31

3.2K 168 2
                                    

"Noura, makan dulu." ujar Anriana sembari mengetuk pintu kamarnya berkali-kali.

"Iya, duluan aja." Noura dengan malas turun dari kasur dan mengecek penampilannya sekilas di cermin. Noura seharian ini mengurung di kamar dengan alasan capek. Mamanya hanya mengangguk mencoba mengerti apa yang dirasakan Noura.

"Sebenernya males banget gue makan, kalau bukan karena gue pen balik ke Indo, ogah banget gue makan." ujar Noura lalu membuka pintu kamarnya dan turun menuju ruang makan.

Noura duduk di kursi yang selama seminggu ini ia duduki. Dan selama seminggu itu pula dirinya harus bertatap muka dengan papa tiri dan mama kandungnya itu. Oh iya, jangan lupa dengan anaknya. Anak dari papa tirinya yang umurnya diatas Noura setaun.

"Makannya yang banyak dong, Ra." ujar papa tirinya, Sam. Noura hanya mengangguk tanpa menatap orang yang mengajaknya bicara. Noura masih merasa takut dengan papa tirinya ini. Setiap bertemu dengan Sam, Noura selalu teringat oleh perkataan mamanya. Sam itu pedofil. Sam pernah menyukainya. Noura takut jika hal itu masih dirasakan oleh Sam. Makanya Noura tidak pernah berdekatan dengan Sam. Noura akan selalu membuat jarak.

"Noura sama Dave gapapakan kalau mama sama papa tinggal selama tiga hari? Kami harus mengawasi pembangunan gedung di Singapura." ujar Anriana yang langsung diangguki oleh Sam. Noura saling tatap dengan Dave, walaupun hubungan mereka berdua tidak begitu baik tapi jika sudah berhubungan dengan pekerjaan orangtuanya yang super sibuk itu mereka dengan senang hati akan setuju.

"Gapapa kok ma, Dave bisa jagain Noura." ujar Dave sembari tersenyum meyakinkan. Anriana dan Sam ikut tersenyum melihat kedua anaknya. Walaupun bukan gabungan dari darah daging mereka berdua, tapi Noura dan Dave bisa merasakan kehangatan yang diciptakan.

"Ah, baiklah. Kalau begitu, mama dan papa tidak akan khawatir dengan kalian berdua. Papa percaya sama kalian." ujar Sam sembari meminum air mineral untuk menutup makan malamnya.

* * * * *

Noura membuka matanya ketika dia merasakan sinar matahari yang menerpa wajahnya. Lalu dia melihat jam dinding sudah menunjukan pukul 9 pagi. Dengan malas, Noura turun dari kasur dan menuju ke dapur untuk membuat susu. Kebiasaan minum susu di pagi hari itu muncul saat Noura tinggal di bersama mamanya. Setiap pagi mamanya akan membuatkan susu terlebih dahulu sebelum berangkat kerja.

"Jadi, hari ini ga ada susu?" gumam Noura sembari mencari gelas dan susu yang biasanya mamanya buat.

"Susunya? Astaga, ga ada susu beneran? Jadi, pagi ini gue ga minum susu. Tau ah." Noura mengambil botol soda lalu menutup pintu kulkas. Pagi ini dia akan minum soda saja. Dia mengisi gelas kosong tersebut dengan soda secukupnya.

Saat hendak meminumnya, gelas tersebut sudah berpindah tangan. Dengan kesal dia mencoba kembali mengambil gelas tersebut dari kakak tirinya itu.

"Gabaik pagi-pagi minum soda." ujar Dave lalu membuang soda itu ke wastafel. Noura menatapnya sinis.

"Diam, aku hanya ingin minum. Aku mencari susu tapi aku tidak menemukannya. Dan kebetulan di kulkas ada soda , yasudah aku ambil saja." ujar Noura sembari melipat tangannya di depan dada.

"Astaga, susu itu ada di kulkas depan. Di dapur tidak ada susu. Kau sudah seminggu tinggal disini, tapi kenapa kau tidak tahu hal itu." Noura hanya menaikan bahunya lalu berbalik dan bergegas kembali kekamarnya.

Noura merebahkan dirinya di kasurnya kembali sembari menatap langit-langit kamarnya. Warna dinding kamarnya sangat sesuai dengan yang Noura inginkan. Hitam dengan lampu bintang-bintang kecil yang menempel di dindingnya.

"Ra, ini susunya." Dave langsung membuka pintu kamar Noura yang tidak dikunci. Noura menatap gelas yang dibawa oleh Dave. Ah, susu itu sangat menggiurkan.

"Duh, kalau mau masuk ketuk dulu pintunya. Untung cuma tiduran." ujar Noura lalu mengambil alih gelas yang diberikan Dave.

"Haahh, nih gelasnya. Makasih." ujar Noura lalu mengembalikan gelasnya pada Dave. Dave memutar bola matanya malas.

"Sorry, bukan babu. Balikin sendiri." Dave menarik tangan Noura lalu meletakan gelas kosong tersebut ditangan Noura. "Nih, jangan lupa dicuci."

"Jahat." gumam Noura.

* * * * *

Valen kembali tidur setelah mendapat pesan dari Darryl yang mengatakan kalau Darryl ingin ke bandara untuk menjemput sang kakak, Diva. Padahal ini masih jam lima kurang. Valen hanya menggelengkan kepalanya mengetahui kalau Darryl dan Daniel memang sangat menyayangi kakak tirinya itu.

Sekarang sudah pukul sepuluh pagi dan seharusnya Darryl sudah membuatkan makanan untuk dirinya. Tapi apa ini? Di meja makan hanya ada tempe dan sambal. Dan Valen tersadar kalau tadi Darryl akan menjemput Diva. Tapi seharusnya jam segini mereka sudah sampai. Lalu kemana mereka.

Valen mengambil hapenya yang dia letakan di atas meja lalu mencoba menghubungi Darryl. Dering pertama dan kedua tidak diangkat dan baru dering ketiga dia angkat.

"Ngapa?"

"Masih lama? Gue laper, beliin makanan."

"Heh, Iya. Mau apa? Gue lagi baek nih."

"Cukup bubur ayam depan komplek rumah lo. Tapi pesannya lima. Oke?"

"Bodo amat, bukan temen gue."

Tutt

"Anjir bocah, langsung dimatiin." Valen menatap layar hapenya dengan kesal. Tapi matanya tak sengaja membaca tulisan 'kesayangan' yang berada di bawah nama Darryl. Hanya dengan membaca itu, Valen jadi bad mood. Sudah tidak ada makanan, perutnya lapar, tidak dianggap teman oleh Darryl, Darryl main mutusin sambungan telpon, lalu sekarang dia merindukan Noura.

Gini amat ya nasib gue. -Valen

Pintu rumah Darryl terbuka dan muncullah gadis yang sangat dikenal oleh Valen. Siapa lagi kalau bukan Diva. Diva langsung melompat ke sofa sebelah Valen lalu mencubit pipi Valen gemas.

"Kangen," ujarnya lalu memeluk Valen. "Jadi, udah baikan nih?" lanjut Diva lalu melepaskan pelukannya dan menatap Darryl dan Valen.

"Udahlah, biarin cewek yang kali ini buat dia aja. Gue ngalah." ujar Darryl sembari menarik koper Diva yang besar dan berat.

"Taroh di kamar gue ya, adek sayang. Jangan lupa dirapiin." ujar Diva dengam wajah tanpa dosanya. Padahal Diva tahu kalau bawaannya berat. Tapi biarkan, Diva sedang ingin mendengarkan Valen.

"Jadi, kenapa muka lo ketekuk gini?" tanya Diva sembari menekan kedua pipi Valen dengan telapak tangannya.

"Gapapa kak, cuma masalah cewek."

"Widih, udah gede ya lo. Dah punya cewek trus dah punya masalah. Salut gue." ujar Diva yang setelahnya mendapat tatapan sinis dari Valen. Diva hanya tersenyum kecil lalu menunjukan jari telunjuk dan jari tengahnya.

"Jadi, disini lo mau denger cerita gue apa mau ngeledek?"

Hello guys! Gue update yes.. Sorry lama update nya 😂😂 hehe..

Waktu gue baca ulang berasa ada yang ga nyambung aneh gitu, tapi gue gatau di bagian mananya. Yang ngerasain kasih tau yaa..
Oiya, jangan lupa vote sama comment nya. Btw, makasih lah ya buat yang udah ngeVote, comment, trus masukin ke reading list juga.

Gue sayang kalian 😘

My Trouble is BadboysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang