Keesokan harinya, shila berjalan di koridor sekolah menuju deretan loker dilantai tiga.
Shila terus berjalan dan hingga ia menemukan loker yang bertuliskan NGU- Never Give Up - .
Setelah tiba tepat didepan lokernya, shila pun membuka lokernya untuk mengambil buku catatan kesayangannya.
Hingga tiba tiba shila mendengar percakapan dua orang yang shila yakin salah satu fans vano.
"Lo tau gak? Kemarin gue ketemu vano jalan bareng laura loh."
"Hah? Serius? Laura Queen MOS SMP dulu kan? Yang cantik parah itu?!"
"Iya."
"Ah lo salah liat kali."
"Enggak, jelas jelas mereka ada didepan gue dan lo tau? Mereka pelukan."
"Hah?? Sumpah demi apa??!! Mereka udah jadian ya?!"
"Ya kalau soal jadian gue masih belum tau sih. Tapi lo tau, hati gue kretek kretek banget ngeliatnya."
"Ihh kayanya gue juga nih."
Kemudian mereka pun beranjak dari tempatnya.
Namun sayangnya mereka tidak menyadari keberadaan shila yang berada tepat disebelah mereka dan sedari tadi mendengar pembicaraan mereka dengan jelas.
"Laura?" Ujar shila dalam hati.
Hingga akhirnya shila memutuskan untuk menutup pintu lokernya pelan dan mulai menahan tangisnya yang sudah siap muncul ke permukaan.
****
Syukurlah. Batin vano ketika melihat shila tengah tertunduk menyembunyikan wajah dibalik lipatan kedua tangannya.
Kemudian vano pun duduk dibangkunya yang berada tepat dibelakang shila.
"Shil, lo yakin gapapa?" Tanya michela yang berada disebelah shila kala itu.
"Hm." Gumam shila masih menyembunyikan wajahnya.
"Emang shila kenapa?" Tanya vero yang kini duduk dihadapan michel.
"Hampir di bawa lari sama om om girang karena ada orang yang tega nurunin kembaran gue di jalanan sepi sendirian." Sindir michela sambil melirik kebelakang, kearah vano.
"Ha? Maksud nya?" Tanya vero tak mengerti.
"Tanya aja sama kembaran lo." Ujar michel kesal.
Shila pun mengangkat kepalanya dan langsung menatap kembarannya, "Chel, udah lah. Ini juga bukan sepenuhnya salah vano. Gue aja yang bego ga nyari taxi."
"Ya tapi kan shil, kalo dia ga nurunin lo gitu aja, lo pasti---"
"Lo gapapa?" Ujar vano dingin dari tempatnya yang mampu didengar jelas oleh shila.
Shila pun memutar tubuhnya kearah vano, "Iya, gue gapapa kok." Bohong shila.
"Shil, apanya yang gapapa. Kemarin lo pingsan. Dan untung aja---"
"Woy guru datang!!!" Ujar ketua kelas yang berlari memasuki kelas dengan cepat.
****
Siang itu, shila memutuskan untuk menaiki busway menuju rumah vano demi mengambil sepeda kesayangannya yang kemarin sengaja ia tinggal karena permintaan dari ibu bocah tampan itu.
Ketika tiba di rumah vano, shila berniat untuk hanya sekedar mengambil sepedanya. Namun sayang, langkahnya harus terhenti akibat panggilan dari Popy -ibu vero dan vano- .
"Shila! Akhirnya kamu sampe. Ayo sayang masuk dulu, makan bareng."
"Enggak deh tan, lain kali--"
"Shil, tante tau bibi kamu lagi pulang kampung. Dan michela juga udah diajak vero buat makan bareng diluar."
"Tapi--"
"Shtt. Udah. Ayo." Ujar popy sambil menarik tangan shila memasuki rumahnya.
****
Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Sehingga shila memutuskan untuk kembali kerumahnya.
"Tan, aku pulang ya."
"Iya. Hati hati ya shil."
Kemudian shila pun menganggukkan kepalanya.
Jujur saat ini shila masih memikirkan keberadaan vano. Sejak pulang sekolah hingga saat ini vano belum juga pulang kerumahnya.
Shila pun keluar dari rumah vano dan mulai berjalan dihalaman vano menuju sepedanya yang terparkir disana.
Hingga tiba tiba sebuah mobil Sport berhenti tepat didepan shila.
"Vano?!" Pekik shila senang.
Kemudian vano pun turun dari mobilnya sambil melemparkan tatapan datar kearah shila.
"Hai." Sapa shila dengan senyuman andalannya.
Namun vano tak menanggapi sapaan shila dan berjalan melewati shila untuk membukakan pintu mobil disebelah shila.
Lantas seorang gadis cantik pun turun dari mobil sport milik vano.
"La--laura?!" Pekik shila tak percaya.
"Hai shil." Sapanya dengan senyuman iblis yang sering ia tampilkan kearah shila dulu.
Shila hanya mampu mengepalkan tangannya.
"Eh ada laura! Astaga laura, kamu apa kabar??!" Ujar popy dari pintu masuk kearah laura yang kini berada dihadapan shila.
"Hai tan!"
"Ayo masuk." Ujar vano sambil menarik tangan laura lembut tepat dihadapan shila.
Ibarat ditusuk oleh ribuan anak panah, saat ini hati shila benar benar hancur.
"Ayo." Balas laura sambil menampilkan senyuman liciknya kearah shila.
Vano tak menganggap kehadiran shila sama sekali. Hingga akhirnya shila sadar, waktunya untuk dapat berada disisi vano pun tinggal sedikit lagi.
Mereka pun berjalan melewati shila yang mematung ditempat.
"Shil, lo gaboleh nangis, please." Ujar shila sambil mendongakkan kepalanya kearah langit mendung demi menahan tangisnya dan menahan sesak didadanya.
Setelah merasa sedikit tenang, akhirnya shila pun berjalan gontai menuju sepedanya.
Ia pun menarik sepedanya yang tadi tergeletak menyentuh tanah dan mulai mendorongnya keluar dari pekarangan rumah vano.
"Shila! Tunggu!!" Pekik laura dari belakang shila.
Tanpa menoleh shila pun menjawab panggilan dari laura, "Apa?" Tanya shila malas.
"Nih," ujar laura sambil memberikan handphone-shila yang ia temukan di jok(Author gatau tulisannya. Oke. Maaf.) mobil vano tadi.
"Thanks." Ujar shila lemah sambil menarik handphone-nya dari tangan laura.
"Jangan sedih gitu dong. Gue sama vano belum jadian kok. Be-lum." Ujar laura licik sambil menekankan kata kata belum kepada shila.
Belum. Berarti suatu saat akan menjadi sudah, batin shila.
Enggan menjawab ucapan laura tadi, shila pun memutuskan untuk mengabaikannya dan melangkahkan kakinya pergi menjauh dari nenek sihir yang paling shila benci saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise
Teen Fiction"Jangan pikirin gue, denger aja kata hati lo. Kalau memang lo milih dia, jangan bimbang lagi. Gue bakal bantu lo kok." Ujar shila dengan buliran air mata yang sejak tadi berkumpul dipelupuk matanya. 'Walaupun mungkin hati gue bakal lebih hancur. Wal...