WARNING!!! EXPLICIT CONTENT!
Dapat dibaca sebagai dongeng sebelum tidur. Enjoy.
___________
Keringat mengalir dari keningku, menetes ke pipinya Rio. Ia masih asik, memejamkan matanya. Menikmati. Aku menegakkan tubuhku, berganti posisi, tanganku pegal. Kami menyatu, bergoyang seirama. Aku memaksanya membuka mata, bulu kuduknya tampak berdiri saat merasakan dominasiku menyetubuhinya. Ia menutup matanya lagi, lalu mendesahkan namaku tiga kali.
Ia kerap kali memalingkan wajahnya dari tatapanku, atau bahkan menutup matanya.
"Sakitkah?" tanyaku penasaran, lidahku menelusuri telinganya. Asin.
"hmmmm, aaahhh," jawabnya. Tidak jelas, gumamannya acak, tak terdengar.
Kalau ia tidak bisa menjawab essai, akan kucoba pilihan ganda.
"Sakit huh? Mulas?" ia menggelengkan kepalanya.
"Enak?" tanyaku lagi.
"Hhhmmph, ye-yes, yes mistress." Ia menggigit bibirnya, menggemaskan.
"Yes apa?! Jawab yang jelas slut!"
"Enak, enak mistress.. please.. call me... slut... I'm.. your slut... mistresss"
Aku mendorong pinggulku, melesakkan strapon lebih dalam, semakin dalam.
"You like this dirty slut?" Rio mengangguk, nafasnya tidak teratur.
Aku membiarkan dia menikmati itu, precum nya mengalir deras. Seketika tanganku menampar cepat pahanya bagian dalam.
Refleks ia menjerit. Oh, untung play room ini kedap suara.
Tanganku masih dengan riang menyentuh pahanya, lagi dan lagi. Nyanyiannya membuatku bersemangat menyisakan bekas merah disana. Rantai besi beradu seiring dengan hentakkan kakinya saat menerima spank. Teruslah menggeliat Rio, berontaklah, mendesahlah dengan kencang.
Aku melepas strap on dan melemparnya sembarang. Bibiku mulai menciumi paha Rio yg merah. Perutnya yg rata, dan terus naik ke atas. Jari tengah dan telunjukku membuka paksa mulut Rio dan menahannya agar terus terbuka. Aku asik mencumbu putingnya yang mengeras, menyedot dan menggigit berulang-ulang.
Rio tak memiliki cukup tenaga untuk berontak, yg bisa ia lakukan hanya menerima perlakuanku sambil mendesahkan namaku.
"Mistress, aah mistress." Sahutnya berulang-ulang dengan intensitas pengucapan ah yang semakin sering.
Rio mulai resah, apa yang kulakukan membuat penisnya menggembung, menghimpit duri-duri yang ada dalam chastity. Aku melepaskan tanganku dari mulutnya.
"Sesak mistress" ibanya
"Sebentar lagi akan lebih sesak Rio."
Kataku sambil menempatkan lututku disamping kepalanya.
"Bernafas Rio"
Rio menarik nafas panjang, tepat saat vaginaku menutup hidung dan mulutnya.
Semenit pertama semua berjalan dengan lancar, nafas Rio panjang juga. Kugoyang-goyangkan pinggulku, hidung Rio menggesek manja klitorisku, rasa yang menyenangkan, terutama saat badan Rio menggelinjang, mulutnya membuka, berusaha mencari udara. Kuangkat pinggangku sedikit, kubiarkan Rio mengambil dua tarikan nafas lalu kududuki lagi.
Mulut Rio membuka liar, sepertinya tak sabar ingin merasakan vaginaku, ah greedy little whore.
"Tutup mulutnya," kuberikan sedikit ruang agar ia bisa menutup mulutnya. Rio menarik nafas panjang-panjang. Oh kehabisan nafas rupanya.
Aku melakukan breathplay beberapa kali lagi, kali ini aku tak menahannya terlalu lama karena nafasnya semakin lama semakin pendek. Sensasi yang ditawarkan hidungnya menggelitikku, semoga lidahnya bisa berguna untukku.
Aku menganggkat bokongku dari wajahnya, tanganku mendongakkan dagu Rio agar matanya dapat menatapku.
"I'll give you a chance to prove that you can satisfy me."
"Yes mistress."
Bibir merahku mengecup wajah Rio, menyisakan bekas merah di pipi dan kening Rio. Ciumanku berakhir di telinganya.
"Make me cum," desahku ditelinganya, gigi dan lidahku bermain disana, cukup untuk membuatnya ikut mendesah kesakitan. Aku tersenyum senang, chastitynya penuh tak bersisa. Penasaran apa yang dirasakan Rio saat ini. Aku harus menanyakannya nanti.
"Tounge out, make it hard!"
Rio melakukan apa yang kuperintahkan. Lidah Rio menyentuhku, menggelitikku hingga ke ubun-ubun. Ah tak perlu diceritakan apa yang dilakukan lidahnya bukan.
Aku meraih vibrator diujung kasur, Rio berusaha menggapai tubuhku yang menjauh. Aku tertawa melihatnya,
"Doyan huh?" Rio mengangguk kepalanya cepat, lidahnya masih terus menusuk-nusuk.
"Tarik nafas Rio."
Aku memastikan Rio mengambil nafas sebelum menduduki wajahnya lagi.
Tak lelah Rio terus menggodaku, getaran vibrator mengiringi permainannya, selaras, seirama, sepakat untuk membuatku mencapai titik pelepasan.
Aku menyemburkan cairan bening ke wajah Rio, sebagian masuk ke mulutnya yang terbuka. Puas. Tak berhenti disitu, Rio langsung membersihkan sisa-sisa cairan yang masih ada padaku.
Aku menjauhkan pinggulku dari wajahnya, matanya terpejam, aku membersihkan cairanku dari mata dan hidungnya. Ku pandangi Rio yang berantakan. Sexy. Senyumku tersungging.
"Good boy."
Rio ikut tersenyum denganku, "Thankyou mistress."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Immersed in Shadow
General FictionKetika sebuah cita-cita menjadi nyata, melebur bersama lenguhan dan tetes-tetes keringat. Membuktikan arti kepercayaan dan pengendalian diri. He said : Aku menyerahkan diri padamu, mengendalikan setiap nafas yang kuhirup, mengatur tiap degup jantun...