| SEPULUH

1.8K 322 16
                                    

"Nggak aktif." Age memandang Jihan yang duduk di samping Nata. Ketiganya berada di depan ruang autopsi, menunggu petugas kepolisian mempersilahkan keluarga melihat kondisi mayat

"Dia bilang, duluan, sekarang malah nggak jelas dimana." Gerutu Jihan yang kemudian berdiri, mondar-mandir seperti Nina saat Kakak Sepupu Nata itu masih menunggu sebelum akhirnya memutuskan pulang menyiapkan pemakaman dan hal-hal yang lain terkait kematian Widya.

"Sudah menunggu lama?" Pertanyaan itu datang bersama derap langkah cepat di lorong. Tanu berhenti di samping Age yang masih terus menghubungi Levin.

"Halo, Pak Detektif." Sapa Age selewat dan kembali menekan nomor telepon Levin.

"Dimana Levin?" Pertanyaan itu membuat Nata yang menangis tertunduk, pun mendongak, memandang Tanu yang menunggu jawaban.

Jihan menatap Age yang tak juga menjawab. Nata juga sudah bungkam sejak mendengar kabar tewasnya Widya—sepupu terdekatnya.

"Tadi, dia bilang mau duluan. Sampai sekarang malah nggak ada. Mungkin dia ketemu temen dulu atau—

"Dia pergi pakai motor maticnya?" Ekspresi Tanu berubah drastis yang tadinya mulai relaks menjadi kaget bercampur panik. Ia bahkan memotong penjelasan Age.

"Seharusnya dia di tempat kejadian." Nata angkat bicara untuk pertama kalinya.

"Terakhir saya lihat, dia pergi. Udah nggak ada di kerumunan warga di tempat kejadian." Ekspresi Tanu tak bisa dijelaskan.

"Damar! Lo di rumah? Levin dimana?" Age terdengar panik, ia tahu ada yang tak beres dengan teman baiknya itu—ia masih ingat bagaiamana Levin hilang 24 jam dan ternyata tergeletak di Flat tanpa ada yang tahu.

"Motornya?" Age memejamkan mata, menenangkan diri sambil mendengarkan Damar di seberang telepon.

"Ya udah, lo jaga rumah aja," Age memijat keningnya, "oke, Dam."

Semua mata tertuju padanya saat ia kembali ke bangku ruang tunggu. Jantungnya berdegup kencang, perasaannya mulai campur aduk. Kepalanya berusaha meraih berbagai macam alasan positif kenapa Levin tidak bisa dihubungi dan tidak jelas berada dimana. Age mengenal Levin sejak SMA, biasanya ponsel Levin selalu aktif bila dihubungi—minimal, anak itu tidak menjawab telepon karena tidur.

"Damar bilang, motor Levin nggak ada di parkiran basement." Age menjelaskan, ia terlihat lebih kebingungan sekarang.

"Saya harus kembali ke kantor. Kabari lagi kalau Levin datang, ada yang perlu saya bicarakan sama dia." Tanu pamit, meninggalkan Age, Jihan dan Nata di ruang tunggu.

Age mengurutkan kembali apa yang terjadi. Ia dan Jihan mengantar Nata ke rumah sakit setelah Levin mengatakan kalau ia pergi duluan. Seharusnya Levin ada di rumah sakit, menunggu autopsi selesai, kecuali petugas hanya mengijinkan keluarga yang melihat kondisi mayat. Artinya, Levin pergi ke tempat kejadian untuk mencari tahu dan Tanu terakhir kali melihat Levin di kerumunan warga lalu menghilang.

"Ji, lo jagain Nata sampai Mbaknya dia balik lagi, ya? Jangan ditinggalin," ujar Age yang kemudian bangkit.

"Lo mau kemana?" Jihan menahan pergelanga tangan Age sebelum laki-laki itu berjalan pergi.

"Balik ke rumah gue dulu. Kabarin kalau kalian udah pulang ke Flat." Age tersenyum tipis dan meninggalkan Nata berdua dengan Jihan.

TS[2] : SHADOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang