Medina, dihari tewasnya Sarah.
Perempuan yang rambutnya dicat ombre itu terus tersenyum, sesekali ia melirik dua kantung plastik berisi makanan ringan dan soft drink.
Bugh.
Medina nyaris terjatuh ke belakang kalau saja tangan orang yang menabraknya tidak menahan lengannya.
"Sorry." Orang itu melepas tangannya dari lengan Medina dan pergi begitu saja.
Jaket hitam dan topi hitam, Medina memperhatikan postur tubuh pria yang menabraknya di dekat ujung tangga lantai tiga. Ia mengerdikkan bahu, memungut belanjaan yang jatuh dan segera ke unit flat milik Sarah yang berhadapan dengan pintu flatnya.
"Sarah!" Serunya sambil mendorong pintu yang sudah terbuka tersebut.
Ia membeku, kantung belanjaannya tergeletak begitu saja.
"Aaaaaaaaaaaaa!"
______
"Levin!"
Suara teriakan itu membuat Levin mengerang kesal dan menggulung tubuhnya dalam selimut.
"Vin! Bukain pintu!" Age kembali berteriak, kali ini sambil menggedor-gedor pintu Flat Levin.
Sang pemilik rumah menarik bantal dan menutup kepalanya. Enggan beranjak dari ranjang empuk kesayangannya.
"LEVIN! GUE LAPORIN MAK LO KALAU LO ABIS PERKOSA CEWEK KEMAREN!"
"Bacot lo!" Teriak Levin melempar bantal dan selimutnya sembarangan, beranjak keluar kamar lalu membuka pintu Flat. Disumpalnya mulut Age dengan kertas, ia menarik masuk teman baiknya itu.
"Untung aja toko tutup hari ini." Age menghempaskan tubuhnya ke sofa setelah meletakkan tas ransel ke meja.
Levin tak peduli, matanya terasa sangat berat karena semalaman tidak tidur. Kalau dihitung, ia baru tidur sekitar satu jam dan itu masih sangat kurang.
"Itu tetangga lo beneran bunuh diri, Vin?" Age bertanya sambil menyalakan televisi.
"Nggak tahu." Sahut Levin dari kamarnya. Ia kembali menenggelamkan diri ke ranjang, berpelukan mesra dengan guling yang dulu ia bawa dari Semarang.
Age beranjak ke pintu yang berada di samping sofa santai ruang tengah. Pintu kamar Levin itu terbuka, menampakkan pemiliknya yang sudah kembali tidur dan hanya memakai boxer bergambar wajah IronMan. Baru saja memegang kenop pintu, Age mengurungkan niatnya menutup pintu, lalu menghampiri nakas di samping tempat tidur Levin. Samsung Galaxy S6 hitam itu berdering, menampilkan nama Damar dilayar panggilan. Age memperhatikan ponsel dan Levin bergantian. Setelah berdering cukup lama, diambilnya ponsel milik Levin tersebut kemudian menggeser tombol hijau dilayar.
"Halo?" Sapanya sambil berjalan keluar kamar.
"Halo? Bang Levin?" Suara laki-laki menyapa Age, dari nadanya, terlihat kalau si penelepon bernama Damar itu tidak yakin kalau Levin yang menjawab telepon.
"Levin tidur, gue temennya. Ada apa, ya?" Age merutuki pertanyaannya barusan, ia merasa kalau pertanyaan itu membuatnya terdengar seperti kekasih gay Levin.
"Oh, itu, Bang Levin ada janji sama saya." Jawab suara diseberang telepon.
"Janji apaan? Gue nggak enak kalau suruh bangunin Levin." Age memandang Levin yang tidur nyenyak tanpa terganggu sedikitpun.
"Kemarin Bang Levin bilang mau jemput di stasiun, sekarang saya di stasiun."
"Lo bawa barang banyak, nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
TS[2] : SHADOW
Mystery / ThrillerTime Series [2] : SHADOW He's not a vampire, not a night ghost. Just a Shadow. ••• RAYREBLUE Present ; SHADOW A Paranormal-Thriller Story. Copyright @April 2017