Elina Desma Gloria
Hari yang melelahkan.
Aku memakirkan mobil di garasi rumah. Sepertinya mandi air hangat akan membuat badanku merasa lebih baik. Badanku terasa pegal luar biasa, pasalnya aku baru saja selesai mengajar di empat kelas hari ini. Ditambah lagi dengan heels 9 cm yang kugunakan.
"Maa, Elin pulaaang." Teriakku seperti biasa, lalu langsung melangkah menuju dapur.
"Banyak banget masaknya ma." Celetukku saat melihat banyaknya makanan yang telah jadi di atas meja makan. Aku mengambil gelas di tempatnya lalu menuju kulkas, berniat meminum segelas air dingin.
"Baru pulang, Lin." Ucap mama, tetap melanjutkan kegiatan memasaknya.
"Iya ma. Elin ngajar di empat kelas hari ini." Jawabku setelah menenggak segelas air dingin. "Ada acara apa sih ma ? tumben banget masak banyak." Lanjutku lagi.
"Oh ini, Tante Merlin sama keluarganya mau kesini nanti malam."
Aku mengerutkan dahi. "Dalam rangka apa ?" tanyaku lagi.
"Makan malam biasa aja, kan mereka emang sering makan malam disini."
Aku mengangguk. Persahabatan mama dan tante Merlin memang luar biasa. Mereka selalu menyempatkan untuk kumpul keluarga. Tapi selama ini Gavin tidak pernah hadir di acara makan malam seperti ini. Mungkin karena memang sengaja menghindariku.
Tapi itu kan sebelum kami berbaikan. Jadi, mungkinkah Gavin akan ikut di acara kali ini ?
Entahlah.
"Elin ke kamar dulu ma. Mau istirahat bentar."
"Iya, habis itu mandi dan pakai pakaian yang sopan."
"Iya ma."
Aku beranjak menuju kamar. Meletakkan tas sembarangan lalu menghempaskan badan di kasur. Rasanya nyaman sekali bisa tiduran setelah seharian beraktivitas.
***
Gavin Devon Adelard
"Ma, mama beneran udah mastiin kalo tante Ella gak bakal ngebocorin lamaran ini ke Elina kan ?" tanyaku kepada mama yang duduk di kursi belakang.
Kami sedang menuju rumah Elina. Aku ingin momen ini menjadi kejutan untuk Elina. Jadi aku meminta mama untuk mengajak tante Ella bekerja sama agar semuanya berjalan lancar.
"Udaah Vin. Kamu kenapa jadi bawel gini sih." Omel mama yang membuat papa yang duduk disamping ku terkekeh pelan.
Aku mendengus kesal. "Mama seneng banget sih ngomelin anak sendiri."
"Biarin. Gak usah kesel gitu. Mama kutuk jadi batu nanti kamu."
Papa tertawa mendengar perdebatan kami.
"Pa, jangan ketawa aja dong. Bantuin Gavin kek." Ucapku pada papa.
"Papa mana berani ngelawan mama kamu, Vin." Lagi-lagi papa terkekeh pelan.
Sepanjang perjalanan ke rumah Elina dihabiskan dengan perdebatan antara aku dan mama, sementara papa bukannya jadi penengah malah jadi penonton. Rasa gugup yang sebenarnya menggangguku dari tadi sore menguap begitu saja. Mungkin karena aku terlalu asyik berdebat.
Rasa gugup itu kembali hadir saat aku menginjakkan kaki di rumah Elina. Kami disambut oleh mama dan papa Elina. Setelah salaman dan disuruh duduk di ruang keluarganya, aku meminta ijin sebentar untuk kekamarnya Fajar.
Aku mengetuk pelan pintu kamar Fajar.
Fajar membukakan pintu lalu menyuruhku untuk masuk kekamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love me, please
General FictionSeperti yang kau bilang sembilan tahun yang lalu. Aku tidak pantas untukmu. Jadi sekarang, menjauhlah dari hidupku. -Elina Desma Gloria- *** "Aku minta maaf. Sungguh. Aku menyesal." -Gavin Devon Adelard-