SHILA'S POV
Kalian tau? Apa yang buat gue selalu bahagia disaat naik sepeda ini?
Kenangan. Kenangan dimana gue dan alvano berangkat bareng ke sekolah dan pulang bareng, sejak SD sampe SMP.
Kenangan yang palinh gabisa gue lupain itu disaat vano nemenin gue ke bengkel karena ban sepeda gue bocor, ya walaupun dengan ekspresi dingin dan tingkah cueknya. Dan juga disaat gue jatuh dari sepeda ini, vano pasti selalu turun dari sepedanya dan nolongin gue. Mulai dari dia gendong gue dipundaknya, sampe ngobatin luka gue, walaupun masih tetep pake ekspresi yang sama. DINGIN.
Tapi sekarang, semuanya cuma tinggal kenangan. Semuanya berubah setelah gue nyatain perasaan gue ke dia 3 tahun lalu.
Sejak saat itu, dia udah gapernah mau deket deket gue lagi, bahkan untuk ngomong aja dia harus irit seirit iritnya ngeluarin kata kata buat gue.
Gue tau gue salah. Karena ga seharusnya cewe yang mulai. Tapi ya mau gimana lagi, gue type orang yang paling gabisa nyembunyiin perasaan.
Poor you Shila.
Btw, gue masih kepikiran terus tentang vano. Gue takut, dia bakal jadian sama laura.
Kenapa harus laura? Kenapa??!!
Dia cewek teriblis yang pernah gue kenal. Dan sialnya vano harus deket sama dia. Dan dia hampir ngerusak hidup gue dan michela dulu, bahkan kayanya sekarang dia pengen ngancurin hidup gue lagi.
"E--eh--"
Kalian tau?! Tiba tiba sepeda gue oleng gara gara mobil sialan yang sekarang berhenti didepan gue, yap! Gue pun nyungsep dengan sempurna di aspal.
"Sial!!" Rutuk gue dalam hati.
Awas aja nih orang, satu langkah dia muncul dimuka gue, jangan salahin kalo gue maki dia.
AUTHOR POV
Sebuah mobil Sport berwarna hitam melaju kencang melewati shila yang pagi itu tengah mengayuh sepedanya.
Alhasil itu membuat shila harus menyentuh aspal dan harus bermandikan becek pagi itu.
"Sial!!" Rutuk shila dalam hati.
"Awas aja lo datang ke hadapan gue, gue jambak jambak tuh rambut lo, gaperduli lo tetangga gubernur sekalian!" Umpat shila sambil berusaha bangkit dan mengelus lututnya yang terluka.
Benar saja, sang pemilik mobil pun turun dari mobil dan menghampiri shila yang masih sibuk membersihkan luka dilututnya.
"Vano?!" Pekik shila histeris ketika mendapati vano yang telah berada dihadapannya.
Ya. Pemilik mobil tadi adalah vano.
"Van, cepetan dong, entar kita telat nih, kamu telfon siapa gih buat bantuin dia!" Ujar laura sambil mengeluarkan kepalanya dari kaca jendela mobil vano.
Vano pun mengeluarkan handphone-nya dan menelepon seseorang.
"Halo?"
"-----"
"Lo bisa bantuin bawa temen gue pake mobil lo kesekolah kan?"
"-----"
"Iya. Oke sip. Thanks bro." Ujar vano yang kemudian mematikan sambungan teleponnya.
"Lo bisa tunggu temen gue kalo lo gamau datang kesekolah dengan penampilan kaya gini, mungkin bentar lagi dia nyampe." Terang vano cuek sambil memasukkan handphone-nya kedalam saku celananya.
Melihat tingkah vano, ia pun sedikit kecewa. Bagaimana bisa vano melakukan hal seperti itu kepadanya. Kemana vano yang dulu, batinnya.
Al, lo berubah secepat ini ternyata. Batin shila.
"Gausah al. Gaperlu," ujar shila menahan sesak didadanya, " Dan juga, bilang sama orang yang tadi lo telfon, dia gaperlu repot repot bantuin cewek yang bisanya cuma nyusahin kaya gue." Lirih shila.
Shila berusaha untuk mengambil sepedanya yang telah tergeletak diaspal, namun apa daya, shila merasakan denyut hebat dikakinya sehingga ia hampir terhuyung kesamping.
"Aww!"
Dengan sigap vano yang berada disebelah shila pun memegangi pundak shila dengan tangan kokohnya.
Melihat kedua tangan vano yang kini tengah menopang dirinya, shila pun menatap kearah wajah vano, hingga jarak diantara mereka hanya tinggal satu jengkal. Mata shila menggambarkan raut kekecewaan dengan jelas, dan vano mampu melihat itu. Tidak ada binar seperti biasa yang bisa vano lihat disana.
Dengan cepat shila menepis tatapan nya dari vano, ia hanya tidak ingin air matanya tumpah tepat dihadapan vano.
"Maaf," ujar shila sambil menolak pelan tubuh vano untuk menjauh dari dirinya.
"Lo gapapa?" Tanya vano yang kini mulai menampilkan raut wajah sedikit menyesal.
"Gapapa. Tapi--"
Tapi hati gue hancur, harus liat lo pergi bareng dia, dia yang tiba tiba muncul dihidup lo dan ngerubah semuanya.
"Tapi-- tapi yaudahlah, gapenting juga kan buat lo." Ujar shila sambil mengumpulkan segenap kekuatannya untuk melawan rasa sakit yang mendera kakinya dan juga perasaannya saat ini.
Dan saat ini pun gue masih nyesal sama janji yang pernah gue buat dulu, janji dimana gue bakal menjauh dari hidup lo kalau lo udah punya seseorang disana, di hati lo.
Kemudian shila pun beranjak dari tempatnya dengan mendorong sepedanya. Ia menggenggam kuat stang(author gatau apa bahasa resminya) sepedanya sambil menahan tangisnya.
Vano hanya menatap kepergian shila yang kini shila memiliki penampilan yang sangat menyedihkan
Maaf. Batin vano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise
Teen Fiction"Jangan pikirin gue, denger aja kata hati lo. Kalau memang lo milih dia, jangan bimbang lagi. Gue bakal bantu lo kok." Ujar shila dengan buliran air mata yang sejak tadi berkumpul dipelupuk matanya. 'Walaupun mungkin hati gue bakal lebih hancur. Wal...