SEANDAINYA....

1.8K 142 4
                                    

SUDAH lebih dari seminggu ini Senja nggak melihat ke empat pangeran.

Awalnya dia tidak peduli, namun kelamaan ia penasaran juga. UN emang udah berlalu, jadi sekolah agak lengang karena siswa kelas 12 kebanyakan absen dari sekolah. Kalopun dateng paling cuman beberapa biji.

Tapi tak urung, absennya ke empat pangeran sekolah seminggu berturut turut membuatnya mengernyitkan kening. Empat orang itu kan jelas bukan tipe 'anak rumahan.' Baik Erik, Evan, Sigit, maupun Angkasa jelas lebih milih nongkrong di sekolah daripada semedi di rumah. Lantas kemana mereka?

"Lo udah nyatet materi tadi belum?? Katanya itu masuk UAS lho..."

Pertanyaan Shella membuyarkan pemikiran Senja. Cewek itu menoleh, "Ah...em...udah deh kayaknya." Jawab Senja, nggak yakin. Shella mengernyit, "Kayaknya?" ulangnya. Terlihat sekali sohibnya itu lagi nggak konsentrasi.

Akhirnya—memberanikan diri—Shella berdehem pelan dan bertanya, "Lo...mikirin Kak Angkasa, ya?" tanyanya. Seketika Senja menatapnya tajam, "Jangan ngaco deh, Shel." Sangkalnya. Tapi Shella seolah tak peduli. Jarang sekali ia ikut campur urusan teman semejanya ini, karena setahunya Senja memang bukan tipe orang yang suka cari masalah. Lagian biarpun masa lalunya agak suram, cewek itu selalu terlihat terkontrol dan baik baik saja.

Tak ada yang perlu dikhawatirkan.

Kecuali akhir akhir ini.

"Jujur aja deh...apa salahnya sih lo ngomong ke gue?" tanya Shella, telaten. "Gue nggak mikirin dia, Shel. Buat apa juga..." sangkal Senja, lagi. Shella mendesah. Dia bukannya ingin ikut campur lebih dalam masalah dua orang itu, tapi gimanapun juga, Angkasa kan temen dari cowoknya. Yang berarti temennya juga. Dan Senja juga sahabatnya. Shella harus—setidaknya—mengusahakan agar hubungan keduanya membaik.

"Senja... lo tau nggak kalo Kak Angkasa tuh berencan..."

"Nggak tahu!" sela Senja, lugas. "Dan nggak mau tahu!" tandasnya.

"Tapi, Senja... Kak Angkasa tuh..."

"Shel, pliss..." sela Senja, lagi, seraya merapikan bukunya dan bangkit berdiri. "Jangan bahas dia lagi. gue udah putus sama dia, dan gue nggak punya urusan sama dia." Tegas Senja, lalu meraih tas selempangnya. "Gue pulang duluan ya..." pamitnya, kemudian melangkah ke luar kelas. Meninggalkan Shella yang masih diam di tempatnya.

"Seandainya lo tau kalo Kak Angkasa bakal di operasi sore ini..."

**************************

"Kamu siap, Angkasa?" tanya sang dokter.

Ditempatnya berbaring, Angkasa menarik nafas panjang, lalu mengangguk mantap.

Ranjangnya perlahan didorong keluar kamar, menuju ruang operasi. Di depan ruang operasi sendiri, teman temannya sudah menunggu. "Semangat ya, bos. Kami nungguin disini kok." Celetuk Evan. Angkasa berdecih, "Lo pikir gue anak TeKa yang mau imunisasi??" tanya Angkasa.

Selain mereka, Tante Fidya dan Langit juga hadir untuknya. "Bokap mungkin nggak bisa dateng, tapi gue sama papa bakal doain elo, Sa." Ujar Langit. Angkasa tersenyum menyampaikan terima kasih. Kepada Angga, yang terlihat diam dari yang lain, Angkasa juga memberikan senyum. Berusaha menenangkan, karena ia tahu pasti cowok itu mencemaskannya.

Disebelahnya, suster lain mendorong ranjang ayahnya. Angkasa menoleh, dan mendapati wajah pucat ayahnya yang nampak tak berdaya.

Merekapun di bawa masuk ke ruang operasi. Angkasa sempat menatap ke luar, mengamati satu persatu orang yang selama ini mempedulikannya. Seandainya dia juga disini...

Senja dan AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang