"Ngeliatinnya sampe segitu amat den." Goda bi Farah kepada vano yang sejak tadi memandang shila tanpa kedip dan mengambil posisi duduk disebelah lelaki tampan itu.
"Eh--engga bi. Tadi saya cuma---"
"Haha yaudah kali den, biasa aja. Sampe salah tingkah gitu."
Vano pun hanya mampu tersenyum sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali.
"Den suka sama non shila?"
"Hm?" Ujar vano sambil mengangkat kedua alisnya tinggi kearah bi farah.
"Maaf nih ya den kalo bibi ikut campur sama hubungan den dan non shila. Tapi, bibi cuma pengen ngingetin, jangan sampe den kehilangan non shila. Karena, di zaman sekarang ini jarang ada cewek baik dan tulus kaya non shila gini. Cantik lagi." Ujar bi farah yang juga menatap shila dengan mata berbinar.
Vano hanya diam terpaku menatap shila sambil mencerna perkataan bi farah barusan.
Rambut sebahu gadis itu terjuntai bebas dipunggungnya. Mata hazel coklatnya terlihat berbinar menatap beberapa anak-anak panti yang duduk manis dihadapannya. Ditambah lagi dengan senyumnya yang mampu membuat semua pria terpaku melihatnya, termasuk vano.
Manis. Batin vano.
"Bibi ga dibayar sepeser pun loh sama non shila buat ngomong kaya tadi sama den vano." Ujar bi wani sambil membentuk 'v' di kedua jarinya.
Vano pun terkekeh.
Tanpa sadar, shila mengalihkan pandangannya ke arah vano dan bi farah yang saat ini terlihat berbincang seru.
Sampe sampe vano ketawa gitu, bi farah ngomong apa ya? Batin shila.
"Terus nama naganya siapa kak?!" Ujar farel penasaran kepada shila yang kini menggantung kalimatnya.
"Kak shila lagi liatin kak vano ya?" Goda cika sambil melihat arah pandang shila saat ini.
Sontak ucapan cika tadi berhasil disambut dengan sorakan 'cie cie' oleh seluruh anak yang berada dihadapan shila kala itu.
Shila pun dengan cepat mengubah pandangannya yang tadi mentap vano dan bi farah, kini kembali kearah anak-anak panti yang heboh menggodanya hingga suara mereka terdengar oleh vano dan bi farah.
"Eh ka--kalian apaansih," ujar shila sambil menggelengkan tangannya diudara, "Engga. Yaampun. Udah udah. Kita lanjut ceritanya." Ujar shila salah tingkah sambil berusaha menahan rona merah muda yang mulai muncul dikedua pipinya.
Vano tersenyum tipis melihat tingkah shila saat ini. Apalagi ditambah pipinya yang merona saat ini, jadi semakin imut. Batin vano.
"Tuhkan, den juga suka non shila kan?"
"Eh-- eng--engga bi." Elak vano.
"Kalo engga kok salting?" Ujar bi farah blak-blakan.
"Kalo suka ya bilang suka atuh den. Ntar keburu non shila diambil orang loh." Ujar bi farah, "yaudah bibi kebelakang dulu ya." Lanjut bi farah yang sadar vano akan semakin salah tingkah jika ia menggodanya lagi.
Vano pun tersenyum kikuk sambil menganggukkan kepalanya.
Bi farah terkekeh sambil beranjak pergi dari tempatnya.
Sial. Kenapa gue jadi salting gini. Batin vano sambil menarik nafasnya dalam dalam kemudian menghembuskannya pasrah.
******
"Bi farah dulu pembantu aku, inget ga?" Ujar shila yang kini duduk disebelah vano yang sedang fokus mengemudi saat ini.
Vano mengangguk. "Yang dulu marah sama gue karena jailin lo kan?" Ujar vano berusaha mengingat masa lalunya bersama shila.
Shila pun mengangguk antusias.
Hingga tiba tiba mata shila terpaku pada penjual soapbubbles dipinggir jalan kala itu.
"Soapbubbles!!" Pekik shila yang mampu menyadarkan vano kemana arah pandang gadis disebelahnya itu.
"Gue pengen soapbubbles." Ujar gadis itu dengan harapan pupus setelah menyadari dompetnya tertinggal di kamar hari ini, "tapi gue lupa bawa dompet." Lanjutnya murung.
Hingga sedetik kemudian, shila melemparkan pandangannya kearah vano dengan puppyeyes-nya.
"Al, beliin ya? Ya.ya.ya?!" Ujar shila sambil mencoel-coel lengan vano.
"Payah parkirnya shil." Ujar vano cuek.
"Masih lampu merah, kan bisa turun bentar." Ujar shila masih memasang puppy eyes-nya.
"Nah tuh, udah jalan." Ujar vano sambil kembali menatap lurus kedepan akibat mobil yang berada didepannya mulai bergerak akibat lampu hijau sudah menyala.
"Yahh--yah---yah." Ujar shila seakan tak rela meninggalkan soapbubbles yang kini mulai menghilang dari hadapannya sambil menempelkan wajahnya ke kaca jendela disampingnya.
"Udah lah shil. Udah gede juga, masih aja main gituan."
"Emang kenapa kalo udah gede? kan lo dulu yang bilang, main soapbubbles itu---" ucapan shila terhenti akibat dering yang berasal dari ponsel vano.
Dengan cepat vano mengangkatnya.
Shila hanya mampu menatap penasaran kearah vano.
Setelah vano memutuskan sambungan teleponnya, shila melemparkan tatapan 'siapa van?' Kepada vano.
"Gita." Ujar vano datar.
"Gita kenapa?" Ujar shila semakin penasaran.
"Turun." Ujar vano datar.
"Jadi, sekarang lo nurunin gue lagi? Lagi? Engga. Gue gamau. Lo tega al." Ujar shila sedih.
Vano menampilkan wajah datarnya, "Kita udah sampe, bolot." Ujar vano menyadarkan shila.
"Yaudah, kalo gitu gue ikut. Siapa tau gita butuh gue."
"Gamuat shila. Udah, lebih baik lo turun. Bilangin ke nyokap, gue ada urusan." Ujar vano setelah menyadarkan shila bahwa mobilnya adalah mobil sport yang hanya mampu mengangkut dua orang didalamnya.
"O---oke." Ujar shila setelah sadar akan kelemotannya.
Setelah shila turun, vano langsung melaju cepat dari hadapannya.
Gita kenapa ya? Gue harap gaterjadi apa apa sama gita. Ujar shila dalam hati sambil melangkah masuk kepekarangan rumah vano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise
Teen Fiction"Jangan pikirin gue, denger aja kata hati lo. Kalau memang lo milih dia, jangan bimbang lagi. Gue bakal bantu lo kok." Ujar shila dengan buliran air mata yang sejak tadi berkumpul dipelupuk matanya. 'Walaupun mungkin hati gue bakal lebih hancur. Wal...