Matahari menyeruak masuk melalui celah-celah tirai, dan seseorang dengan santainya membuka tirai lebar-lebar. Aku berbalik memunggungi jendela, lalu menarik selimutku sebatas leher. Aargghh aku masih ingin tidur.
"Bangun sleepy head"
Aku memokuskan pikiran ku untuk kembali tidur, "ummm lima menit lagi."
Mistress lalu mengusap-usap kepalaku, usapannya menenangkan buat aku terlelap.
Lima menit kemudian aku mulai tersadar, kepalaku merasa nyaman dan empuk. Aku menggeliat manja tanda agar nyawa yang berceceran harus segera berkumpul ketubuhku. Aku ingin menggerakkan badan, tapi aku tak bisa. Hal pertama yang aku lihat saat membuka mata adalah dua buah gunung yang berenda, eh bukan itu... pantas saja nyaman sekali.
Aku mendongakkan kepalaku, senyuman Mistress menyambut pagiku yang cerah. Oh, andai setiap hari seperti ini.
"Morning baby, katanya cuma lima menit, hm??" mistress mencium keningku. Aku menenggelamkan kepalaku dileher mistress. Hidungku membaui aroma lembut disana. Mistress masih mengelus kepalaku sayang.
"Kan emang cuma lima menit Mistress..."
"Lima menit apanya?"
Aku gak mau berdebat karena masih menikmati aroma Mistress, menyesapnya memenuhi paru-paruku. Perlahan aku menutup kedua mataku, menikmati sesuatu yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Kenyamanan pelukan Mistress.
"Hei, jangan tidur lagi." Tegur mistress.
Aku mengerang manja, meregangkan otot-otot tanganku lalu kudaratkan tangan kiriku keatas perut mistress. Aku mengerjapkan mataku menyesuaikan cahaya. Mistressku sedang membaca berita melalui smartphone-nya, sambil sebelah tangannya masih membelai kepalaku. Aku terbangun dipelukan Mistress. Kueratkan pelukanku padanya.
"Mistress gak pegel tangannya ketindihan Rio?"
Mistress mencium ujung kepalaku sebelum menjawab, "enggak kok, Mistress suka kayak gini."
"Rio juga suka Mistress" sahutku, kedua ujung bibirku terangkat keatas.
"Rio mau cium Mistress." Kataku manja.
Mistress tersenyum lalu perhatiannya kembali ke kebijakan Trump yang kontroversial. Dih, pagi-pagi malah baca yang buat pusing. Mending liat skor pertandingan bola semalem, atau mending jawab permintaan Rio. Boleh apa enggak nih nyium Mistress, kalo gak dijawab boleh berarti yak. Rio cium nih.
Aku mendekatkan bibirku ke pipi mistress, mataku terpejam
Cuuup,
Kok, pipi mistress keras yak. Aku membuka mataku, Mistress malah ketawa geli,
"Main nyosor aja. Mandi dulu sana, Mistress mau buat sarapan."
Iya, gue nyium hape, puas lu?
Mistress beranjak dari kasur, "aaah, pelukan aja Mistress. Rio gak makan gak apa-apa."
"Mandi" katanya singkat, lalu berjalan meninggalkan kamar.
Arah mataku mengikuti kepergian Mistress. Aku mengedarkan pandangan kesekeliling, 'oh aku masih di playroom.'
Aku membangunkan tubuhku, aggh masih terasa sakit. Punggungku. Pantatku. Aku meraba leherku, masih ada collar terpasang. Cintaku sesulit ini.
***
Sesudah renungan pagi pas mandi, aku mendapat suatu keputusan terpenting tahun ini, lebih penting dari memilih universitas, atau ngisi lembar jawaban pas UN. Aku akan memperjuangkan cintaku ke Mistress. Being a submissive is my dream, having a Mistress as my master and worship her is like a dream come true. Jiwa submissiveku bergejolak saat bertemu Mistress, aku harus belajar lebih banyak lagi. Kenapa aku sampai mikir yang aneh-aneh gitu sih semalem.
Aku menuruni tangga dengan percaya diri. Aku siap. Aku bisa.
Mistressku sedang memasak nasi goreng, baunya enak sekali. Aku jadi lapar.
"Berlutut" katanya saat aku mendekati meja makan.
Aku langsung merendahkan tubuhku, melipat kakiku dan duduk diatas tumitku. Telapak tanganku terbuka keatas, kepalaku tegak, pandanganku kebawah.
"Punggung tegak slave," aku lantas memperbaiki posisiku.
"Mistress bentar lagi beres. Tunggu ya."
"Iya Mistress," kataku patuh.
Mistress melanjutkan kegiatan memasaknya, setelah memasukkan nasi ke piring, ia lalu menggoreng beberapa sosis dan telur. Lalu mengambil susu UHT dari dalam kulkas dan menuangkan susu itu ke gelas masing-masing untukku dan untuknya. Ada banyak stok susu UHT di kulkas Mistress, dari yang satu literan sampai yang kotakan kecil-kecil buat dibawa ngantor. Mungkin dia seorang pecandu, entahlah.
"Berdiri slave," katanya. Ia menyuruhku duduk ke meja makan dengan gerakan dagunya.
Kami makan dalam diam. Aku tak tahu apakah aku boleh berbicara bebas sekarang atau aku masih dalam 'mode submissive' yang tiap gerakannya dikendalikan.
Setelah makan, Mistress memeriksa lukaku lagi, memberi obat ditempat yang masih terasa perih, bahkan meskipun aku berusaha tak merasakannya. Mistress meletakkan obat itu dimeja makan, ia melingkarkan tangannya didadaku.
"maaf," bisiknya ditelingaku. Mistress menyandarkan kepalanya dibahuku. Setitik air bening menetes dari matanya, Mistress buru-buru menghapus air mata itu sebelum aku melihat. Tapi aku sudah melihatnya, hatiku tersayat. Rasanya lebih menyakitkan dari cambukan yang pernah mengoyak tubuhku. 'Saya mencintai anda Mistress, jangan menangis.'
Aku mengutuk diriku yang telah membuat Mistress seperti ini.
***
The rest of the day, mistress memanjakanku. Aku tiduran di pangkuan Mistress, atau kalau pegal aku akan menyelinap ke pelukan Mistress. Pelukan itu jadi tempat favoritku sekarang. Mistress orangnya touchy, suka sekali menyentuhku saat aku didekatnya. Kalau aku berada diluar jangkauannya, ia akan mendekat padaku hanya untuk menyentuh tangan, atau sekedar mengusap kepalaku.
Kami bersantai sambil nonton film komedi romantis, meskipun selama film diputar kami gak berhenti ngomentarin kekurangan filmnya, adegannya yang terlalu menye, atau jokesnya yang kelewat receh.
Seharian itu kami hanya bermalas-malasan, kegiatan Mistress gak jauh-jauh dari meluk aku, nyiumin kening atau rambutku, mengelus kepalaku. Cuman yaa itu, aku masih gak diizinkan pakai apa-apa. Kayaknya habis ini aku harus kerokan deh, masuk angin aku kalau gini terus.
----
BDSM is not abuse, separah apapun scene yang berlangsung pasti ada aftercare-nya...
vote! muach
KAMU SEDANG MEMBACA
Immersed in Shadow
General FictionKetika sebuah cita-cita menjadi nyata, melebur bersama lenguhan dan tetes-tetes keringat. Membuktikan arti kepercayaan dan pengendalian diri. He said : Aku menyerahkan diri padamu, mengendalikan setiap nafas yang kuhirup, mengatur tiap degup jantun...