Part 10

15.8K 1K 20
                                    

-Gavin Devon Adelard-

Aku sedang memeriksa restoran yang ku miliki. Memastikan semua tempat sudah bersih dan nyaman untuk digunakan. GDA Resto, nama restoran yang kubangun tujuh tahun yang lalu.

Berawal dari meminjam uang sebagai modal awal kepada papa. Akhirnya sekarang aku mampu mendirikan GDA Resto di beberapa kota besar di Indonesia.

"Hei kak."

Aku menoleh ke arah suara berasal dan mendapati Fajar yang tampak rapi dengan setelan jasnya.

"Ah tersanjung sekali rasanya di datangi CEO super tampan." Godaku.

Fajar meninju pelan bahuku.

"Sial !" umpatnya.

Aku tertawa menanggapinya. Aku dan Fajar memang masih sering bertemu untuk sekedar olahraga atau nongkrong bersama. Mengagumkan sekali melihatnya menjadi CEO muda yang berpengaruh dikalangan pebisnis.

"Jadi apa yang membuat kamu datang kemari ?"

"Setidaknya ajaklah tamu duduk sebelum bertanya kak."

Aku memutar kedua bola mata. "Di ruangan kakak aja."

Aku melangkah menuju ruanganku diikuti oleh Fajar dibelakang. Sebelum masuk aku meminta salah satu pegawaiku untuk menyiapkan minuman. Setelah itu baru masuk ke dalam.

"Jadi, ada apa ?" tanyaku langsung kepada Fajar. Kami duduk berhadap-hadapan di sofa yang ada diruanganku.

"Minggu depan adalah acara ulang tahun perusahaanku. Dan aku pengen restoran kakak yang menyiapkan makanannya."

Aku mengangguk-ngangguk. "Baiklah, kakak akan memberikan yang terbaik."

"Aku percaya sama kakak."

Kami lalu membahas persiapan apa saja yang dibutuhkan untuk minggu depan. Setelah itu melanjutkan dengan mengobrol santai. Biasanya topik yang kami bicarakan tidak akan jauh-jauh dari olahraga.

"hmm. Kak, aku harap kali ini kakak mau datang ke acara ulang tahun perusahaanku."

Aku menghela napas. "kakak gak bisa Jar."

"Sampai kapan sih kakak menghindar dari kak Elin ? Ini udah Sembilan tahun kak. Aku gak tau apa masalah kakak sama kak Elin. Tapi satu hal yang aku tau. Kalian berdua sama-sama tersiksa selama Sembilan tahun terakhir."

"Gak usah sok tau."

Fajar mengedikkan bahu. "Terserah. Aku Cuma pengen kalian berdua bahagia. Aku pergi dulu. Aku benar-benar berharap kakak datang."

Fajar berdiri lalu melangkah keluar. Meninggalkanku dengan fikiran yang dipenuhi dengan rasa bersalah. Semua kilatan kejadian Sembilan tahun yang lalu menyeruak masuk dalam ingatanku.

Bodoh !

Satu kata itu cocok menggambarkan bagaimana sikapku dulu.

Harusnya aku tidak pernah mengatakan semua kalimat sialan itu. Kalimat yang membuat wanita yang aku cintai terluka hingga mengeluarkan air mata. Kalimat yang ingin aku tarik kembali jika bisa. Dan kalimat itu juga yang membuatku membenci diriku sendiri hingga saat ini.

Aku terlalu cemburu saat itu. Masih teringat jelas olehku bagaimana pria bernama Justin itu memeluk Elina dengan erat. Ditambah lagi dengan Elina yang yang membalas pelukan Justin, sambil tersenyum manis.

Pemandangan itu sontak membuatku emosi. Aku tidak bisa berfikir jernih lagi. Yang ada didalam fikiranku adalah bagaimana cara melampiaskan amarahku. Aku sengaja tidak menjemput Elina malam itu. Karena aku tau, aku tidak akan bisa mengontrol emosiku bila bertemu dengannya. Namun sialnya, Elina malah datang menemuiku. Dan yap, aku menyakitinya.

Sangat menyakitinya.

"AAAARGH !!!"

PRANG !!!

Aku berteriak disusul dengan bunyi pecahan vas bunga yang ku lempar. Selalu seperti itu. Aku selalu melampiaskan penyesalanku dengan memecahkan benda-benda tidak bersalah disekitarku.

"Ada apa ? Kau baik-baik saja ?"

Aku menoleh dan mendapati Carel, orang kepercayaanku dalam mengelola GDA Resto sedang menatapku dengan raut wajah terkejut.

"Seperti yang kau lihat." Balasku singkat.

"Pulang dan beristirahatlah."

Aku mengangguk pelan. Carel benar. Aku butuh istirahat untuk menenangkan diri. Aku beranjak keluar dan menyempatkan menepuk pelan bahu Carel.

Sudah Sembilan tahun ternyata.

Dan aku masih saja belum melupakannya.

Bersambung

Love me, pleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang