Rio's pov
Sabtu sore. Setelah 2 minggu dari training yang pertama, Mistress mengundangku untuk training kedua. Tentu saja dengan senang hati kuterima tawarannya. Bahkan aku sudah menyiapkan diri. Aku latihan fisik tiap hari agar tubuhku kuat dan sehat. Cukup trauma dengan training kemarin. Kali ini, aku ingin tampil memuaskan Mistress.
Aku sudah berada dalam ruang bermain Mistress, dengan kondisi terikat, tentu saja. Mistress mengikat tanganku di belakang punggung, lalu meninggalkanku. Kalian tau saat paling mendebarkan dalam hidup? yaitu saat kita udah membersihkan diri, dan menunggu seseorang yang akan menggunakan tubuh kita untuk kepuasannya, terasa mendebarkan dan menyenangkan. I'm so exited, dan aku sudah lebih siap dengan tantangan apapun yang akan Mistress berikan. Terlalu pe-de sekali-kali boleh kan?
Looking back for my condition, kalian ingat training ku kemarin? Mistress rupanya terlalu kecewa hingga tak mengizinkanku mendapatkan kenikmatan. Gak boleh cum tanpa izin Mistress, even when I was begging her. it made her happy to see I was so desperate.
oh, aku tidak mau berbohong dan mendapatkan banyak masalah sesudahnya. Jadi, yang bisa kulakukan adalah menahan hasratku tiap malam, kau taulah bagaimana rasanya...
Cukup lama aku menunggu, hingga akhirnya langkah kaki Mistress terdengar menaiki tangga menuju ke play room. Mistress mengelus pipiku. Mengelus-elus rambutku, lalu menariknya, ketengah ruangan. Aku mengikuti, tentu saja.
"on your knees, slave." Segera kuposisikan tubuhku sesuai instruksinya.
"the goal today is make me cum. Don't you never, ever, think I will make you cum. It's all about me, right?"
"Yes mistress.." sahutku.
Aku gak akan cum hari ini. Mengecewakan! Ekspektasiku cukup besar. But at least, jika aku harus membuat Mistress cum, berarti aku akan menyentuhnya dong. Okey, I'm looking forward on it. It not seems bad at all, even when I'm forbid to cum. Semangatku yang kandas tunbuh kembali.
Mistress mendorong punggungku dengan kakinya, aku tersentak kedepan. Mistress terus mendorong hingga kepalaku menyentuh lantai. Aku menggunakan kepalaku untuk menahan tubuhku. Tanganku terikat di belakang punggung, pantatku terekspos bebas. Mistress menyodorkan kakinya tepat didepan mulutku.
"lick" aku mulai menjilati ujung sepatunya. Susah payah kuarahkan lidahku, gak ada yang menyangga badanku, lalu aku harus mengangkat kepalaku sedikit, demi menyentuhkan lidahku ke kakinya. Susah banget, aku berjuang mati-matian buat ngejalanin tugas ini.
Aku mencoba berkali-kali, tapi yang dapat kusentuh hanya disekitar ujung sepatu Mistress saja. Mistress mulai merasa bosan, karena gerakanku yang gitu-gitu aja. Mistress menarik kakinya.
"payah! You failed the simple task!"
Mistress mulai menampar-nampar pantat mulusku dengan tangan kosong. Meskipun gak pakai tools, tapi tepukan demi tepukan yang mendarat di pantatku terasa perih. Mistress menambah tenaga pada pukulannya, semakin lama terasa semakin perih, pantatku lalu paha ku dipukulnya bergantian dengan kedua tangannya. Aku tak bisa lagi menahan lenguhan dari bibirku. Pipiku mungkin sudah memerah sekarang, semerah pantatku yang di'spank' mistress..
"aaaaggggghhh" jeritku tertahan menikmati pukulan demi pukulan yang mengarah ke pantatku.
Mistress menghentikan pukulannya. Rupanya ia tertarik untuk bermain-main di analku. Mistress menusuk-nusukkan jarinya ke lubang pantatku. Masih sempit banget, mistress kesulitan memasukkan jarinya ke pantatku, jelas-lah lubang pantatku meskipun bisa meremas-remas kayak pijitan lubang vagina, tapi gak bisa melubrikasi sendiri. Harus pake lubrikan. Kalo engga aku yang bakal kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Immersed in Shadow
General FictionKetika sebuah cita-cita menjadi nyata, melebur bersama lenguhan dan tetes-tetes keringat. Membuktikan arti kepercayaan dan pengendalian diri. He said : Aku menyerahkan diri padamu, mengendalikan setiap nafas yang kuhirup, mengatur tiap degup jantun...