Part 7

14.2K 933 5
                                    

-Elina Desma Gloria-

"Kita mau kemana sih sebenernya. Kamu gak punya niat buruk kan sama aku ?"

Aku melirik Gavin yang sedang sibuk menyetir. Sudah hampir tiga jam di mobil, Gavin belum juga menjelaskan kemana tujuan kami sebenarnya.

Tadi pagi-pagi sekali Gavin datang ke rumahku. Aku fikir dia mengantarkan tante Merlin seperti biasanya, ternyata tidak. Dia sengaja datang menemuiku dan menculikku. Ya, walaupun papa dan mama memang memberikan ijin kepada Gavin.

"Vin, aku beneran takut lho sekarang." Ucapku sambil bergidik ngeri. Pasalnya jalan yang kami lalui sekarang mulai terlihat sepi. Rumah penduduk pun sudah jarang kami temui.

Gavin berdecak. "bawel banget sih !"

"Gimana gak bawel kalau kamu gak ngejelasin kemana tujuan kita."

"Gak usah takut. Aku gak mungkin macam-macam sama kamu." Gavin melirik dadaku sekilas. "Datar gitu pun." Ucapnya lagi.

Aku memelototkan mataku lalu memukul lengannya. "mesum banget sih ! Punya aku gak datar ya, ideal ini gedenya."

Gavin mencibir. "Ngarep. Datar ya datar aja. Aku gak ngeliat ada yang nonjol tuh."

Aku mengarahkan kedua tanganku berbentuk cakaran kearah Gavin, namun kutarik kembali. Membuang-buang energi saja. Aku menghela napas berat lalu menyandarkan badan ke jok mobil. Lebih baik aku tidur sekarang.

Entah berapa lama aku tertidur, yang jelas rasanya badanku kembali lebih segar. Aku membuka mata, mengarahkan pandangan ke sekeliling.

"Dimana ini ?" Gumamku.

Aku melepas seatbelt lalu turun dari mobil. Pemandangan disini indah sekali, semuanya hijau, dipenuhi oleh pepohonan. Hawa dingin mulai menusuk ke kulitku. Wajar saja, aku di daerah perbukitan sekarang.

Aku melihat Gavin di salah satu kedai kopi yang ada disini. Aku menyusulnya lalu memilih duduk disampingnya.

"Kok gak bangunin aku ? udah nyampe dari tadi ya ? btw, ngapain kita disini ?"

Gavin menyentil dahiku pelan yang membuatku mengaduh seketika lalu memberengut kesal.

"Nanya itu satu-satu. Kamu tidurnya nyenyak banget kayak kebo. Males ngebangunin."

"Mana ada kebo yang cantik kayak aku ?"

"Ada. Nih". Gavin menunjukku, tepat di hidung.

Aku menepis tangannya dengan kesal.

"Kamu mau makan apa ? Cepetan pesen. Bentar lagi kita berangkat."

"Berangkat ? Emang kita mau kemana lagi ?" tanyaku.

"Ada air terjun bagus di daerah sini. Aku pengen kesana. Cepetan pesen. Perjalanan ke air terjunnya ditempuh setengah jam lagi dengan jalan kaki."

Aku mengerjapkan mata. "Jalan kaki ?" tanyaku memastikan.

Gavin mengangguk. "Jadi mau makan apa enggak ? Kalau enggak kita berangkat sekarang."

Aku mendengus kesal. Dasar tidak sabaran. Sudah memaksa untuk pergi, tidak memberi tahu kalau mau ke air terjun, dan sekarang malah mendesakku untuk makan dengan cepat. Benar-benar luar biasa.

Aku memesan makanan kepada penjualnya lalu mulai memakannya dengan lahap saat pesananku sudah datang. Udara dingin benar-benar membuat perutku sangat lapar. Aku tidak peduli dengan keberadaan Gavin yang melihatku makan seperti ini.

"Udah berapa tahun gak makan ?" komentarnya.

Aku menatap Gavin sambil cemberut, lalu melanjutkan makanku.

Selesai makan, Gavin membiarkanku istirahat sebentar. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan menuju air terjun. Seperti yang Gavin bilang, perjalanan menuju air terjun memang ditempuh selama tiga puluh menit dengan berjalan kaki. Aku capek sekali, aku tidak terbiasa jalan jauh menyusuri hutan seperti ini. Untunglah Gavin sepertinya mengerti, jadi setiap kali aku merasa lelah dia akan mengajakku berhenti sebentar untuk beristirahat.

"waaah. Cantiknyaaa." Teriakku saat kami sudah sampai di air terjun.

"Makanya jangan nongkrong di kafe ato mall terus. Sekali-sekali coba menikmati keindahan alam kayak gini." Ucap Gavin menyindirku.

Aku mencibir. Malas meladeninya.

Aku duduk dibebatuan besar, tidak begitu jauh dari air terjun. Sebenarnya aku ingin menceburkan diri, tapi aku tidak membawa baju ganti, ditambah lagi aku menggunakan kaos berwarna putih sekarang.

"Gak mau ikutan nyebur ?" Gavin yang sudah nyebur duluan menghampiriku. "Airnya seger banget lho." Ucapnya menggodaku.

Aku menggeleng. "Aku gak bawa baju ganti. Kamu gak bilang mau kesini." Aku mengerucutkan bibirku.

"aku juga gak bawa baju ganti. Ntar juga kering sendiri pas jalan pulang."

"Baju aku warna putih Vin."

Gavin melihat kearah bajuku lalu mengangguk-ngangguk. "Nanti pake jaket aku aja. Sayang banget udah nyampe sini gak ikutan nyebur."

Mataku berbinar seketika. Tanpa fikir panjang aku langsung menceburkan diri. Airnya benar-benar dingin, enak buat mandi-mandi.

Aku dan Gavin mandi berjam-jam. Kami bercanda dan tertawa selama mandi. Ada saja yang akan kami tertawakan. Aku bahkan tidak sadar jari-jariku mulai keriput karena terlalu lama mandi.

"Udahan yuk, aku takut nanti nganterin kamunya kemaleman." Uvap Gavin.

"Yaaaah." Aku menampilkan wajah memelasku.

"kapan-kapan aku ajakin jalan-jalan lagi.

"beneran ?"

Dia mengangguk.

Aku baru saja akan keluar dari air, namun Gavin lebih dulu menahanku.

"Kenapa ?" tanyaku bingung.

"Aku ambilin jaket dulu. Banyak orang disini. Daleman kamu keliatan."

Aku mengangguk. Membiarkan Gavin keluar dari air lebih dulu. Gak lama Gavin datang dengan membawa jaketnya. Aku memakainya didalam air lalu keluar.

Perjalanan menuju pulang terasa lebih cepat daripada perjalanan menuju air terjun. Pukul 20.45 Gavin memakirkan mobilnya di halaman rumahku.

Aku turun dari mobil. Gavin juga ikutan turun. Dia kembali menemui mama dan papaku. Meminta maaf karena baru pulang jam segini. Gentleman sekali.

Aku kembali mengantarkan Gavin menuju mobilnya setelah dia berpamitan kepada mama dan papa.

"makasih udah ngajakin aku jalan-jalan." Ucapku kepada Gavin.

Gavin tersenyum sambil mengangguk. Dia masuk ke mobilnya, menghidupkan mesin mobil lalu melambaikan tangannya sedikit ke arahku.

"Aku pulang dulu."

Aku mengangguk. "hati-hati dijalan."

Gavin mulai melajukan mobilnya. Setelah mobil Gavin menghilang dari pandanganku , aku baru masuk ke dalam rumah.

Bersambung

Love me, pleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang