-Elina Desma Gloria-
"Mbak, aku pesen ayam penyetnya satu sama lemon tea satu." Aku menyebutkan pesanan kepada pelayan kafe yang ada di kampus.
"Aku pesen nasi goreng sama jus jeruk ya mbak." Sahut Rissa.
"Aku mie goreng sama teh es aja mbak." Ujar Ayu.
Selesai mencatat semua pesanan, pelayan kafe beranjak dari meja kami.
Kami bertiga sedang berada di kafe yang ada di kampus. Harusnya kami ada kuliah lagi, tapi berhubung dosennya ada keperluan jadi jadwal kuliahnya diundur dulu.
Aku mengambil ponsel dari dalam tas, lalu mengecek semua sosial media yang kugunakan. Tidak ada notifikasi yang berarti, hanya like atau love pada setiap postingan yang kuposting saja.
"Habis ini ke mall yuk." Ajakku sembari meletakkan ponsel diatas meja.
"Gak deh." Sahut Ayu cepat.
"Kenapa ?" Tanyaku.
"Kayak gak tau Ayu aja Lin. Dia kemaren khilaf belanja banyak. Orangtuanya masih lama ngirimin duit lagi." Ujar Rissa menjelaskan.
Diantara kami bertiga, hanya Ayu yang berasal dari daerah lain. Dia memilih untuk belajar mandiri, namun tetap saja tidak bisa mengatur keuangan dengan baik. Matanya akan langsung berbinar melihat diskon-diskon yang ada di mall.
Aku berdecak."Kebiasaan banget sih." Omelku.
Dia mengerucutkan bibirnya. "Namanya juga khilaf." Ucapnya membela diri.
"Khilaf kok terus menerus." Rissa ikut-ikutan mengomeli Ayu.
"Eh bentar deh, itu cowok yang kemaren kamu liatin kan Lin ?"
Aku menoleh, mengikuti arah pandang Ayu. Justin tampak memasuki kafe ini bersama temannya. Dia melambaikan tangan kearahku sambil tersenyum yang kubalas dengan anggukan sambil tersenyum juga.
"Yu, sepertinya kita ketinggalan sesuatu nih." Ucap Rissa kepada Ayu.
"Iya Ris, ada yang mulai rahasia-rahasiaan sepertinya." Ujar Ayu.
Aku mendengus. "Gak usah nyindir, gak ada yang spesial juga." Ucapku.
"Bohong ! Waktu itu aja, matanya berbinar banget." Ayu mencibir di akhir kalimatnya.
"Waktu itu aku khilaf kayaknya." Ucapku sambil tertawa.
Aku lalu menceritakan tentang pertemuanku dengan Justin kepada mereka, aku juga menceritakan tentang Justin yang mengantarkanku pulang. Untunglah reaksi mereka tidak berlebihan seperti biasanya. Aku tidak mau Justin mengetahui kalau kami sedang membicarakan dirinya.
"Bagus dong. Berarti kali ini kamu gak bertepuk sebelah tangan Lin." Komentar Rissa setelah aku menceritakan semuanya.
Aku mengedikkan bahu. "Aku ngerasa biasa aja pas deket dia."
"Aneh banget sih, giliran cowoknya ngerespon kamunya malah gitu." Omel Ayu.
Aku mengabaikan omelan Ayu. Syukurlah pelayan kafe mengantarkan pesanan kami disaat yang tepat. Jadi obrolan tentang Justin bisa teralihkan.
Kami makan sambil sesekali mengomentari masakan yang kami pesan. Diantara kami bertiga, Rissalah yang paling cerewet tentang makanan. Dia bilang terlalu pedaslah, terlalu banyak minyaklah dan terlalu manis buat minumannya. Tapi anehnya walaupun banyak berkomentar dia tetap saja menghabiskan makanannya.
Tiga puluh menit kemudian, semua makanan yang kami pesan sudah habis kami lahap. Aku menyeruput lemon tea terakhirku. Mataku sontak membulat besar melihat ke arah pintu masuk kafe, benar-benar menyegarkan mata.
Disana, terlihat Gavin bersama kak Gian dan satu temannya lagi yang aku tidak tahu siapa namanya. Tunggu. Kenapa Gavin ada disini ? Aku tidak tahu kalau dia kuliah disini juga.
Mereka bertiga melangkah melewati meja kami, aku menyempatkan melirik ke arah Gavin. Dia juga melirikku sekilas dan setelah itu mengabaikanku begitu saja.
Aku berdecak di dalam hati.
Bukankah kami sudah pernah kenalan ?
Apa susahnya sih menyapaku duluan ?
Dasar manusia dingin.
"Pulang yuk." Ajakku kepada Ayu dan Rissa.
"Tumben banget jam segini ngajakin pulang." Rissa melirik jam di pergelangan tangannya.
"Gak papa, pengen tidur aja dirumah."
Ayu dan Rissa mengangguk. Kami bertiga lalu beranjak menuju meja kasir. Setelah membayar pesanan kami lalu melangkah keluar dari kafe.
Aku menyempatkan melirik ke arah Gavin. Dia terlihat sedang sibuk dengan ponselnya. Aku menghembuskan nafas dengan kesal.
Kenapa aku berharap dia akan menyapaku ?
Jantungku juga, kenapa harus berdebar-debar seperti ini ?
Aarrgg !
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Love me, please
General FictionSeperti yang kau bilang sembilan tahun yang lalu. Aku tidak pantas untukmu. Jadi sekarang, menjauhlah dari hidupku. -Elina Desma Gloria- *** "Aku minta maaf. Sungguh. Aku menyesal." -Gavin Devon Adelard-