17. Moment Tilang

93 19 7
                                    

   Sore ini, gue pergi lagi. Kali ini bukan ke toko buku, bukan pula ke taman deket kuburan. Di bawah naungan mendung hitam ini, gue mengendarai sepeda motor gue menuju taman di persimpangan lampu lalu lintas. Gue lalu memarkirkan motor gue di sembarang tempat dan nongkrong gaje. Gue lalu menghayalkan sesuatu.

   Saat gue tengah asik berpangku tangan di paha gue dan menghayal, ada suara klakson bus yang lagi viral itu tuh. Gue nggak akan menyebut namanya karena ada sumber yang bilang kalau maksud dari 'om telolet om' adalah 'mari menyembah pohon'. Eh, kok gue malah ngomong sih? Ah.. mangap ya. Gue kelupaan, wajar tampang-tampang tua. Gue kaget setengah hidup mendengar suara klaksonnya yang begitu menggelegar. Dan ternyata di samping gue, ada anak-anak kecil yang teriak kegirangan. Karena mereka telah membubarkan khayalan gue, jadi gue marahin mereka.

"Hey!! Kalian itu ya! Cuman bis lewat aja diteriakin. Nggak seru tahu!! Mending nih, kalian belajar 'Kiat-Kiat Agar Tidak Menjomblo'. Kayak kakak ini.. 😃" marah gue sekaligus ceramah gue.

"Hey!! Asal kakak tahu ya.! Teriak-teriak gini tuh asik. Daripada kakak, udah jones, lumutan, tampang pas-pasan." telak salah satu anak.

"Lo.. lo tahu darimana kalau gue jomblo? Ngenes pula" tanya gue dengan ekspresi datar.

"Tampang kakak.. Hahahahaahha..." jawab dia sembari tertawa.

"Njrrr... lo gue gampar mati!" umpat gue.

"Nggak takut kok. Ayo temen-temen, kita teriak lagi. Gara-gara kakaknya ini kita jadi ketinggalan 3 bis!" ajaknya pada temannya seraya melototin gue tanpa ada dosa lalu pergi ninggalin gue.

"Hihh..." umpat gue seraya melempar sandal gue ke arah anak yang tadi.

"Eitss.. nggak kena, nggak kena... wlekk 😛" dia ngejek gue sembari membawa kabur sandal gue satu-satunya.

"Bangsat!! Lo anak kecil licik juga ya! Balikin sandal gue woy!! 😱. Sandal-sandal siapa??!!!!" teriak sekaligus umpat gue marah-marah.

   Mereka lari. Dan tinggal gue sendiri. Gue lalu mengamati kaki gue. Yang satu cantik pakai sandal, yang satunya lagi cantik tapi nggak pakai sandal. Memangnya, kaki ada yang cantik ya? Sumpah, gue kesel sama anak-anak itu. Gue janji deh, nggak akan gangguin kesenangan mereka lagi. Gue bingung, masak gue naik motor dengan keadaan sandal satu sih? Alhasil, terbesit ide konyol gue untuk melepas sandal gue yang tinggal satu. Gue taruh di jok motor. Eh, baru aja menyertater motor, hujan sudah turun. Gue panik, mana hujannya langsung deras lagi. Akhirnya, gue berteduh di rumah seberang jalan.

"Permisi.. permisi.." sapa gue pada si pemilik rumah. Astaga, bagaimana ini 😯? Lantai terasnya kotor kena jejak kaki gue. Ya, semoga nggak marah lah.. gue nggak sengaja.

"Iya." jawab seorang cewek seumuran gue sembari berjalan menuju pintu.

"Eng... aku boleh numpang berteduh nggak?" tanya gue pelan.

"Boleh. Bentar ya.." sahutnya seraya berjalan masuk kembali. Untung dia nggak ngelihat lantai terasnya. Tetapi nanti, pasti dia lihat. Bagaimana ini?

   Gue masih stay di depan pintu. Dan masya Allah.. cewek yang tadi cantik banget. Punya lesung pipit, manis, cantik, lemah lembut. Kalau aja gue jadi pacarnya. Eh, ya kalau dia masih free dan mau sama gue, guenya alhamdulillah. Tapi kalau enggak, ya gue cukup bilang 'nggak papa lah..'. Tak lama kemudian, dia datang lagi. Kali ini bukan dengan sejuta kemanisan, tetapi dengan sejuta kemurkaan.

"Hey! Lo siapa? Mau apa ke sini?? Dan itu, dan itu apaan coba?!! Hah?? Lo ngotorin teras rumah gue! Bersihin sekarang, atau gue bilang ayah. Ayah gue polisi asal lo tahu!!!" cerocosnya yang tanpa dia sadari, ludahnya muncrat ke wajah gue. Oke fine, gue masih kuat kok. Nanti kalau gue udah nggak kuat, gue tinggal melambaikan tangan saja.

Balada Jomblo NgenesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang