. Mana Rio dateng senyam senyum lagi. Gak ada rasa bersalahnya sama sekali. Sial.
Awalnya aku berencana memberinya kenikmatan di akhir training. Mengingat udah sebulan lebih dia gak aku bolehin cum. Rio udah memohon-mohon, tapi apa perduliku. Buruknya moodku akan berpengaruh pada training hari ini, entah kata-kata ku yang akan semakin kasar atau perbuatanku. Oh, jangan salahkan aku. Salahkan bajingan itu yang menghancurkan moodku. Dan seseorang yang terlambat dengan muka bahagianya.
Sepanjang jalan aku hanya diam. Pikiranku terlalu fokus pada scene yang akan ku lakukan nanti, sehingga tidak menyadari ada kendaraan yang memotong arah.
TTIIIINNNNNN, aku membunyikan klakson panjang dan sangat mengganggu. Tapi mobil tadi mengagetkanku. Untuk seorang yang mengetahui aturan membunyikan klakson, tindakanku sudah menyalahi aturan, aku tau itu.
"Mistress kenapa? Gak fokus gitu nyetirnya."
"Bangsat. Diem lo ah, bawel amat." Aku melirik Rio tajam. Aku yang salah karena dari tadi Rio diem, baru ngomong dikit udak kena semprot. Tau juga lagi BT. Aaagghh..
"Buka celana lo, cepet." Rio yang udah mati kutu karena aku bentak tadi, langsung membuka celananya. Dia udah gak perduli sekarang lagi dijalan, lagi macet, atau lagi apa. Makin patuh aja nih anak, sukses dong trainingnya.
"Dilepas semua atau dibuka aja Mistress?" katanya takut-takut.
Aku melirik sekilas ke arah celana Rio yang udah terbuka sebagian. Wait, ada apa disana... bulu-bulu halus disekitar kemaluannya. Aaah, setan alas. Pake nambah-nambahin kesalahan lagi nih anak. Harus di training lebih keras. FIX!
"Kamu lupa apa yang Mistress suruh kalo mau scene?"
Rio tampak bingung dengan arah pertanyaanku. "Eeee,, apa Mistress?"
"Damn. Jadi selama ini lo gak pernah merhatiin omongan gue? Fuck, slave. Lo anggap gue apa hah?" okey, keluar nih amarah yang aku redam dari tadi.
Rio mengkeret, tititnya juga ikut mengkeret. Mengkeret itu semacam menciut, you know lah.
"Bisu lo sekarang gak bisa jawab? Atau lo lagi ngacuhin gue?"
Aku membelokkan mobil ke arah apartment, tersenyum pada satpam yang sudah hapal denganku, lalu memarkirkan mobil di basement. Aku segera keluar dari mobil, mengacuhkan Rio yang masih tak bersuara. Rio tampak terburu-buru mengancingkan celananya, lalu mengikutiku keluar dari mobil.
Sesampainya di kamar apartment ku, tanpa disuruh Rio langsung membuka seluruh pakaiannya.
"On your knees." Sahutku, lalu meninggalkannya yang sedang berlutut di depan pintu apartment.
***
Alright people are you ready for the last training?? it will be absolutely in private though :D
Ditunggu aja beberapa hari lagi, atau beberapa minggu lagi.. vote kalian memberiku semangat untuk melanjutkan ceritanya..
muach
KAMU SEDANG MEMBACA
Immersed in Shadow
General FictionKetika sebuah cita-cita menjadi nyata, melebur bersama lenguhan dan tetes-tetes keringat. Membuktikan arti kepercayaan dan pengendalian diri. He said : Aku menyerahkan diri padamu, mengendalikan setiap nafas yang kuhirup, mengatur tiap degup jantun...