(8) Ketinggalan Lagi

79.3K 7K 569
                                        


Vincent memarkirkan mobilnya di parkiran.

"Kampus?" tanya Rara tak percaya.

Vincent mengangguk kecil.

"Kenapa kita ke kampus?" tanya Rara bingung.

"Liat aja nanti," kata Vincent lalu berjalan sebelum Rara. Ia tidak bisa menggangdeng tangan gadis itu lagi. Kalau sampai hal itu terjadi, ia yakin jantungnya pasti bisa keluar dari sarangnya.

Vincent mengajak Rara menaiki tangga, karena tidak ada lift. Kampus mereka memiliki 8 lantai dan tujuan Vincent adalah atap, tadi baru di kasih tau.

Rara menghitung dalam otaknya. Ia pernah iseng menghitung anak tangga, ada 17 setiap satu lantai. 17 kali 8.

136 anak tangga.

136 anak tangga yang mereka harus naikkin. Rara gak yakin sanggup sampe atap.

Baru sampai lantai empat, Rara sudah terengah-engah.

"Vince, gue capek," kata Rara sambil senderan di tembok.

Vincent termenung. Haruskah ia melakukannya? Melakukan hal yang setiap cowok lakukan apabila gadisnya mengeluh?

Vincent diambang keraguan. Antara hati dan otak. Hatinya berkata iya, otaknya berkata tidak.

Tapi ia teringat kata ayahnya.

Ikuti kata hatimu, jangan otakmu. Ikuti akal sehatmu, bukan nafsumu.

Dan saat ini ia mengikuti kata hatinya: menggendong Rara.

Vincent melihat jam tangannya, masih ada waktu 10 menit lagi sebelum pukul 23.00. Ia berjongkok di depan Rara dan menunggu.

"Naik," suruhnya. Saat ini jantungnya sudah tidak karuan. Tapi dia harus stay cool. Tangannya gemetaran, darah dipompa ke pipinya, tapi ia tidak perduli. Kalau ia harus berkorban untuk Rara, maka ia akan melakukannya.

"Ngapain?" tanya Rara.

"Udah, naik aja. Buruan. Nanti kita kelewatan," kata Vincent.

Rara yang masih bingung itu hanya menurut dan mengalungkan tangannya di leher Vincent. Vincent memegang tangan itu dan bangun dengan mudahnya.

Rara otomatis mengangkat kakinya dan mengeratkan pelukannya. Vincent memegang kedua belakang lutut Rara dan membenarkan posisi gadis itu.

"Siap?" tanya Vincent. Rara mengangguk.

Vincent perlahan-lahan menaiki tangga sambil menahan tubuh Rara, takut Rara terjatuh.

"Gue berat ya?" tanya Rara. Vincent langsung menggeleng dan mempercepat langkahnya. Rara memang berat, tapi Vincent tidak menunjukkan hal itu sama sekali.

Rara merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Rasa berdesir dari hatinya menuju ke seluruh tubuhnya. Rara menggeleng-gelengkan kepalanya, menghapus segala kemungkinan yang terjadi. Ini aneh, batin Rara dalam hati.

Vincent berhenti saat kakinya sampai di lantai enam. Keringat sudah membasahi wajah serta punggungnya.

"Aduh, capek ya? Turunin gue aja! Gue udah gak capek lagi kok," kata Rara sambil berusaha turun, tapi kakinya masih dipegang erat oleh Vincent.

"Gak kok! Nanggung, dua lantai lagi."

"Tapi lo-"

"Engga, gue gak keberatan," potong Vincent lalu melanjutkan langkahnya.

Lebih dari 10 menit kemudian, mereka berhasil sampai di lantai teratas. Vincent langsung menurunkan Rara dan ia jatuh terduduk.

"Aduh, sorry ya! Gue pasti berat banget, iya kan? Gue pijitin deh!" kata Rara sambil menaruh tangannya di pundak Vincent dan mulai memijit pundak itu.

ask.meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang