28

7.3K 423 6
                                    

Seminggu sudah sejak insiden itu, kini vano terlihat lebih perhatian kepada gita dari biasanya.

Hal ini membuat shila harus menahan perih dihatinya setiap kali melihat vano memperlakukan gita 'like a man treat her girl'.

"Git, nonton yuk. Film despicable yang ke 3 udh keluar loh. Ayo dong." Ajak shila.

Kini mereka tengah menyantap makanan pesanan masing masing di salah satu meja kantin.

"Hmm, tapi gue ga suka film animasi shil, gimana dong." Ujar gita.

"Yah, tapi filmnya beda kali git. Ini tuh filmnya--"

"Gimana kalo Spiderman homecoming?" Ujar vano santai sambil meneguk minumannya.

"Nah boleh tuh." Seru gita semangat.

"Aaa, Gue sukanya despicable. Jangan film gituan dong." Rengek shila.

"Yaudah biar gue sama gita nonton----"

"Oke! Gue ikut!" Ujar shila yang mengerti arah ucapan vano.

Gita pun terdiam dan kemudian terkekeh, "Katanya gasuka." Goda gita.

"Siapa bilang? Gue suka kok. Cuma ga se-suka nonton despicable aja." Bohong shila.

Gita tau bahwa sahabatnya ini sangat cemburu jika harus melihat dirinya dan vano pergi bersama. "Yakin nih?" Goda gita lagi.

Shila pun mengangguk antusias.

Dan kini vano semakin tau bahwa shila akan sangat cemburu jika ia harus pergi berdua dengan gita.

Ini nih yang buat gue makin gemes liat dia. batin vano sambil mengulum senyum dan menundukkan kepalanya berpura pura fokus kepada makanannya.

'Vano!! Gue cemburu! gue tau gue cuma sebatas SAHABAT lo. Tapi rasa ini gamungkin pergi gitu aja kan? Gabisa serela itu. Apalagi kalo nanti lo bakal nonton berdua bareng gita. Nyesek lagi dong gue. Pokoknya gabakal gue biarin!' Batin shila sambil menatap vano intens bak singa ingin menerkam mangsanya.

-------

"Ganti baju lo." Ujar vano.

Shila menggunakan pakaian yang berhasil menampilkan Kedua bahunya.

"Kenapa?" Tanya shila polos.

"Terlalu terbuka shil."

"Ih apanya yang kebuka sih? Ini--"

"Ganti atau kita batal---"

"Iya iya. Dasar bawel." gerutu shila yang kini kembali masuk kekamarnya sambil memakai sweater polkadot favoritnya.

"Udah. Yuk." Ujar shila yang kini memutuskan untuk menggerai rambutnya.

Vano terdiam sejenak melihat penampilan shila malam ini.

Style shila memang menjadi favorit vano. Walaupun selama ini dia terlihat acuh, namun tak jarang vano mengamati style shila yang terlihat sederhana dibanding wanita lain. dan vano suka itu.

"Al, ayo buruan. Ntar filmnya keburu mulai nih." Pekik shila yang kini berlari kecil menuruni anak tangga.

Vano pun tersadar dan mengikuti shila turun kelantai bawah.

"Duh anak muda pada mau kemana nih?" Goda popy.

"Nonton, ma."

"Cie cie, kayanya ada perkembangan nih. Bakal nyusul michel sama vero ga?"

Shila pun tersenyum manis sambil melirik vano.

Sementara vano malah bertingkah cuek seperti biasa. " Ada gita juga ma. Yaudah kita pergi ya." Ujar vano sambil menyalam tangan ibunya itu.

Seketika senyuman diwajah shila pun luntur. 'Iya, gue tau ada gita juga. Gausah diingetin juga kali.Gabisa liat gue seneng dikit ya.' Batin shila sambil mengerucutkan bibirnya.

Popy pun juga merasa sedikit kecewa, "O-oh yaudah. Iya iya. Pulang nya jangan kemaleman ya." Ujar popy yang sudah sangat hafal dengan tingkah cuek anaknya ini terhadap gadis malang disebelahnya.

Shila pun ikut menyalami tangan popy. "Shila pergi ya tan." Ujar shila.

Popy pun mengangguk, "Iya shil, bilang sama vano hati hati ya."

"Oke tan."

------

Kini gita, vano dan shila sudah duduk dibangkunya masing masing.

Tentunya vano selalu berada ditengah. Itu pun karena shila yang minta dan karena vano ingin bersikap adil.

Sudah satu jam film di putar, namun shila belum juga mengerti dengan alur ceritanya.

Maklum saja, shila memiliki nalar yang sangat payah. Alias lemot.

Disaat shila ingin menanyakan sesuatu kepada vano, titik fokus shila menangkap sesuatu yang terlihat menyakitkan hatinya.

Shila menangkap jelas, vano menggenggam tangan gita.

"Masih dingin?" Bisik vano kepada gita.

Gita pun mengangguk.

Shila pun merasa tak mau kalah.

"Duh, dingin banget. Al, gue kedinginan nih." Bisik shila.

"Bukannya lo udh pake sweater?" Ujar vano.

"I--iya sih. Tapi---"

"Mau pake ini?" Tawar vano sambil menunjuk jaket bumper kesayangan-nya.

Shila langsung membelalakkan matanya. Yang shila mau, vano juga menggenggam tangannya seperti yang ia lakukan kepada gita.

Sejujurnya shila sedang kepanasan, dan jika vano memberikan jaketnya. Maka shila mungkin akan banjir dengan keringat.

"Gausah." Ujar shila.

"Kenapa?"

"Dinginnya udah move on." Ujar shila sambil melipat tangannya dan menatap lurus kearah layar.

Vano pun mengerutkan dahinya, 'Tumben gamau. Biasa dia heboh pengen pake jaket gue. Lah ini-- njir kenapa gue gagal fokus ke film gini.' Batin vano.

Shila terus mendengus sebal.

Pasalnya sejak tadi vano terus menggenggam tangan gita.

Dan disaat shila melirik kearah vano, shila lagi lagi melihat hal yabg tak seharusnya ia lihat.

Vano menatap wajah gita sambil tersenyum. Wajah tampan vano akan bertambah verpuluh puluh lipat disaat tersenyum. Dan kini, senyuman itu diberikan kepada gita. Bukan shila.

'Kok sakit ya?' Batin shila sambil memegang dadanya menahan sesak.

'Tumben shila ga nyender ke gue. Biasa dia kaya anak cicak nempel sama gue. Dan sekarang kenapa jadi gita yang nyender,' batin vano.

Didetik kemudian vano mulai menggeser posisinya sedikit, 'kenapa gue ngerasa ga nyaman gini.' Batin vano lagi.

Vano pun melirik kearah shila yang saat ini terlihat sangat fokus kearah layar, 'Tumben nih anak ga bawel. Apa mungkin dia lapar? Tadi kan dia belum makan. Iya nih. Biasa dia bisa jadi es kalo lagi laper.' Batin vano.

Kemudian vano pun mulai mencoba fokus kearah layar, namun gagal, 'Shil! Kenapa belakangan lo buat gue overthinking gini sih. Argh sial. Gue gagal fokus!' Batin vano yang kini tersenyum akibat membayangkan betapa lucunya tingkah shila dan ia memutuskan tersenyum kearah gita, berusaha agar shila tak melihatnya tersenyum.

Namun keputusannya salah besar. Shila melihatnya. Dan itu semakin membuat mood shila hancur malam ini.

PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang