Part 6

14.6K 986 10
                                    

-Elina Desma Gloria-

Sebulan setelah kepulangan mama dari rumah sakit, aku mulai merubah kebiasaan keluyuranku. Aku menghabiskan banyak waktu dirumah bersama mama.

Kami melakukan banyak hal bersama-sama seperti memasak bersama, olahraga bersama, berbelanja bersama dan banyak hal lainnya.

Aku bersyukur sekali mama tidak lama dirawat di rumah sakit. Dokter menyarankan mama untuk memulai hidup sehat dan mengatur pola makan dengan benar.

"Lin, lama banget sih dandannya." Ucap mama sambil berdecak.

"Bentar ma, Elin kan harus terlihat cantik. Kali aja ntar ketemu cowok ganteng." Ucapku dengan asal.

Kebiasaan berdebatku dengan mama memang tidak pernah berubah. Namun dengan cara itulah kami menunjukkan kasih sayang satu sama lain.

Mama mencibir. "Bilang aja mau terlihat cantik di depan Gavin." Sindir mama.

Aku dan mama memang mau kerumah Gavin. Sebenarnya aku malas ikut kesana. Tapi mau gimana lagi, mama ngotot minta ditemani.

"Mama ih. Ga jadi nemenin ni."

Mama tertawa."udah ah, ayo berangkat."

Mama keluar lebih dulu dari kamarku. Aku bercermin sekali lagi. Memastikan tidak ada yang aneh dengan penampilanku. Setelah itu baru menyusul mama yang sudah menungguku dibawah.

Perjalanan menuju rumah Gavin hanya membutuhkan waktu dua puluh menit saja. Aku memarkirkan mobil dihalaman rumah Gavin. Aku tidak menyangka rumahnya sebesar ini.

"Mama mau ngapain sih ma kesini ?" Tanyaku sambil mengikuti mama yang berjalan didepanku.

"Bawel kamu. Mama udah lama gak ngegosip sama tante Merlin."

Aku benar-benar terpaku sekarang. Jadi aku hanya akan menemani ibu-ibu bergosip ? Ya Tuhan, tenggelamkan saja aku di rawa-rawa sekarang.

Mama menekan bel, tidak lama terdengar suara langkah kaki dari dalam disusul dengan terbukanya pintu. Tante Merling langsung tersenyum sumringah saat melihat mama. Meteka berdua langsung berpelukan dan bercipika-cipiki.

Aku menyalami tante Merlin dengan hormat. Setelah itu mengikuti tante Merlin dan juga mama yang masuk kedalam.

Mama dan tante Merlin asyik mengobrol sambil makan cemilan. Aku sungguh tidak mengerti apa yang mereka bicarakan.

"Tante, Elim boleh duduk disana gak ?" Aku menunjuk kearah kolam renang. Disana terdapat kursi untuk bersantai dan juga tumbuh-tumbuhan yang lebih menyegarkan mata.

"Tentu boleh sayang. Pergilah, kamu pasti bosan sekali disini."

Aku tertawa kecil lalu mulai melangkah keluar. Kolam renang disini lumayan besar. Airnya yang jernih membuatku ingin berenang saja. Untunglah aku masih cukup waras untuk tidak menceburkan diri disini.

Aku menyandarkan badan dikursi santai yang ada disini. Mengambil ponsel dari kantong celanaku lalu mulai membuka aplikasi instagram. Aku memposting live story instagram. Manampilkan wajah bad mood serta sedikit pemandangan disini.

"Alay."

Suara datar seseorang yang sangat aku ingat sontak membuatku mengerucutkan bibir. Siapa lagi kalau bukan Gavin. Secara aku sedang berada dirumahnya sekarang.

"Udah gede masih aja alay. Malu sama umur." Ucapnya lagi sambil duduk disampingku.

"Alay juga gak ganggu kamu kan ? Gak usah resek deh."

"Jelas mengganggu karena kamu secara gak langsung udah ngejelasin ke orang-orang kalau kamu lagi ada di rumah aku sekarang."

"Kepedean banget sih. Gak akan ada yang tau juga kalau ini rumah kamu."

"Oh ya ? Coba cek lagi yang kamu posting barusan. Kalau mata kamu masih normal harusnya sih ngeliat kalau aku kerekam disana."

Aku kembali membuka akun instagram, melihat kembali live storyku. Benar saja, ada Gavin terekam saat aku mengambil pemandangan disini.

"See ?" Tanyanya meremehkanku.

"Ya udah sih sorry."

"Tante Ella mana ?" Tanya Gavin, mengabaikan permintaan maafku barusan.

"Ada di dalem."

"Aku mau keluar, ikut gak ?"

"Kemana ?"

"Kemana aja. Bosen disini."

"Boleh deh. Aku juga bosen."

Aku mengikuti Gavin masuk ke dalam, berpamitan kepada tante Merlin dan juga mama. Setelah itu keluar menuju garasi, dimana mobil Gavin terparkir.

Gavin mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Sepanjang jalan ada saja yang kami debatkan. Dia sama sekali tidak mau mengalah. Egois sekali.

Tiga puluh menit mutar-mutar tanpa arah dan tujuan mulai membuatku bosan.

"Vin, berhenti di taman itu yuk ? Beli ice cream." Aku menunjuk sebuah taman. Gavin tidak menjawab namun langsung memarkirkan mobilnya. Aku keluar mobil duluan, melangkah menuju penjual ice cream.

"Pak, ice cream rasa coklatnya satu dong." Ucapku kepada penjual ice cream.

Aku menoleh kebelakang, mendapati Gavin yang ternyata ikut turun menyusulku.

"Kamu mau ?" Tawarku.

"Boleh deh. Rasa strawberry ya."

Aku mengangguk, lalu menyebutkan pesanan Gavin kepada si penjual. Beberapa saat kemudian si penjual memberikan kedua ice cream untukku. Aku memberikan yang rasa strawberry kepada Gavin. Saat akan membayar, Gavin lebih dulu membayarnya kepada si penjual.

"Makasih." Ucapku.

Gavin mengedikkan bahunya. Lalu berjalan menuju kursi panjang yang ada di taman. Aku mengikutinya dari belakang.

Aku duduk disamping Gavin sambil menikmati ice cream, lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling taman. Banyak orang yang bersantai disini, ada yang bersama keluarga dan ada juga yang bersama pasangannya.

"Disini rame ya." Ucapku.

"Namanya juga taman, jelaslah rame. Kalo mau yang sepi ke kuburan sana."

Aku mendelik sebal. "Kamu kalo ngomong emang gitu ya ? Suka nyebelin."

"Kamu aja yang baperan."

Aku berdecak. Tidak membalas lagi. Lebih baik aku menikmati suasana disini dengan damai, ketimbang berdebat dengan makhluk dingin ini.

"Ice cream kamu enak ?"

Aku menoleh, menatap Gavin. Merasa tidak yakin apakah memang dia yang berbicara barusan.

"Kamu ngomong sama aku ?"

"Gak, sama pohon di samping kamu."

Aku tertawa pelan. "Gitu aja ngambek." Ucapku.

"Rasa coklat enak tau. Mau nyoba ?" Aku menyodorkan ice cream rasa coklat milikku.

"Kamu gak rabies kan ?"

Aku kembali berdecak sebal. Aku baru saja akan menarik kembali tanganku, namun Gavin lebih dulu menahannya.

"Becanda." Ucapnya lalu menyicip ice cream milikku.

"Biasa aja rasanya. Enakan juga rasa strawberry." Komentar Gavin.

"Enak aja. Coklat lebih enak daripada strawberry."

"Cicip sendiri." Dia menyodorkan ice cream miliknya. Aku dengan polosnya menyicip ice cream itu.

"Gak enak." Ucapku datar.

"Selera kamu ndeso."

Aku memukul pelan tangannya. "Sembarangan." Ketusku.

Setelah itu kami lanjutkan dengan mengobrol santai. Ternyata Gavin tidak sedingin yang kukira, buktinya sekarang kami menghabiskan waktu bersama dengan mengobrol banyak hal sambil sesekali bercanda.

***

Bersambung

Love me, pleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang