26

6.1K 388 2
                                    

Shila mengetuk-ngetukkan jarinya diatas meja belajarnya.

Ia menatap lurus kearah tembok dihadapannya. Disana terdapat pajangan beberapa foto dirinya bersama vano dan gita disaat masih berumur 12 tahun.

Senyuman merekah diwajah mereka. Seakan tak ada beban yang menimpa saat itu.

Kemudian, shila mengarahkan pandanganya kearah foto disebelahnya, foto dimana vano menggendongnya dipunggung dan mereka tampak tersenyum bersama.

'Andai gue bisa ngulang waktu, gue pasti bakal balik ke momen ini al. Momen dimana gue belum tau rasanya patah hati, apalagi lo cuekin kaya sekarang ini.' Batin shila sambil menyunggingkan senyuman samar diwajahnya.

Hingga tiba tiba alunan lagu dari Ed-sheeran yang berjudul Photograph terdengar. Tepatnya handphone shila berdering.

Shila pun mengalihkan pandangannya tadi kearah ponsel yang berada disebelah jari jarinya tadi.

'Gita' Batin shila sambil mengangkat sebelah alisnya tak menyangka gita menghubunginya selarut ini.

"Halo git? Ada apa? Tumben nelfon malam malam gini."

"Shil--" Ujar gita dengan isakan disela- sela tangisnya.

"Git--gita--- Lo kenapa?" Ujar shila mulai panik mendengar nada suara gita diseberang sana.

"Gue--gue mo--mo--hon." Ujar gita masih dengan isakannya.

"I--iya git. Lo kenapa? Mohon ap---" ucapan shila terhenti ketika mendengar teriakan gita dari sebrang telfon.

"AAAA!!"

"Gitaa!!" Teriak shila.

Ternyata, shila hanya mimpi. Shila pun mengangkat kepalanya dari meja belajarnya.

Ternyata sejak tadi shila tertidur di meja belajarnya dengan tumpukan buku buku pelajaran yang sangat membosankan menurut shila.

Hingga tiba tiba seseorang membuka pintu kamar shil secara tiba tiba hingga membuat shila tersentak dari tempatnya.

"Michel! Lo buat gue jantungan. Astaga!" Omel shila melihat michel yang kini mulai berlari kearahnya.

"Gita--gita, shil. Gita--" ujar michel terbata bata.

"Ke--kenapa? Gita kenapa?" Ujar shila bangkit dari duduknya.

"Gita masuk rumah sakit." Ujar michel dengan nafas terengah-engah, "Karena coba bunuh diri dirumahnya." Lanjut michel.

Setelah memdengar jawaban michel, Ibarat terjatuh kedasar bumi, shila tertegun ditempat.

Shila pun langsung menyambar cardigannya dan langsung mengikuti langkah michel dengan kecepatan maksimal menuju rumah sakit.

*****

"Gita!" Pekik shila setelah masuk keruangan gita saat ini.

Gita saat itu terlihat sangat lemah dan menatap kosong langit-langit ruang rawatnya.

"Gue pengen bi--cara berdua sama shila." Ujar gita lemah kepada vano yang sejak tadi berada disebelahnya.

Vano pun mengangguk dan mengisyaratkan kepada michel untuk ikut dengannya.

Setelah diruangan itu hanya ada shila dan dirinya, barulah gita membuka suara.

"Bantu gue duduk shil." Ujar gita sambil berusaha bangkit dari posisinya.

Shila pun mengangguk dan membantu gita.

Setelah duduk dan menyenderkan tubuhnya di sandaran tempat tidur, gita pun mulai merasa sesak memakai oksigen.

"Gu--gue ga sanggup shil." Ujar gita yang kini telah melepas oksigen yang sejak tadi menempel dihidungnya.

"Git, kenapa lo coba bunuh diri sih? Lo kenapa? Cerita sama gue." Ujar shila sambil menatap khawatir kearah sahabatnya itu.

"Nyokap bokap gue pisah shil." Ujar gita yang kini mulai menitihkan airmata dan tertunduk lesu.

"Tapi ga dengan cara coba bunuh diri gini juga kan git. Lo bisa omongin baik-baik sama---" Ujar shila yang kini duduk disamping tempat tidur gita.

"Gue capek shil," ujar gita dengan bahu bergetar dan kepala tertunduk, "Gue capek harus dengar nyokap nangis tiap hari. Suara barang pecah sana sini. Gue capek!" Ujar gita dengan tangisan yang mulai pecah.

Shila pun merengkuh gita kedalam pelukannya.

"Git-- lo harus kuat. Lo gaboleh nyerah kaya gini. Mana gita yang kuat? Bukannya biasa lo yang bantu gue bangkit? Kenapa jadi lo yang nyerah sama hidup lo gini."

Gita terisak didalam pelukan shila.

"Dan juga-- kenapa selama ini lo gapernah cerita ke gue soal masalah ini?"

"Gue---gue malu shil."

"Apasih yang lo malu-in? Gue sahabat lo git. Bukannya lo yang bilang dalam pershabatan harus ada kepercayaan dan saling terbuka satu sama lain." Ujar shila sambil melepaskan pelukannya, "Dan dengan lo coba bunuh diri gini, Gabakal nyelesain masalah juga kan."

"Maaf shil," lirih gita.

"Udah sekarang lo tenang, jangan nangis lagi dong." Hibur shila sambil menghapus airmata dari pipi gita, "Gue dan vano selalu ada buat lo git. Lo gaperlu khawatir."

Gita pun mengangguk.

"Semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Percaya sama gue." Ujar shila meyakinkan gita.

Gita pun mengangguk dan tersenyum tipis.

"Yaudah sekarang lo tiduran lagi." Ujar shila sambil membantu gita membaringkan dirinya.

Perlahan gita pun mulai tenang kembali dan memejamkan kedua matanya.

Shila pun menatap nanar kearah sahabatnya itu.

Dulu, yang shila tau, keluarga gita adalah keluarga yang sangat harmonis.

Dan entah apa alasannya hingga akhirnya keluarga gita menjadi berantakan seperti ini. Bahkan mampu membuat gita memutuskan untuk mengakhiri hidupnya begitu saja.

"Git, everything will be fine. Lo harus kuat ya. Gue yakin lo bisa." Ujar shila pelan sambil menggenggam tangan sahabanya itu.

Tak terasa airmata shila mulai mengalir. Entah kenapa shila bisa merasakan bagaimana perasaan gita saat ini.

'Gue yakin. Bokap nyokap lo bakal baik baik aja setelah ini. Walaupun mungkin semuanya gabisa sama kaya dulu lagi git.' Batin shila sambil menarik nafasnya dalam dalam dan beranjak dari tempatnya.

PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang