Elina Desma Gloria
"Ibu Elina...tunggu."
Aku berhenti berjalan lalu menoleh ke belakang, melihat siapa yang telah memanggilku barusan. Ternyata itu Pratiwi, salah satu mahasiswiku. Dia terlihat seperti habis ikutan lomba lari, dilihat dari napasnya yang terengah-engah.
"Kenapa Tiwi ?" tanyaku turut prihatin.
Tiwi berusaha menormalkan napasnya sebelum menjawab. "Ini bu, saya mau menyerahkan tugas. Maaf karena saya baru menyerahkan sekarang. Saya lupa membawanya dan barusan saya menjemputnya ke kosan. Maaf ya bu." Dia menyerahkan tugas yang telah di jilidnya dengan raut wajah bersalah.
Aku tersenyum tipis. "Baiklah. Tidak apa-apa. Lain kali pastikan kamu mengumpulkannya tepat waktu." Aku mengambil tugas itu dari tangan Tiwi.
Tiwi terlihat sangat lega lalu tersenyum sumringah. "Terimakasih bu."
Aku mengangguk sambil tersenyum. Tiwi berpamitan sebelum melangkah menjauh dariku. Aku melanjutkan langkahku menuju parkiran. Hari ini aku tidak ada jadwal mengajar lagi. Jadi, aku memutuskan untuk pulang saja.
Sesampainya dirumah, aroma masakan dari arah dapur langsung menyerbu indra penciumanku. Perutku langsung meronta-ronta minta di isi.
"Elin pulang ma." Sapaku pada mama yang sibuk mencicipi masakannya.
"Hei sayang. Sini, cicip dulu masakan mama." Mama menyodorkan sendok yang berisi masakannya. Mama memasak sop ayam ternyata.
"Enak, seperti biasa." Ucapku setelah mencicipinya. Masakan mama memang selalu enak menurutku. Aku rasa karena itu papa semakin jatuh cinta kepada mama selain wajah cantiknya.
"Oh iya, habis makan siang kamu mau kan nganterin sop ini kerumah Gavin ?" Pinta mama padaku.
Aku mengerutkan dahiku. "Dalam rangka apa ma ?" tanyaku heran.
"Gavin lagi sakit. Dan mamanya minta tolong sama mama buat masakin dan nganterin sop ayam ini buat Gavin. Dia kalau sakit manja banget. Gak mau makan kalau gak dimasakin sop ayam." Mama menjelaskan sambil sedikit mengaduk sop ayam di dalam panci.
"Gavin sakit ? sakit apa ? memangnya tante Merlin kemana ma ?"
"Katanya sih demam. Tante Merlin sama suaminya lagi keluar kota. Gak bisa pulang hari ini. Kamu mau kan Lin nganterin ini ke rumah Gavin ?"
Aku mengangguk. "Elin ganti baju dulu ya ma. Nanti habis makan siang Elin anterin."
"Terimaksih sayang."
***
Aku mengetuk pintu rumah Gavin berkali-kali. Tidak lama kemudian pintu terbuka. Gavin berdiri sambil menggunakan selimut tebalnya. Dia terlihat sangat kedinginan.
"Are you okay ?" tanyaku pelan. Lalu melangkah masuk bersama Gavin. Dia langsung menyandarkan badannya di sofa ruangan TV.
"Aku pusing." Jawabnya sambil menutup mata.
"Tunggu disini, aku siapin sop ayamnya dulu. Kamu harus makan."
"hmm."
Aku melangkah menuju dapur. Mengambil mangkok di rak piring lalu menuangkan sop yang aku bawa dari rumah ke dalam mangkok. Setelah itu membawa semangkok sop ayam tersebut bersama satu gelas air putih menggunakan nampan menuju ruangan TV.
"Vin, makan dulu ya." Ucapku pelan. Aku duduk di samping Gavin.
"Aku pusing Lin."
"Aku suapin. Duduk yang bener, biar aku gampang nyuapinnya." Bujukku. Aku merasa sedang mengurusi bocah berusia lima tahun saja.
Gavin menurut. Dia membenarkan duduknya, lalu merapatkan kembali selimut yang dipakainya.
Aku meniup sop ayam yang masih sedikit panas sebelum menyuapkannya kepada Gavin. "Aaa." Ucapku sambil menyodorkan sendok berisi sop ayam.
Gavin membuka mulutnya lalu mengunyahnya dengan pelan. Terlihat tidak bersemangat. Wajar saja, pastilah selera makannya hilang entah kemana.
Aku menyuapkan Gavin hingga suapan ke delapan. Ya, aku menghitungnya. Aku ingin memastikan Gavin makan dengan cukup. Tepat pada suapan ke Sembilan, Gavin menggelengkan kepalanya.
"Aku gak mau lagi." Ucapnya seperti anak kecil yang dipaksa melakukan sesuatu yang di bencinya.
Aku tersenyum, mencoba untuk tidak menertawakannya sekarang. Setidaknya aku akan menunggu hingga dia merasa lebih baik.
"Baiklah. Sekarang minum obatnya dulu." Aku menyodorkan obat dan gelas berisi air putih kepada Gavin. Lalu membantunya untuk minum. Aku mengelap bibir Gavin dengan tanganku. "Istirahat dikamar aja Vin, nanti badan kamu sakit-sakit kalau tidur disini." Ucapku lagi.
"Bantuin." Ucap Gavin manja.
Aku berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Kamu gak modus kan ?" tanyaku tapi tetap membantu Gavin berdiri dan memapahnya ke kamar.
Gavin memelukku dari samping sambil berjalan. Menyembunyikan wajahnya di lekukan leherku. "Kamu wangi, badan kamu juga hangat." Ucapnya pelan.
"Tuh kan modus !" aku memukul pelan tangannya. Gavin membalasku dengan tertawa pelan.
Sesampainya dikamar, aku menyuruh Gavin berbaring dikasurnya. Merapikan selimutnya hingga menutupi lehernya. Aku baru saja akan beranjak, namun tangan Gavin lebih dulu mencegahku. Dia memegang pelan tanganku.
"Kenapa ?" tanyaku pelan.
"Temenin aku tidur ya. Aku janji gak akan macam-macam sama kamu." Pintanya sambil menatapku lembut.
"Tapi..."
"Please...aku Cuma akan meluk kamu. Aku bener-bener kedinginan Lin."
Aku berfikir sebentar lalu menganggukkan kepalaku. "Baiklah. Awas saja kalau kamu macam-macam."
"Macam-macam gimana sih. Aku lagi sakit lho ini." Gavin memberengut di atas kasur.
Aku tertawa pelan. Lalu ikut berbaring di sebelah Gavin. Dia langsung mendekatkan badannya ke arahku. Memelukku dari samping dan menyembunyikan wajahnya di leherku.
Aku mengelus kepala Gavin. Membiarkannya terlelap. Berharap dia lebih baik setelah bersitirahat nanti.
***
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Love me, please
General FictionSeperti yang kau bilang sembilan tahun yang lalu. Aku tidak pantas untukmu. Jadi sekarang, menjauhlah dari hidupku. -Elina Desma Gloria- *** "Aku minta maaf. Sungguh. Aku menyesal." -Gavin Devon Adelard-