MONITOR itu mengeluarkan bunyi stabil sejak beberapa hari lalu.
Namun dia yang jantungnya terhubung dengan monitor masih juga belum terbangun.
Entah sudah berapa lama Senja disini, duduk, menggenggam tangan Angkasa. Yang jelas, Senja tidak meninggalkan rumah sakit sejak operasi selesai. Dokter bilang, Angkasa telah melewati masa kritisnya. Namun mereka belum bisa memastikan efek samping apa yang akan timbul di kemudian hari. Mengingat kesadaran Angkasa juga belum bisa dipastikan.
Cowok itu terbaring dengan selang infus dan alat bantu pernafasan. Wajahnya terlihat begitu tenang, seakan sedang tertidur. Namun dengan semua peralatan dan bau obat obatan ini, Senja kembali diliputi rasa bersalah.
Egois. Senja benci dirinya sendiri. Cowok itu sudah berusaha meminta maaf padanya. Menjelaskan semuanya. Namun Senja tutup mata. Bahkan hatinya sendiri meneriakinya untuk kembali, namun egonya mengalahkan semuanya.
Mengalahkan dirinya.
Pada akhirnya, Senja sadar. Angkasa hanya berusaha menepati janjinya yang dulu. Janji bahwa suatu saat nanti dia yang akan melindungi Senja. Cowok itu melakukan segala cara. Mulai dari menjauhinya, sampai membuatnya bertahan bersamanya. Semua hanya untuk Arvenus Senja.
Betapa cowok itu masih seperti dulu.
Senja menunduk. Menangis. Lagi.
“Mars….Maafin aku…”
*******************************
Sejak kapan Angga bisa membiarkan seorang gadis terluka seperti itu.
Sudah hampir seminggu, dan Angkasa belum juga membuka mata. Dan orang pertama yang selalu menungguinya adalah Senja.
Gadis itu cuman pulang kalo bener bener dipaksa, itupun Langit harus ikut menyeretnya. Senja selalu bersama Angkasa, duduk di sebelah ranjangnya. Menggenggam tangannya, terkadang sembari menangis.
Angga mengepalkan tangan. Menertawakan takdir yang seolah mempermainkan mereka. Mempermainkan Angkasa.
Angga sadar, bahwa hidup Angkasa begitu kelam. Gelap. Panjang. Dan berlubang lubang. Salah langkah, dia jatuh. Salah keputusan, dia tersesat. Sekali putus asa, dia takkan bisa kembali. Satu satunya yang menjadi penopang Angkasa adalah simpati teman temannya.
Mungkin tidak ada yang menyadarinya. Bahwa Angkasa sangat bergantung pada teman temannya.
Angga pernah berada di posisi itu. menjadi orang pertama yang sangat dibutuhkan Angkasa. Melebihi keluarganya sendiri. Rasanya merepotkan, namun ia senang karena Angkasa memercayainya. Angkasa…mungkin pribadi yang kasar dan berandal. Namun untuk meraihnya, hanya butuh satu kata.
Pengertian.
Angga mungkin menyesal menyerahkan cinta pertamanya—Adis—pada Angkasa. Karena nyatanya sahabat kecilnya tersebut malah pergi untuk selamanya. Namun sekarang Angga menerimanya. Itu bagian dari takdir. Semua ini…akan membuat mereka menjadi lebih dewasa setiap harinya.
“Balik gih…” celetuk Angga. Senja langsung menoleh, dan mendapati Angga berdiri di sampingnya. “Nggak usah. Gue disini aja…” tolak Senja, lemah. Angga mendesah, “Gantian kali. Gue juga mau nungguin dia. Lo mau jadi patung penjaga disini? Suster suster aja kalo mau meriksa sampe kudu ngusir lo dulu.” Sahutnya.
Senja bergeming diam. “Angkasa nggak bakal seneng liat lo kayak gini.” Ujar Angga.
Hening sejenak, sebelum akhirnya Senja bangkit berdiri. “Langsung kasih tahu gue kalo ada apa apa, ya.” Pintanya. Setelah Angga menyanggupi, barulah Senja beranjak. Angga menatap Angkasa yang masih terbaring. Dengan mata terpejam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Angkasa
Teen FictionSemua orang tahu waktu dapat merubah segalanya. Begitupun dengan kita. Aku berubah.Kamu berubah.Dunia kitapun berubah. Kita tersesat di dalamnya. Sendirian. Dalam kegelapan. Kita di paksa untuk bertahan, dan kadang membuat perlawanan. Dan ketika sem...