| NOL

6K 540 19
                                    

Lagi.
Dia datang lagi. Kali ini, menemaniku mengerjakan dua iPhone yang perlu diganti baterai. Kalau kemarin si Tinggi Besar muncul di lantai satu, sekarang, si Gadis Berseragam Sekolah ini yang muncul di ruangan Service.

"Nggak pulang lo?" Itu Dion, pemilik Micro Gadget Store and Service berlantai dua ini. Sahabat baikku sejak SMA.

Aku menggeleng, "selesaiin ini dulu, bentar," tanganku sibuk memasang bagian LCD ponsel.

"Kirana nggak ada yang nganter." Dion mengambil jaket yang tergantung di samping pintu lalu memakainya.

"Lo anterin, dong. Sebagai gebetan yang baik," sahutku yang kembali mengecek baterai dengan power supply.

"Gue ada urusan. Buruan rampungin, kasian si Kirana di bawah, nunggu."

Mataku melirik Dion yang mengambil helm di atas rak ponsel dan pergi meninggalkan ruangan Service tanpa menjelaskan lebih lanjut, kenapa harus aku yang mengantar karyawan kesayangannya itu.

Setelah memastikan baterai baru yang terpasang, berfungsi, kumasukkan ponsel tersebut ke wadah plastik dan melabelinya sesuai nama pemilik yang tertempel di LCD ponsel. Sementara iPhone 6s yang harusnya kukerjakan, terpaksa diletakkan lagi ke rak ponsel yang masih menunggu disentuh tiga orang penghuni ruangan Service ini ; Aku, Age dan Maya. Ah, iya, Maya adalah perempuan satu-satunya yang menjadi dokter ponsel di Micro Gadget Store and Service ini, perempuan yang selalu berurusan dengan bobol-membobol iCloud yang terkunci.

Setelah memakai windrunner nike yang jarang masuk laundry ini, aku segera keluar, mengunci pintu ruang Service dan turun ke lantai satu. Mataku tertuju pada sosok perempuan belanda yang berdiri di belakang Kirana. Begitu tatapan kosong itu menyadari kehadiranku, sosoknya pun menghilang.

"Dion mau kemana, emangnya?" Tanyaku sambil mengunci setiap etalase yang berisi gadget baru siap dibeli.

"Nggak tahu, katanya, sih, ada urusan ke Bandung. Besok dia juga nggak bakal ke sini." Jelas Kirana yang kemudian berdiri dan berjalan keluar toko.

Setelah beres, kumasukkan kunci etalase ke dalam tas sambil mengikuti Kirana keluar. Membiarkan Kirana yang mengunci toko berlantai dua ini.

______

Jam sebelas lebih lima menit. Kalau bukan karena mengantar Kirana pulang, mungkin aku sudah menyelesaikan dua iPhone yang perlu diganti baterai tadi dan mengecek kerusakan di Samsung Galaxy Tab 3 milik sepupu Age.

"Iya, Ma, besok aku pulang."

Mataku beralih memandang perempuan yang berjalan beberapa meter di depan. Dia tetangga sebelahku, kalau tidah salah namanya Nata. Beberapa penghuni Flat di lantai empat sering membicarakannya. Termasuk Mas Angga, yang pernah salah mengambil jemuran dan kebetulan yang diambil bukan celana dalam istrinya tapi cepana dalam milik Nata. Untung saja aku tidak menggunakan balkon atap gedung untuk menjemur pakaian seperti beberapa penghuni lainnya. Semua baju kotorku sudah diambil Fresh Laundry di seberang Flat ini.

"Kamu ngapain?"

Pertanyaan itu membuat cengiran bodohku muncul. Baru saja mau menjawab, bibirku terkatup rapat saat sosok laki-laki yang sejak tadi mengikuti Nata, menatapku dengan bola mata putih yang terasa menusuk.

Tanpa sadar, aku memang melewati pintu unitku dan berhenti satu meter di belakang Nata.

Aku balas menatap sosok laki-laki itu dan tersenyum pada Nata, "lain kali, jangan pulang sendirian jam segini. Bahaya."

Aku berbalik, berjalan ke pintu unitku dan memasukkan password rumah. Flat ini adalah satu dari empat Gedung Flat di Jakarta Pusat yang sudah menggunakan kunci pintu digital.

"Levin."

Aku menoleh setelah membuka pintu rumah. Nata dan sosok yang mengikutinya itu menatapku.

"Aku tahu kamu Indigo."

Oke, kenapa dia tiba-tiba ngomong begitu?

Sosok laki-laki yang mengikuti Nata langsung menghilang. Aku memperhatikan sekitar, hanya ada bayangan putih yang melintas di dekat tangga. Sosok laki-laki tadi lenyap.

"Tahu darimana?" Aku bertanya dan kembali memandang Nata.

"Kamu pikir, aku nggak bisa dengar teriakan 'bangsat', tiap kali kamu bangun tengah malam?" Sahut Nata yang membuatku sadar akan satu hal.

Ada empat unit di lantai lima ini yang tidak kedap suara. Salah satunya, unit kamarku dan kamar Nata yang sebelahan.

Baru saja berniat meminta maaf, teriakan histeris dari lantai tiga membuat aku dan Nata saling pandang. Dalam tiga detik, kami sudah berlari kencang menuruni tangga darurat.

______

Hallo, ketemu lagi ya, kita.
Kali ini gue bwa cerita thriller dari setting Apartement/Flat.

Ad yg setuju sm setting Apartement ya, wktu gue tnya di salah satu bab 13Days.
Jadilah cerita ini lahir.

Kali ini, mungkin lebih nyantai dari 13Days. Tapi nggak tau deh, terserah pembaca aj yg menilai.

Semoga suka ceritany dan jangan lupa tinggalkan jejak VOMMENTS ya (:

Rayreblue.

TS[2] : SHADOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang