Vincent berkali-kali melirik wajah Rara yang pucat disampingnya. Rara hanya bisa diam. Tubuhnya gemetar. Sesekali Rara menggigit kukunya. Matanya melirik gelisah ke arah jalan.
Kapan sampai?
Hanya pertanyaan itu yang terus berputar di pikiran Rara, tapi tak bisa ia keluarkan.
Vincent melirik gelisah ke arah Rara. Harusnya ia bisa melihat Rara tersenyum senang hari ini, bukan seperti orang mati.
"Ra? Lo gak apa-apa, kan?" tanya Vincent. Rara menggeleng kecil. Kali ini matanya memandang lurus ke depan, tapi pandangannya kosong.
Vincent melajukan mobilnya sekencang mungkin. Kalau Rara bisa seperti ini, pasti ada sesuatu yang tidak benar di telfon tadi. Tapi apa?
Tak berapa lama kemudian Vincent mobil Vincent memasuki gedung rumah sakit, tapi Rara tetap tak berkutik. Vincent memarkirkan mobilnya lalu mengubah posisinya ke arah Rara.
"Ra," panggil Vincent.
Rara tetap diam.
"Rara." Vincent menggoyang-goyangkan tubuh Rara beberapa kali.
Rara memutar kepalanya dan memandang wajah Vincent dengan tatapan kosong. Gak ada harapan apapun.
"Ra, lo kenapa sih?" tanya Vincent panik. Takut Rara sakit mendadak.
"Papa..." gumam Rara, lalu matanya menatap mata Vincent, kali ini fokus. "Papa meninggal," sambung Rara sambil menangis.
Lebih buruk daripada Rara sakit mendadak.
Vincent membuka sabuk pengaman Rara dan membiarkan Rara menangis di bahunya. Rara sudah berjuang menahan tangisnya sepanjang jalan. Vincent memberikan usapan di kepala dan punggung Rara untuk menenangkannya meskipun hatinya berdegup sangat kencang.
"Kita samperin papa, yuk."
Rara hanya bisa menangis di pundak Vincent. Vincent akhirnya menjauhkan Rara dari tubuhnya dan keluar dari mobil lalu membuka pintu disamping Rara.
"Ra, ayo," ajak Vincent sambil memberi tangannya, menuntun Rara menghadapi yang mungkin ia tidak bisa hadapi. Setidaknya Vincent harus bisa berada di samping Rara, dalam kondisi apapun.
Sekarang gue pacarnya dan gue harus jagain dia.
Rara berjalan sangat pelan sepanjang koridor dan Vincent setia berada disampingnya, merangkul pundaknya untuk berjaga-jaga. Ruang 317, kata resepsionis tadi. Rara membuka pintu pelan. Rara tidak siap, tidak siap menghadapi kematian seseorang yang disayangnya.
"Maafin mama, sayang," ucap Mamanya lalu memeluk Rara. "Mama sama Papa sebenernya gak pergi. Mama Papa ada disini, tinggal di rumah lama Oma. Dua minggu yang lalu Papa dirawat disini karena kondisi jantungnya melemah. Dan tadi pagi, serangan jantung Papa kambuh, dan mengambil nyawanya."
Rara tidak membalas pelukan itu. Tangannya kaku. "Kenapa? Kenapa Mama gak bilang dari dulu?" tanya Rara pelan. Air mata yang berusaha ia tahan itu mengalir lagi.
"Papa gak kasih, sayang," jawab Mamanya. "Papa gak mau kamu sedih."
Hati Rara seketika tersentuh. Di saat Papanya menderita, ia masih memikirkan anak satu-satunya, bukan memikirkan diri sendiri. Rara menangis tersedu-sedu. Ia berdiri disamping ranjang ayahnya lalu memeluk tubuh yang sudah kaku itu.
"Papa kenapa tidur sih? Kita udah lama gak ketemu, dan sekarang Papa malah tidur. Papa gak kangen Rara ya?" tanya Rara pada mahluk tak bernyawa.
Vincent berjalan mendekati Rara lalu merangukul tubuhnya perlahan, tapi tidak diperdulikan.
![](https://img.wattpad.com/cover/11585971-288-k193690.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ask.me
Teen FictionSemua berawal dari segmen yang dibuat Rara di Radiouth, ask.me! dimana semua orang boleh bertanya, curhat, atau menyampaikan pesan melalui ask.fm. Disaat semua orang berburu untuk bertanya pada sang ratu kampus itu, Vincent hanya diam menden...