| TUJUH BELAS

1.6K 266 8
                                    

"Kamu serius mau ke Semarang?" Nata mengulang pertanyaannya dan Levin mengangguk. Mereka berdua sedang duduk di salah satu kursi, menunggu pesanan kebab datang.

Levin menangkap ekspresi Nata yang datar dan terkesan sedang bingung. Diperhatikannya perempuan itu cukup lama sampai helaan nafasnya terdengar, "kenapa?" Levin bertanya penasaran.

Nata menggeleng, "nggak, kamu mungkin emang butuh istirahat," jawaban itu membuat Levin tersenyum.

Nata merogoh saku celananya, ekspresi kaget bercampur dengan panik itu kembali membuat Levin memperhatikannya. Nata berdiri, merogoh saku celana sekali lagu lalu saku jaketnya. Levin memandang, matanya memberi isyarat pertanyaan 'kenapa?'.

"Handphoneku nggak ada." Nata terdengar panik.

"Bukannya lo baru pulang dari Karawang?" Levin bertanya karena ia pikir perempuan itu memang baru pulang dari Karawang dan mengajaknya pergi makan kebab.

Nata diam, berpikir untuk beberapa menit sampai kedatangan pemilik warung yang membawa dua kebab special membuyarkan pikirannya. Levin melahap kebabnya lebih dulu sementara Nata masih duduk diam, masih berpikir.

"Ketinggalan di rumah kali." Levin mencoba menenangkan Nata yang terlihat jelas masih kebingungan.

"Iya, mungkin," Nata tersenyum dan melahap kebab pada akhirnya.

______

Sudah setengah jam ia berdiam diri di mobilnya yang terparkir di halaman depan rumah orang tuanya. Entah sudah berapa kali ia menghela nafas dan mengacak rambutnya sampai akhirnya ia menarik kunci pintu mobil dan keluar. Ia membalas sapaan beberapa anak panti dan pengasuh yang sedang berkumpul di halaman. Langkahnya terasa makin berat saat masuk ke rumah, kali ini berbagai pertanyaan menghantam kepalanya, menuntut Age untuk mengeluarkan begitu bertemu,

"Ma," panggil Age saat melihat Ibunya sedang mengobrol dengan Kepala Panti.

"Age!" Hellen meninggalkan Kepala Panti dan memeluk Age. Kejadian beberapa hari lalu membuat Hellen merasa bersalah.

"Aku mau ngomong sama Mama, Bu Haryani ada perlu yang penting banget?" Tanya Age yang kemudian dijawab gelengan oleh Hellen.

"Bu, kita bicarakan masalah ini besok pagi." Hellen tersenyum hangat pada Bu Haryani.
Setelah pamit, Bu Haryani keluar membawa beberapa catatannnya.

Hellen membiarkan Age duduk di sofa ruang tengah sementara ia membuatkan secangkir cokelat panas kesukaan Age setiap kali pulang. Age berusaha menahan diri untuk tidak memberondong pertanyaan pada Ibunya, ia hanya perlu meminta dengan sepenuh hati agar Ibunya menceritakan apa alasan dibalik pembebasan Rega.

"Mama tahu kamu minta penjelasan," Hellen kembali dari dapur, meletakkan nampan bersisi dua cangkir cokelat panas di coffee table lalu duduk di sofa tunggal sebelah Age.

"Jadi, apa alasannya, Ma?" Age bertanya, to the point tanpa menanyakan kabar kesehatan Mamanya dan beberapa pengasuh di panti. Ia sudah tidak bisa menimbun pertanyaan lebih lama.

"Yang membunuh orang tua mereka bukan Rega tapi Dirga. Dari awal Mama tahu karena Rega mohon-mohon supaya Mama mau bantu dia, tapi karena waktu itu Mama berpikir Rega sudah neror kamu dan Tara, makanya Mama menolak,"

"Tunggu, maksud Mama, Rega mohon-mohon supaya Mama mau—

"Mama nggak punya alasan lain, Ragen. Mama cuma melakukan apa yang perlu Mama lakukan untuk membela orang yang sama sekali nggak bersalah."

"Ma, dia yang ada dibalik kasus Shadow." Age menatap tak percaya Ibunya yang kaget mendengarnya.

"Apa maksud kamu, Nak?"

TS[2] : SHADOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang