Satu jam penerbangan terasa sangat lama dan Levin tidak bisa tenang, sama sekali. Bundanya panik setengah mati mengetahui ia pergi bukan karena urusan kerja tapi karena urusan nyawa dan Shadow. Levin sudah menghubungi Tanu sebelum terbang dan sialnya, nomor Detektif itu tidak bisa dihubungi. Ia terpaksa meminta Dion datang menjemputnya satu jam ke depan.
Kepanikannya memuncak saat mobil Dion berhenti, Levin menghambur masuk dan Dion menginjak pedal gas dalam-dalam setelah memastikan Levin memasang seatbelnya.
"Abang gue lagi ada rapat, sialan." Umpat Dion yang tidak mengurangi kecepatannya.
"Kita nggak punya banyak waktu, Age sama Nata bisa mati kalau kita telat," Levin menjawab panik. Ia terus menghubungi Tanu.
Belasan kali gagal, ia terpaksa menghubungi ke kantor polisi dan mengatakan kalau sedang ada pembunuhan di SMA Drama Bangsa, polwan yang menerima teleponnya sempat tisak percaya tapi begitu mengatakan kalau Brian Tanuga harus segera datang ke SMA itu, polwan itu pun buru-buru mencatat semua informasi dan menutup telepon setelah ia memastikan kalau timnya dan Tanu akan segera datang.
Hampir lima belas menit, mobil Dion akhirnya berhenti tepat di depan pagar tinggi sekolah lamanya itu. Levin menghambur turun dan memanjat pagar setelah mengetahui bahwa pagar digembok. Pantas saja Shadow membawa Age dan Nata kemari, ini hari Minggu dan tidak ada satupun orang di sekolah itu selain satpam.
"Vin! Satpamnya!" Teriak Dion yang kemudian ikut memanjat setelah Levin melompat masuk.
Levin membuka pintu pos satpam, benar saja, satpam itu tergeletak dengan batu besar menghimpit kepalanya sampai hancur. Cipratan darah mengotori tiap dinding pos.
Dion mual melihat mayat Satpam tersebut.
"Dimana gudangnya?" Tanya Levin.
"Di belakang," Dion berlari lebih dulu, Levin mengimbanginya.
Levin membiarkan ponsel di sakunya tersambung dengan aplikasi perekam suara. Ia dan Dion terus berlari ke bagian belakang sekolah, gudang berlantai dua itu terlihat.
"Dion!" Seru Levin yang membuat temannya itu berhenti tepat sebelum masuk ke gudang.
"Tunggu sini, gue yang masuk," ujar Levin yang kemudian mengambil balok kayu di dekat pintu.
"Lo gila? Bisa mati kalau lo masuk sendirian."
"Tunggu di sini, kalau pembunuh itu keluar dia bisa kabur kalau nggak ada orang di sini. Kalau gue mati, lo masih bisa mengulur waktu sampai polisi dateng." Levin melemparkan satu balok kayu pada Dion. Ia kemudian masuk ke gudang yang pintunya sudah terlepas dari engselnya itu.
Levin langsung berlari ke lantai dua saay telinganya menangkap teriakan Nata. Ia berjalan pelan meniti tangga lalu berhenti beberapa meter dari pintu gudang lantai dua.
"Bangsat!" Itu teriakan Age, kemudian terdengar debam keras seperti orang yang membentur dinding. Levin yakin Age yang baru saja dihajar.
Nata kembali berteriak dan suara pukulan terdengar lagi. Tidak tahan, Levin muncul, menghentikan aktivitas si pembunuh yang ternyata Dirga itu. Age duduk dengan darah yang mengalir dari hidungnya sementara Nata sudah lemas karena setruman StunGun.
"Tamu kita sudah datang!" Seru Dirga girang.
"Mau wawancara dulu?" Tanya Dirga yang berjalan mendekat.
"Tanpa perlu wawancara, lo bakal jelasin yang sebenernya," jawab Levin yang memegang erat balok kayu di tangan kanan.
"Benar sekali! Saya memang mau mengakhiri cerita si bayangan ini. Sedih, selama ini saya selalu jadi bayangan Rega, jadi sekarang saya mau jadi tokoh utamanya aja." Dirga tertawa.
"Sayangnya, otak lo itu rusak. Lo bahkan nggak sadar kalau ternyata Tara masih hidup," Levin sengaja memancing Dirga, ia benar-benar ingin menghajar pembunuh sialan itu sampai kepalanya hancur.
Age yang masih sadar, kaget mendengar ucapan Levin karena harusnya, Levin tidak mengatakan kalau Tara masih hidup.
Dirga berhenti, dia diam dan kilatan amarah terpancar jelas dari mata cokelat terangnya itu. Levin menggunakan kesempatan itu untuk berlari dan memukul kepala Dirga dengan balok kayu di tangannya. Dirga ambruk, mengerang kesakitan.
Levin kaget saat balok kayunya ditahan oleh Dirga dan kaki laki-laki itu berhasil mengunci pahanya hingga ia terpelanting. Dirga bangkit, menginjak perut Levin dan memukul kepala Levin menggunakan balok kayu yang tadi ada ditangan Levin.
Age masih sanggup berdiri dan mengambil vas bunga kotor yang ada di jendela. Dirga mengerang saat kepalanya dihantam vas bunga. Levin melayangkan tendangan ke dada Dirga hingga pembunuh itu terjungkal dan Age terhuyung mundur.
"Bawa Nata kelu—
Levin tercekat, pecahan vas bunga merobek lagi luka di pinggangnya, semakin dalam. Dirga menarik pecahan vasnya lalu mendorong Levin jatuh ke lantai, melangkahinya dan tersenyum pada Age yang berjalan mundur."Alasan kenapa saya ingin Tara mati bukan karena saya gila," Dirga terus berjalan menghampiri Age, "karena saya nggak mau Tara dibenci, Tara buta dan saya tahu nggak akan ada satu orangpun yang mau ada di samping dia. Sama seperti saya yang mendeirta Multi-Identity Disorder. Tara pantas mati karena dengan begitu dia nggak akan disakiti oleh siapapun."
"Lo salah. Gue ada di samping Tara, temen-temen Tara yang lo bunuh, mereka jagain Tara kayak apa yang gue lakuin waktu itu," Age melihat titik terlemah Dirga sekarang.
"Kamu pikir saya penganut prinsip teman? Dasar goblok." Dirga menerjang dan Age berhasil menahan kedua tangan laki-laki itu.
"Kamu harusnya pergi ke neraka sama Levin berengsek itu!" Teriak Dirga yang terus mendorong Age, berusaha menusuk mata Age dengan pecahan vas di tangannya.
Levin masih sadar saat Age dan Dirga menubruk jendela. Ia melihat jelas Age yang di dorong hingga separuh tubuhnya ada di luar jendela dan bisa saja jatuh kalau dua kakinya tidak bisa bertahan. Levin berusaha melawan rasa sakitnya dan berdiri.
"Kamu memang harusnya mati dari dulu," ujar Dirga yang terus mendorong Age.
Age menarik tangan Dirga tepat saat kedua kakinya sudah tidak bisa menapaki lantai.
"Age!!!" Levin berteriak saat Age dan Dirga terjun bebas dari jendela bersamaan dengan sirine polisi yang terdengar.
Levin tidak berani mendekat ke jendela, ia mendengar suara debam dari bawah. Tak lama, Dion muncul di ambang pintu bersama Tanu dan beberapa polisi lainnya.
"Terlambat," gumam Levin yang kembali diserang rasa sakit luar biasa. Dion masih sempat menahan tubuh Levin sebelum ambruk ke lantai.
________
KAMU SEDANG MEMBACA
TS[2] : SHADOW
Mystery / ThrillerTime Series [2] : SHADOW He's not a vampire, not a night ghost. Just a Shadow. ••• RAYREBLUE Present ; SHADOW A Paranormal-Thriller Story. Copyright @April 2017