SENJA tengah asik menikmati semangkuksiomay bersama Shella ketika Erik tautau menghampirinya.
“Angkasa gimana??” tanyanya, to the point.
Terang saja Senja nggak langsung ngeh, apalagi ia tengah mengunyah siomay di mulutnya. Untung beberapa detik kemudian Evan ikut mendatangi mejanya, “Hai semuaa....” sapanya, ramah. Meski Senja tahu bahwa sapaan itu dikhususkan untuk Shella.
Shella langsung tersenyum, “Hai kak...” balasnya.
“Maklum ya kalo si Erik nggak ada basa basi. Dia emang sukanya to the point.”sahut Sigit yang kemudian ikut muncul. Lengkaplah sudah 3 jongos Angkasa mengapeli mereka. Sukses bikin seluruh perhatian di kantin tertuju ke arahnya.
Erik mendengus kasar, lalu menjatuhkan diri di hadapan Senja. Gerakan yang juga diikuti oleh 2 sohibnya. Tampaknya, cowok itu sama diseganinya seperti Angkasa.
“Jadi Angkasa gimana? Oke??”tanya Erik, lagi. Senja mengangguk, “Saya udah nemuin dia. Udah lebih baik kok, dan terakhir saya tinggal tadi juga Kak Angkasa masih tidur.” Jelas Senja.“Apa itu artinya dia udah pulang??” tanya Sigit, penasaran. Tentu saja Senja menggeleng. “Saya udah coba ngomong. Tapi Kak Angkasa bersikeras nggak mau pulang. Saya ajak nginep di rumah juga ngga mau, padahal ayah sama abang saya udah kayak emak emak rumpi kalo ada dia.” Urai Senja, yang tanpa ia sadari malah kayak lagi curhat.
Tapi 3 orang itu tidak tampak keberatan. “Terus sekarang dia dimana??” tanya Erik, lagi.
Senja diam sejenak, lalu tersenyum, “Kakak kakak tenang aja ya. Saya pastiin Kak Angkasa bakal baik baik aja. Saya rasa Kak Angkasa butuh waktu buat sendiri, dan dia ada di tempat yang tepat.” Jawab Senja.
Alih alih merasa tenang, ketiga cowok itu malah menatap Senja curiga. “Jadi semalem lo nemenin Angkasa?? Di hotel ya??” tebak Evan, sok polos, yang langsung dihadiahi pelototan dari Senja dan tendangan dari Shella. “Apa sih Shell....kaget tau...” gerutunya.
“Enak aja. Dikira kami ngapaingitu?? Biarpun pacaran, kami nggak bakal ngelaluin itu kali..”sahut Senja sewot. Evan langsung melengos, “Iya...iya... maap...kami kan cuman kuatir sama bos. Tapi lega juga sih denger bos baik baikaja, mengingat kemaren kayaknya dia lagi sakit gitu.” Sambar Evan.
“Yah...kami cuman nggak mau Angkasa ngelewatin semuanya sendiri disaat ada kami disampingnya.”sahut Sigit, yang langsung diiyakan oleh Erik. Sejenak, Senja tertegun dengan persahabatan mereka.
Sungguh beruntung Angkasa memiliki sahabat seperti ini. Dan dalam hati, iapun bersyukur karena cowok itu setidaknya memiliki mereka sebagai keberuntungan dalam hidupnya. Karena terkadang, sahabat bisa jauh lebih dekat dari keluarga.
“Omong omong, Shel, gue laper nih...”celetuk Evan, sambil melirik siomay di mangkuk Shella. “Oh? Mau disuapin? Aaaa....” tawar Shella.
“NJIRRRR.....” maki Sigit dan Erik, berbarengan. Menunjukkan dengan kompak bahwa mereka mual dengan aksi suap suapan itu. “Cabut gue.”gumam Erik, yang kemudian beranjak diikuti Sigit. Evan mencibir, “Yeee......sirik aja lo pada...” ledeknya.
Sementara di tempatnya, Senja Cuma menahan senyum.
*****************************
Hari udah terang ketika Angkasa membuka mata.
Cowok itu menegakkan badan, dan mendapati dirinya masih berselimut seperti semalam. Tubuhnya sudah terasa lebih baik. Seenggaknya dia udah nggak pusing lagi. setelah diam sejenak—mengerjap dan menguap beberapa kali—cowok itu memutuskan untuk bangkit dan melemaskan badan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Angkasa
Teen FictionSemua orang tahu waktu dapat merubah segalanya. Begitupun dengan kita. Aku berubah.Kamu berubah.Dunia kitapun berubah. Kita tersesat di dalamnya. Sendirian. Dalam kegelapan. Kita di paksa untuk bertahan, dan kadang membuat perlawanan. Dan ketika sem...