Mistress sedang tiduran di sofa, pandangannya fokus pada kertas ditangan, TV masih menyala terabaikan. Aku mendekatinya, bersimpuh dihadapan Mistress. Sepasang kaki itu menarik perhatianku. Jari kakinya yang imut itu bergerak-gerak natural mengikuti irama, meskipun irama tersebut hanya Mistress yang mendengarnya.
Aku meneguk air liurku. Kaki Mistress tampak, sexy.
"Can i worship your feet Mistress?"
"No," jawabnya ringan
"Why can't i?"
Mistress hanya menyunggingkan senyum miring tanpa melirik kearahku. Ia memutar-mutar pensil dijemarinya sebelum menulis sesuatu di kertas itu.
"Kamu seharusnya belajar sesuatu dari training kemarin."
Aah, iya sesuatu itu.
"Could i please worship your feet Mistress?"
"That sounds better. But still no."
Aku memajukan posisi dudukku lebih dekat dengan Mistress. Aku menyandarkan kepalaku ke sofa, bersuara dengan nada manja.
"Kenapa? Rio kangen Mistress."
Mistress mengelus-elus kepalaku.
"After this baby."
"Rio boleh liat HP Mistress gak?"
"Sure."
Mistress lalu menyodorkan jempolnya untuk membuka lockscreen.
"Rio boleh liat-liat chat Mistress gak?"
Pertanyaanku dijawab dengan anggukan. Mistress sering tiba-tiba ngecek hpku. Aku juga sudah lama ingin ngecek HP Mistress. Dengan siapa Mistress bicara, temannya kah, apakah ada laki-laki lain dalam hubungan kami. Aku penasaran sampai mampus, tapi keberanian buat ngecek itu gak pernah ada.
Line apps Mistress terkunci, aku hanya perlu menyodorkan hp untuk membukanya, tetapi hatiku ragu. Sejujurnya, aku gak begitu tau tentang kehidupan sosial Mistress, atau bagaimana ia ditempat kerja. Yang aku tau hanya sepak terjang Mistress didunia per-bdsm-an dan tentang keluarganya.
Aku mengurungkan niat untuk membuka line apps nya, mataku teralih dengan logo whatsapp. Aplikasinya tidak terkunci, aku hanya perlu menyentuh logonya saja, buka, enggak, buka, enggak... haaah
Aku meletakkan hp Mistress dimeja, lalu meraih hpku, membuka Mobile Legend yang udah lama terbengkalai. Mistress jarang mengizinkan aku main game saat bersama dia.
Jemari Mistress meraba eternity collarku, lalu menariknya. Aah, lagi main nih.
Mistress menarik dan mendorongku, karena collarku pendek jadi aku pasrah aja ngikutin arah permainan Mistress, daripada leherku sakit.
"Lehernya jangan gerak-gerak dong sayang..."
Mistress lalu menarik-narik collarku. Leherku ikut maju.
"Ih dibilang jangan gerak juga. Ga nurut banget sih"
Mistress masih memainkan collarku, kekanan kekiri.
"Kayaknya bagus kalo ada bandulnya deh..."
Aku masih fokus sama game yang sebentar lagi aku menangkan saat tangan Mistress naik mencengkram rahangku, memaksa wajahku menghadap wajahnya.
"Kalo ditanya, jawab." Tatapannya mencari manik mataku, ia tersenyum sekilas. Kemudian digoyang-goyangkan kepalaku sesuka hati Mistress. Refleks aku menutup mata.
"Buka matanya. Mau lanjutin main game, atau main sama Mistress?"
Tak perlu berfikir dua kali buat jawab pertanyaan ini,
"M-main sa-sama Mistress..." Kataku.
Mistress tersenyum, tatapannya menjadi lebih serius.
"Merangkak!"
Dengan patuh kuposisikan tubuhku agar Mistress dapat menunggangiku. Ia menggunakan rambutku untuk mengatur arah.
"Jalan," katanya sambil memukul bokongku..
"Am i heavy?"
"No, Mistress..."
Mistress membawaku ke kamar.
Haaah, untung gak disuruh ke playroom, ngebayanginnya aja bakal susah.
Mistress turun dari punggungku, ia mengambil spider gag dari salah satu laci. Looh ternyata di kamar ada tools juga, aku baru tahu.
Mistress memakaikan gag itu dimulutku. Ia menatap wajahku puas sebelum duduk ditepi kasur. "If you doing good today, you allow to sleep with me tonight. Do you understand me?"
Aku mengangguk-angguk girang.
Yes tidur sama Mistress yes... minggu kemarin aku gak bisa bertemu mistress karena ia ada tugas diluar kota...
"Jawab kalo mistress tanya. Jangan buat mistress ngulang-ngulang aturan dasar, slave."
"ehya essyes" (iya Mistress)
"Haha kamu ngomong apa sih... Lucu banget deh."
Mistress mencium puncak kepalaku.
"Now, kontrol air liurnya ya sayang, do not drolling too much. Okey?"
Aku mengangguk cepat. Kalo pakai gag ball masih bisa ngomong, tapi kalo pakai yang ini suaranya gak jelas banget. Aku hanya bisa angguk- angguk, geleng-geleng.
"Kamu ingat safe word saat pakai gag gimana?"
Aku ingat, aku lantas melakukan kontak mata dengan Mistress lalu menggelengkan kepala tiga kali.. uh, uh, uh
Mistress panik. Ia memegang kedua pipiku lalu menatap mataku dalam.
"Rio gak apa-apa? Ada yang gak nyaman? Susah nafasnya??"
Katanya seraya melepas gag dari mulutku.. loh kok jadi gini? Kirain mau mulai scene, kok udahan. Belom diapa-apain padahal.
"Nafas dulu, deep breath..."
Aku mengikuti kata-kata mistress, bernafas tenang dan teratur. Mistress mengecek denyut nadiku. Denyutnya pasti normal, jelas, kan aku gak kenapa-kenapa. Mistress mengerutkan kening, mungkin sedang menerka apa yang terjadi pada diriku.
"Kamu tadi kasulitan nafas? Gag nya terlalu besar?"
"Rio gak apa-apa mistress. Kan tadi mistress tanya safe wordnya gimana, jadi tadi Rio ngejawab pertanyaan mistress. Bukan karena rio mau berhentiin scene."
"Huuh, mistress kira ada apa, sampai nyebut safe word segala. Padahal baru pake gag aja. Belom yang lainnya."
"Maaf Rio buat mistress khawatir."
"Yaudah lah..." Mistress melenggang keluar dari kamar sambil mengibaskan tangannya.
"Mistress mau kemana?? Rio minta maaf... Please lanjutin scenenya."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Immersed in Shadow
General FictionKetika sebuah cita-cita menjadi nyata, melebur bersama lenguhan dan tetes-tetes keringat. Membuktikan arti kepercayaan dan pengendalian diri. He said : Aku menyerahkan diri padamu, mengendalikan setiap nafas yang kuhirup, mengatur tiap degup jantun...